Teka-teki Baru Kasus Pembunuhan Brigadir Yosua oleh Sambo dkk

14 Oktober 2022 5:30 WIB
·
waktu baca 12 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ferdy Sambo bersama Putri Candrawathi saat rekonstruksi pembunuhan Brigadir Yosua di rumah dinasnya, di Jalan Duren Tiga Barat, Jakarta Selatan, Selasa (30/8/2022). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ferdy Sambo bersama Putri Candrawathi saat rekonstruksi pembunuhan Brigadir Yosua di rumah dinasnya, di Jalan Duren Tiga Barat, Jakarta Selatan, Selasa (30/8/2022). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Kasus Ferdy Sambo akan masuk babak baru. Eks Kadiv Propam Polri itu segera menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 17 Oktober 2022.
ADVERTISEMENT
Pengadilan juga sudah menetapkan majelis hakim yang akan menyidangkan Ferdy Sambo.
Sebelum sidang digelar, sejumlah fakta baru dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua ditemukan.
Apa saja itu? berikut rangkumannya.
Putri Candrawathi berbaju tahanan, usai jalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, Jakarta Jumat (30/9/2022). Foto: Jonathan Devin/kumparan

Brigjen Hendra Dapat Cerita: Yosua Raba Paha hingga Kemaluan Putri Candrawathi

Dugaan pelecehan seksual Brigadir Yosua kepada Putri Candrawathi masih belum jelas peristiwanya. Namun, peristiwa itu disebut-sebut menjadi pemicu Ferdy Sambo murka karena istrinya dilecehkan.
Hal tersebut berujung eksekusi pembunuhan terhadap Brigadir Yosua di rumah dinas Kadiv Propam Polri yang ditempati Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022.
Dakwaan Brigjen Hendra Kurniawan sedikit menyinggung hal tersebut. Hendra Kurniawan mendapat cerita bahwa Yosua meraba paha hingga kemaluan Putri Candrawathi.
ADVERTISEMENT
Terdakwa Hendra Kurniawan bertanya kepada Benny Ali 'pelecehannya seperti apa'. Benny Ali menjelaskan pada Terdakwa Hendra Kurniawan bahwa Benny Ali sudah bertemu dengan Ibu Putri Candrawathi di kediaman jl Saguling III No. 29, Duren Tiga, Jakarta Selatan," bunyi potongan dakwaan Hendra Kurniawan dikutip dari situs Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (13/10).
Benny Ali kemudian menceritakan apa yang disampaikan Putri Candrawathi kepadanya. Berikut ringkasannya sebagaimana termuat dalam dakwaan di situs PN Jaksel:
"Putri Candrawathi menceritakan kepada Benny Ali benar telah terjadi pelecehan terhadap diri Putri Candrawathi di saat sedang beristirahat di dalam kamarnya, di mana sewaktu kejadian Putri Candrawathi juga menggunakan baju tidur celana pendek kata Benny Ali kepada Terdakwa Hendra Kurniawan
ADVERTISEMENT
Lalu Benny Ali melanjutkan ceritanya dan mengatakan permasalahannya korban Nofriansyah Yosua Hutabarat telah memasuki kamar Putri Candrawathi dan sedang meraba paha sampai mengenai kemaluan Putri Candrawathi. Akan tetapi Putri Candrawathi terbangun dan kaget sambil berteriak.
Dikarenakan teriakan Putri Candrawathi tersebut, korban Nofriansyah Yosua Hutabarat menodongkan senjata apinya ke Putri Candrawathi sambil mencekik leher dan memaksa agar membuka kancing baju Putri Candrawathi.
Lalu Putri Candrawathi berteriak histeris sehingga korban Nofriansyah Yosua Hutabarat 'panik dan keluar dari kamar', dan saat itu juga bertemu dengan Richard Eliezer Pudihang Lumiu sehingga terjadi tembak menembak"
"Cerita Benny Ali didapatkan dari Putri Candrawathi lalu diceritakan kembali kepada Terdakwa Hendra Kurniawan," bunyi dakwaan. Belakangan diketahui soal tembak menembak itu rekayasa.
Irjen Ferdy Sambo dihadirkan saat rekonstruksi di rumah dinas di Duren Tiga, Jakarta Selatan (30/8/2022). Foto: Youtube/Polri TV

