Tarik-Ulur Kebijakan Penutupan dan Relaksasi Tempat Ibadah Selama PSBB

20 Mei 2020 12:57 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga membaca Al Quran di Masjid Agung Suhada, Mamuju, Sulawesi Barat, Jumat (24/4). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Tado
zoom-in-whitePerbesar
Warga membaca Al Quran di Masjid Agung Suhada, Mamuju, Sulawesi Barat, Jumat (24/4). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Tado
ADVERTISEMENT
Isu penutupan rumah ibadah menjadi topik hangat selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berlangsung.
ADVERTISEMENT
Ada masyarakat yang taat dengan ibadah di rumah, ada juga yang memilih tetap beribadah di tempat ibadah, dengan membandingkan kondisi pasar dan mal yang beroperasi.
Sebenarnya di aturan PSBB sendiri jelas dan tegas semua tempat ibadah, di wilayah yang berlaku PSBB, ditutup.
Tapi, lagi-lagi semua bergantung ke kebijakan aparat setempat. Belum lagi kebijakan organisasi keagamaan dan pemerintah yang terkadang ditafsirkan berbeda oleh warga.
kumparan merangkum perjalanan soal kebijakan rumah ibadah ini, khususnya terkait masjid dan musala.
PSBB Mengatur Penutupan Rumah Ibadah
Penutupan dilakukan untuk mencegah penyebaran virus saat beribadah secara berjemaah.
Penutupan rumah ibadah sendiri diatur dalam Permenkes No. 3 Tahun 2020 tentang PSBB. Pada pasal 13 disebutkan, semua tempat ibadah ditutup.
ADVERTISEMENT
Setelah aturan itu terbit, semua tempat ibadah baik masjid, gereja, dan tempat ibadah lainnya langsung menghentikan kegiatan berjemaah dan menutup tempat ibadah masing-masing, tanpa terkecuali.
Fatwa MUI soal Ibadah di Masjid
Namun, warga dibuat bingung dengan terbitnya Fatwa MUI soal Virus Corona. Di dalam fatwa itu disampaikan terkait beribadah berjemaah di masjid.
Suasana Masjid Al Akbar Surabaya tetap Gelar Salat Jumat di minggu kedua pandemi corona. Foto: Yuana Fatwalloh/kumparan
Dalam Fatwa No. 14 Tahun 2020, tertulis daerah mana saja yang masih boleh dan tidak boleh menyelenggarakan ibadah berjemaah seperti salat Jumat.
Hal itu tertulis dalam ketentuan hukum no. 3b yang berbunyi:
b. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar virus corona, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pada ketentuan hukum no. 5 juga disebutkan dalam kondisi corona terkendali, warga tetap harus menjalankan ibadah salat Jumat. Berikut bunyinya:
5. Dalam kondisi penyebaran COVID-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan salat Jumat.
Sayangnya, MUI tidak menyertakan petunjuk rinci tentang pengertian daerah yang penyebarannya virus corona rendah dan terkendali.
Sedangkan, untuk penyelenggaraan salat Tarawih, MUI memang menyarankan agar warga menggelar salat di rumah bersama keluarga.
"Kita jadikan rumah tangga sebagai pusat ibadah Ramadhan bersama keluarga. Kita jadikan rumah sebagai sentrum kegiatan ibadah. Ibadah tarawih bersama-sama dengan dengan keluarga, dengan istri dan anak-anak,” ungkap Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am di Graha BNPB, Jakarta Timur, Senin (13/4).
Warga bersiap keluar masjid usai shalat isya di Masjid Agung Al-Ittihad, Kota Tangerang, Banten, Kamis (23/4/2020). Foto: Antara/Fauzan
Menag dengan Istilah Relaksasi Masjid
ADVERTISEMENT
Dua pekan Ramadhan berlangsung, tiba-tiba wacana melonggarkan PSBB dengan membuka kembali masjid muncul.
Hal ini pertama kali disampaikan oleh Menteri Agama Fachrul Razi saat rapat dengan Komisi VIII DPR RI.
Semula, anggota DPR mendesak pemerintah melakukan relaksasi masjid. Bentuknya membuka kembali masjid tapi dengan ketentuan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Fachrul mengatakan, opsi itu sudah dibicarakan di internal Kemenag. Tapi belum ada keputusan soal itu.
