Taruna Pelayaran di Semarang Dianiaya Senior dan Pembina hingga Kencing Darah

14 Juni 2023 22:06 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pengeroyokan. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengeroyokan. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
ADVERTISEMENT
Seorang taruna salah satu kampus pelayaran milik pemerintah di Semarang berinisial MG (19) mengaku mendapat kekerasan dari tujuh orang senior dan pengasuhnya. Kekerasan itu bahkan menyebabkan korban sampai kencing darah.
ADVERTISEMENT
Kuasa hukum korban dari LBH Semarang, Ignatius Radit, mengatakan korban merupakan taruna angkutan 59 yang baru masuk sekitar Juli 2022. Selang 3 bulan kemudian, ia mendapat kekerasan pertama dari tim pembina pengasuh.
"Kekerasan itu juga dilakukan bukan hanya senior saja, tetapi juga staf pengajar, ASN itu. Kekerasan pertama korban mengalami penggumpalan darah di bagian mata, dan pusing," ujar Radit dalam jumpa pers, Rabu (14/6).
Orang tua korban lantas mengadukan peristiwa ini ke pihak kampus. Ia meminta jaminan keamanan kepada pihak kampus agar peristiwa itu tak terulang lagi.
Namun, kekerasan itu kembali terulang dan dilakukan hingga tujuh orang.
"Pihak orang tua meminta agar ada jaminan keselamatan dan berharap kejadian ini tidak terjadi lagi. Tapi setelah dua hari itu, korban mendapatkan kekerasan lagi terhadap tujuh orang seniornya," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Orang tua korban kemudian melaporkan tujuh pelaku kekerasan sekaligus senior korban ke Polda Jawa Tengah pada Selasa (6/12/2023) lalu, dengan nomor : STTP/253/XII/2022/SPKT/POLDA JAWA TENGAH.
"Yang kita laporkan yang kejadian ketiga, ada tujuh orang. Kekerasan yang dialami korban sampai mengakibatkan kencing darah, ulu hati sakit, luka dalam sampai sekarang juga sering bolak balik ke toilet, gampang sakit perut," ungkap dia.
Ilustrasi pemukulan. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
Radit juga mengungkap, seluruh kekerasan itu terjadi di lingkungan kampus. Kekerasan pertama dilakukan pertama di lapangan, kedua di dekat asrama, dan ketiga di ruang fitness.
"Mereka tahu kalau pihak orang tua mengadu ke direktur. Pemicu kekerasan ini memang senioritas. Hal paling sederhana, misalnya peristiwa kedua, kalau dianggap kesalahan mungkin sepele. Yang bersangkutan ketika mau apel, itu belum mulai, baru lepas topi karena gerah itu dianggap kesalahan, dipukul. Atau halnya hanya sebatas menatap mata senior, tidak hormat, itu ada kekerasannya. Jadi memang senioritas tinggi," lanjut Radit.
ADVERTISEMENT
Korban sempat ditarik pulang ke rumahnya. Namun, ketika kembali ke kampus pada Mei 2023 ia justru mendapat kekerasan verbal dan cemoohan.
"Bukan kebaikan yang didapatkan, ternyata malah disalahkan, dihina, dicemooh, diintimidasi, ngapain lapor lapor, dianggap bego, bodoh, bilangnya kamu yang baru lapor. Karena ada yang di skorsing," lanjut Radit.
Korban juga juga mengadukan peristiwa ini ke Kementerian Perhubungan, dan juga Ombudsman. Ia berharap tidak ada lagi kekerasan yang terjadi di kampus tersebut.
"Sekarang kita prosesnya sudah mengadu ke Komnas Ham dan ke LPSK itu sudah kita adukan 6 April tapi diterima bulan ini. Kita nggak fokus ke pidananya, kita mau ada pembenahan struktural karena mereka sebenarnya korban juga, sebenarnya kita siap kok memaafkan asal tujuh orang itu siap terbuka membantu kita," tegas Radit.
Kabidhumas Polda Jawa Tengah Kombes Pol M Iqbal Alqudussy saat menunjukkan foto mobil dan senjata api milik Bripda D dalam jumpa pers di Mapolda Jawa Tengah, Kamis (21/4). Foto: Intan Alliva Khansa/kumparan

Tanggapan Polisi

ADVERTISEMENT
Sementara itu, Kabid Humas Polda Jateng, Kombes M Iqbal membenarkan adanya pelaporan kasus tersebut. Namun, di tengah jalan keluarga korban mengajukan penundaan proses perkara.
"Kita menindaklanjuti setiap laporan yang masuk. Untuk perkara ini dari pihak orang tua dari pelapor mengajukan surat penundaan proses perkara ketiga dan restoratif justice ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jateng tertanggal 8 Mei 2023 yang di tanda tangani oleh orangtuanya langsung," kata Iqbal.