Tebar Baliho Politisi saat Pandemi: Dinilai Tak Etis dan Demi Tujuan Politis

7 Agustus 2021 8:08 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Baliho Puan Maharani 'Kepak Sayap Kebhinekaan' di sejumlah titik di DIY, Jumat (6/8). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Baliho Puan Maharani 'Kepak Sayap Kebhinekaan' di sejumlah titik di DIY, Jumat (6/8). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemilu 2024 masih tiga tahun lagi, tetapi sejumlah tokoh politik mulai memasang baliho di berbagai daerah. Tokoh politik yang terpantau memasang baliho di tengah pandemi COVID-19 adalah Puan Maharani, Airlangga Hartarto, dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
ADVERTISEMENT
Untuk baliho Airlangga terlihat dipasang di Jalan MT Haryono, Ketawanggede, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. Bahkan baliho Airlangga berdiri berdampingan dengan baliho Puan.
Baliho Ketua Umum Partai Golkar itu bertuliskan "Kerja Untuk Indonesia", sementara baliho Puan bertuliskan "Kepak Sayap Kebhinekaan".
Selain di Malang, baliho Puan dan Airlangga juga terlihat di Kota Bandung. Berdasarkan penelusuran, baliho Puan terlihat di Jalan Padjajaran di dekat Bandara Husein Sastranegara.
Baliho lainnya terlihat di Jalan Surya Sumantri. Bentuk baliho yang terpasang di sana sama dengan yang terpasang di Jalan Padjajaran. Hanya saja ukuran baliho yang terpasang jauh lebih besar dan ada sejumlah akun media sosial pengurus PDIP, Nico Siahaan, yang disematkan di bagian bawah baliho.
Baliho dan billboard Airlangga di sejumlah ruas jalan di Kota Denpasar dan Badung. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Baliho Puan juga terlihat terpasang di Jalan Kiaracondong. Bentuk baliho yang terpasang di sana berbeda dengan baliho lainnya karena Puan tampak mengenakan masker, ada tulisan imbauan agar masyarakat menaati protokol kesehatan, dan tidak ada logo PDIP.
ADVERTISEMENT
Sementara untuk baliho Airlangga di Kota Bandung terlihat di tiga lokasi. Yaitu ada di perempatan Jalan Malabar dan Jalan Gatot Subroto. Baliho berlatar warna kuning itu menampilkan foto Airlangga mengenakan kemeja warna putih dan mengepalkan tangan kanan, dan bertuliskan 'Kerja untuk Indonesia Airlangga Hartarto 2024'.
Lokasi ketiga yakni di Jalan Maskumambang. Ada baliho dan poster yang memuat foto Airlangga dengan isi yang sama.
Baliho Airlangga juga terlihat di Bali, tepatnya di pertigaan Jalan Diponegoro, Kota Denpasar. Jalan tersebut merupakan salah satu akses pintu keluar masuk RSUP Sanglah, pusat rumah sakit rujukan COVID-19 di Bali.
Selain di dekat RSUP Sanglah, baliho Airlangga terpasang di perbatasan antar kabupaten/kota Bali dan di pos-pos lampu lalu lintas jalan di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.
Saat Baliho Puan dan Airlangga Bersanding di Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
"Kita pulih kita bangkit. Bersikaplah optimis dalam merespons masa-masa yang penuh tantangan ini dengan ketabahan, kedisiplinan, kerja keras, dan kerja sama," demikian isi baliho yang lain.
ADVERTISEMENT
Kembali lagi ke Puan, balihonya juga ditemukan di Yogyakarta. Baliho Puan ada di perempatan Banguntapan, Kabupaten Bantul. Lokasi tersebut strategis lantaran dilalui warga yang dari atau menuju Gunungkidul-Kota Yogyakarta.
Lokasi selanjutnya adalah di Ring Road Utara, Depok, Sleman. Lokasinya tak jauh dari salah satu mal besar di wilayah itu.