Terkait ada relaksasi di rumah ibadah, kami belum ajukan, tapi kami sudah punya ide itu. Dan sempat saya bicarakan dengan Dirjen, mereka menjawab memang Pak, banyak hal yang perlu kita siapkan antara lain penanggung jawabnya, saya katakan mungkin penanggung jawabnya ya, penanggung jawab rumah ibadah masing-masing," kata Fachrul Razi dalam rapat, Senin (11/5).
ADVERTISEMENT
Menag Fachrul Razi usai Serahkan Gedung Asrama Haji untuk Ruang Isolasi Pasien COVID-19. Foto: Dok. kemenag
Senada dengan Fachrul Razi, Wamenag Zainut Tauhid mengatakan, daerah dengan virus corona yang bisa dikendalikan bisa melakukan relaksasi masjid. Tentu protokol kesehatan tetap diutamakan.
"Kami mengimbau kepada tokoh agama agar melakukan komunikasi dengan pemerintah setempat. Mana daerah-daerah yang diperbolehkan untuk dilakukan relaksasi atau kelonggaran, mana yang tidak boleh," imbuhnya.
Tapi tak jelas juga daerah seperti apa yang bisa disebut dengan kawasan yang virus coronanya terkendali. Masyarakat yang menafsirkan pernyataan pejabat pemerintahan ini dibuat bingung.
Rencana ini kemudian mengundang reaksi negatif. Pemerintah dinilai tidak peka terhadap keadaan saat ini. Sebab, jelas-jelas Indonesia belum bisa mengendalikan virus corona.
Calon Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi usai bertemu Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (25/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Fatwa MUI Salat Id Bisa di Masjid
Tak lama kemudian, MUI menerbitkan fatwa soal salat Idul Fitri. Dalam fatwa itu, disampaikan salat Idul Fitri bisa dilakukan di rumah atau di masjid.
ADVERTISEMENT
Salat Id di rumah harus dilakukan di lokasi dengan kondisi virus corona belum terkendali. Sedangkan, salat Id di masjid atau di tanah lapang bisa dilakukan di daerah dengan kondisi virus corona terkendali dan zona hijau serta protokol kesehatan terjamin.
Suasana Salat Id di Masjid Istiqlal, Jakarta. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Untuk yang diizinkan salat Id di masjid atau di tanah lapang, MUI hanya memberi pedoman, daerah itu ada di kawasan terkendali. Tak dirinci bagaimana dengan zona hijau dan protokol kesehatan yang benar.
"Jika umat Islam berada di kawasan terkendali atau kawasan yang bebas COVID-19 dan diyakini tidak terdapat penularan (seperti di kawasan pedesaan atau perumahan terbatas yang homogen, tidak ada yang terkena COVID-19, dan tidak ada keluar masuk orang), salat Idul Fitri dapat dilaksanakan dengan cara berjemaah di tanah lapang/masjid/musala/tempat lain," terang fatwa yang diterbitkan Kamis (13/5).
ADVERTISEMENT
Kembali masyarakat bertanya-tanya. Bagaimana yang disebut kondisi boleh salat Jumat berjemaah dan salat Id berjemaah.
Menag Serukan Salat Id di Rumah
Menag yang sebelumnya sempat mewacanakan adanya relaksasi masjid termasuk untuk penyelenggaraan salat Id di luar rumah akhirnya mengubah rencana. Dia lalu memastikan Salat Id lebih baik di rumah.
Fachrul belakangan baru menegaskan relaksasi masjid tidak akan dilakukan dalam waktu dekat.
Dia menyebut penularan virus corona belum di bawah 1 jadi tak ada alasan membuka kembali masjid.
"Menurut beberapa info dari WHO bahwa biasanya yang bisa melakukan relaksasi kalau di bawah 1. Kalau masih di atas 1, kita masih di atas 1, maka memang tidak boleh ada relaksasi, harus tepat cepat," kata Fachrul dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (19/5).
ADVERTISEMENT
Kondisi ini membuat Fachrul menyerukan -- tak cuma mengimbau -- salat Id diadakan di rumah saja.
Tata Cara Salat Id di Rumah. Foto: Maulana Saputra/kumparan.
Jadi dengan aneka macam keterangan dan penjelasan soal beribadah itu, ke mana masyarakat harus ikut?
Apakah ikut MUI yang zona hijau dan terkendali tetap salat Id berjemaah, atau ikut Menag tetap di rumah saja?
***
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona. Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.