Reaksi Golkar dan PDIP

Terkait beredarnya baliho dan poster tersebut, Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan pemasangan baliho merupakan bentuk sosialisasi pengenalan Airlangga kepada masyarakat. Hal ini untuk mendorong Airlangga maju di Pilpres 2024.
"Setiap jajaran struktural partai di berbagai tingkatan dan anggota Fraksi Partai Golkar di berbagai tingkatan menjalankan kebijakan Partai untuk mensosialisasikan Ketua Umum Partai Golkar kepada masyarakatnya," kata Ace.
ADVERTISEMENT
Sementara Sekretaris Fraksi PDIP Bambang Wuryanto mengatakan, pemasangan baliho dilakukan serentak agar dampaknya signifikan.
"Ide pemasangan billboard ini awalnya spontanitas kemudian dikoordinir pimpinan fraksi. Supaya berdampak, pemasangannya harus serentak, menurunkannya diharapkan serentak," kata pria yang akrab disapa Bambang Pacul itu.
Ketua DPW PDIP Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
"Dipasangnya 15 Juli hingga 15 September," lanjut Pacul.
Namun, ada beberapa billboard yang sepertinya akan dipasang lebih dari dua bulan. Sebab, ada diskon dari penyedia tempat berupa durasi pemasangan yang lebih lama.
"Ada yang sampai 3 bulan, ada billboard yang tidak mau didiskon dengan biaya tapi dengan memberi tambahan waktu," jelas dia.
Pacul menjelaskan, ide awal pemasangan billboard bermula dari anggota DPR PDIP. Ide ini muncul dari sebuah diskusi antar anggota Fraksi PDIP pada Juni lalu. Dari situlah muncul instruksi pemasangan billboard bagi seluruh anggota DPR.
ADVERTISEMENT
"Mula-mula terjadi diskusi di lantai 7 [ruangan Fraksi PDIP]. Kawan-kawan anggota dewan ngobrol, dari sana ada usulanlah membuat billboard Mbak Puan. Mbak Puan ini pasukannya banyak. Ya sudah, maka billboard dipasang oleh semua anggota fraksi di DPR, seluruh dapil," kata dia.

Pemasangan Baliho Tuai Kritik dari Berbagai Pihak

Baliho Airlangga Mejeng di Pertigaan RS Rujukan COVID-19 di Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Bukannya menarik simpati dan dukungan, pemasangan baliho malah menuai kritik dari berbagai kalangan. Banyak yang menilai pemasangan baliho di tengah pandemi virus corona sama sekali tidak elok.
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, berpandangan kurang etis para politikus sibuk berkampanye di tengah pandemi, kecuali mereka berkampanye tentang penanganan corona.
"Tidak etis ketika masyarakat masih dilanda pandemi, kami para politisi sibuk kampanye kecuali kalau pesannya adalah mendukung penanganan COVID-19," kata Mardani.
ADVERTISEMENT
Menurut Mardani, masyarakat saat ini sudah cerdas melihat siapa pejabat publik yang turun langsung melayani masyarakat atau hanya sekadar memasang baliho.
"Jadi politisi yang cerdas menurut saya akan sibuk melayani, dan kalau pun mau mungkin malah murah dengan sosmed," ujar anggota Komisi II DPR ini.
Baliho Puan Maharani di Jawa Tengah. Foto: Dok. Istimewa
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus, mempertanyakan kepentingan di balik pemasangan baliho tersebut. Sebab baliho itu punya motif politik di 2024, tapi dengan label Ketua DPR.
"Karenanya baliho itu pasti terkait urusan kepentingan politik pribadi atau partai asal Puan. Ini bukan soal Puan sebagai wakil rakyat yang peduli dengan rakyatnya. Baliho ini hampir pasti untuk tujuan politik dan khususnya kepentingan Pemilu 2024," kata Lucius.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, Puan sebagai wakil rakyat bisa saja menyapa rakyat untuk menguatkan mereka di tengah situasi pandemi ini. Akan tetapi, sapaan sebagai wakil rakyat tak bisa dilakukan dengan sesuatu yang justru malah menyinggung rakyat.
Puan sebagai Ketua DPR dan wakil rakyat mestinya menjadikan kewenangannya untuk menunjukkan kepeduliannya terhadap rakyat. Bukan malah memasangkan baliho dan billboard yang tidak murah.
"Kan aneh jadinya, di DPR ia tak banyak memberikan sumbangan untuk tercapainya berbagai target prioritas DPR, tetapi ia justru seolah-olah manis dan peduli kepada rakyat di baliho," tuturnya.
Baliho Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto juga mulai terlihat di beberapa titik di Kota Mamuju. Foto: Awal Dion/SulbarKini
Sementara pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, menilai memasang billboard ini merupakan cara promosi paling gampang dan bisa langsung menyasar masyarakat.
"Billboard paling gampang promosi dan memperkenalkan diri ke rakyat. Kondisi pandemi COVID tanpa billboard agak berat. Spanduk yang bisa masuk gang-gang rumah, ada di pengkolan, itu paling ampuh karena daya tahannya lama. Kan bisa berbulan-bulan. Pasang billboard saya kira enggak masalah, semua politikus pengin eksis," ungkap Adi.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Adi menganggap pemasangan baliho ini juga harus dibarengi dengan komunikasi politik yang baik, untuk membantu masyarakat terdampak COVID-19. Misalnya, billboard dipasang tokoh politik sebagai pesan kantor parpol mereka di daerah bisa dibuka untuk membantu memenuhi kebutuhan masyarakat.
Cara ini dinilai bisa menghindari cibiran masyarakat karena membuang-buang uang demi memasang baliho.
"Elite-elite partai yang pasang baliho instruksikan kader partai bahwa kantor partai mereka jadi tempat sandaran yang bisa bantu kesulitan masyarakat. Selama kena pandemi COVID, bisa dicari kantor-kantor partai. Kurang obat bisa ke kantor partai, kurang bansos, partai kan dananya enggak terbatas. Supaya billboard, baliho, bisa bicara banyak dan tak dinyinyirin publik," jelas dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari. Menurutnya, wajar apabila billboard masih dijadikan media untuk menaikkan popularitas Puan, Airlangga, maupun Cak Imin. Apalagi mereka belum terlalu dikenal luas oleh publik.
ADVERTISEMENT
"Ketiga tokoh ini tingkat pengenalannya di masyarakat Indonesia itu belum maksimal. Kalau enggak salah Mbak Puan sekitar 60 persen, Airlangga sekitar 40-50 persen, tergantung kepada surveinya yang mana dan kapan. Jadi kalau kita bicara pemilu, memang tingkat pengenalan itu harus di angka 95 bahkan 100 persen. Jadi memang potensi suara para tokoh ini belum optimal," jelas Qodari.
Qodari lalu membeberkan terdapat variabel seseorang bisa mendulang suara dukungan. Yang paling berpeluang adalah tokoh itu harus dikenal dan disukai, sehingga dia memiliki elektabilitas yang tinggi juga. Ia melihat ketiga tokoh ini sedang berusaha mencapai variabel tersebut.
Khusus untuk Airlangga dan Cak Imin, ia menilai keduanya sedikit terbantu karena merupakan ketua umum partainya masing-masing, yakni Golkar dan PKB. Sedangkan Puan memiliki figur ibunya sekaligus Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Jokowi yang bisa menarik suara.
ADVERTISEMENT
"Saya kira tiga tokoh itu sedang berjuang pada aspek pengenalan. Dan walaupun ada ide, gagasan, misal Mbak Puan soal kebinekaan, Pak Airlangga soal kerja gitu, Cak Imin saya lihat kayaknya masih mencari-cari, dinamis," pungkasnya.