Beda Keterangan Ferdy Sambo dan Bharada Richard soal Perintah Tembak Yosua

Tersangka pembunuhan Brigadir Yosua, Ferdy Sambo dan Bharada Richard Eliezer, memiliki versi keterangan berbeda soal perintah mengeksekusi Brigadir Yosua Nofriansyah Hutabarat, di rumah dinas Kadiv Propam Polri, Jalan Duren Tiga, Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
Ferdy Sambo lewat kuasa hukum istrinya Putri Candrawathi yakni Febri Diansyah mengatakan, Sambo saat itu memerintahkan Richard menghajar Yosua, tidak ada perintah untuk menembak.
"Perintah FS (Ferdy Sambo): “HAJAR CHAD!”. Namun RE (Richard Eliezer) menembak J [Yosua]," kata Febri Diansyah selaku pengacara Putri Candrawathi, dalam konferensi pers di Hotel Erian, Jakarta Pusat, Rabu (12/10).
Menurut kuasa hukum Sambo lainnya, Arman Hanis, perintah menghajar itu harus didalami dalam persidangan nanti. Hal itu untuk mempertegas arti dari perintah 'hajar chad'.
"Tapi saya perlu tegaskan di sini, bahwa bukan perintah atau apa yang disampaikan tadi perintah menembak atau apa dalam berkas, dalam BAP, yang kami pelajari itu Pak Ferdy menyampaikan ke Richard ada 'hajar Chad'. Itu nanti akan kami eksplor dan kami gali di persidangan apakah itu maksudnya, apa itu nanti diinterpretasikan oleh Richard seperti apa," papar Arman.
Irjen Ferdy Sambo dihadirkan saat rekonstruksi di rumah dinas di Duren Tiga, Jakarta Selatan (30/8/2022). Foto: Youtube/Polri TV

Versi Bharada Richard

Berbeda dengan Sambo, Bharada Richard sejak awal menegaskan bahwa dirinya diminta Sambo membunuh Yosua dengan cara menembak. Ini juga dipertegas dalam adegan rekonstruksi yang digelar beberapa waktu lalu di rumah pribadi Sambo dan di rumah dinas Kadiv Propam Polri.
ADVERTISEMENT
"Woy, kamu tembak, kau tembak cepat. Cepat woy kau tembak!" perintah Sambo ke Richard Eliezer, seperti yang dilihat kumparan di channel YouTube Polri TV, Rabu (31/8).
Mendengar perintah tersebut, Richard kemudian mengeluarkan tembakan sebanyak 3-4 kali hingga Yosua tersungkur dan tewas di samping tangga depan gudang.
Setelah itu Ferdy Sambo ikut menembak ke arah Yosua hingga mengenai kepala bagian belakang. Tidak dijelaskan berapa kali Ferdy Sambo menembak jasad Yosua yang telah terkapar itu.
Hal yang juga diperkuat dalam video animasi detik-detik pembunuhan Brigadir Yosua di rumah Kadiv Propam, Jalan Duren Tiga, Jakarta Selatan. Video ini dibuat dengan menggambarkan secara rinci setiap insiden pembunuhan Yosua.
Pengacara Bharada Richard Eliezer, Ronny Talapessy membantah keterangan Ferdy Sambo yang memerintahkan kliennya untuk menghajar Brigadir Yosua. Ronny menyebut, Sambo meminta kliennya untuk menembak Yosua.
ADVERTISEMENT
"Tapi, sesuai keterangan klien saya dan masih konsisten hingga saat ini, bahwa perintah dari FS adalah tembak, bukan ‘hajar’, ujar Ronny dalam keterangan tertulis, Kamis (13/10).
Ronny menjelaskan, kliennya kini telah menjadi justice collaborator dan dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Dia menilai, dengan hal itu semua keterangan kliennya telah diuji secara hukum.
"Artinya, keterangan yang disampaikan Bharada E sudah diuji LPSK dan memenuhi syarat sesuai dengan UU," kata Ronny.
Konferensi Pers Tim Kuasa Hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Rabu (12/10/2022). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan

3 Fase Kasus Pembunuhan Yosua Versi Pengacara Ferdy Sambo dan Putri

Brigadir Yosua tewas di rumah dinas Kadiv Propam yang saat itu dijabat oleh Ferdy Sambo. Awalnya Yosua disebut meninggal dalam baku tembak sesama ajudan Sambo. Belakangan terungkap bahwa Yosua tewas ditembak atas perintah atasannya itu.
ADVERTISEMENT
Kasus ini kemudian bergulir, Sambo ditetapkan sebagai tersangka. Selain dia, Polri juga menetapkan tersangka kepada Richard Eliezer, Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf dan Putri Candrawathi.
Kini kasus tersebut sudah diserahkan Kejaksaan dan tengah menunggu sidang perdana digelar di PN Jakarta Selatan.
Sebelum persidangan dilaksanakan, kuasa hukum Ferdy Sambo, Febri Diansyah membeberkan proses penanganan perkara kliennya tersebut. Ia mengungkapkan ada 3 fase yang harus dilihat dalam perkara itu.
Ketiga fase itu diklasifikasikan Febri dan timnya agar bisa melihat perkara secara jelas, mana yang masuk dalam rangkaian peristiwa, yang merupakan kekeliruan, serta yang seharusnya nanti dipertimbangkan oleh persidangan.
Berikut detail dari tiga fase yang dimaksud Febri tersebut:
Sejumlah orang dari berbagai elemen masyarakat sipil menggelar aksi solidaritas menyalakan lilin untuk mengenang Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Senin (8/8/2022). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO

Fase Pertama

ADVERTISEMENT
Untuk di fase pertama, Febri menyebutnya sebagai rangkaian peristiwa. Dalam fase ini, tim kuasa hukum menyinggung adanya peristiwa, kejadian, hingga perbuatan yang terjadi baik di Magelang ataupun Jakarta.
ADVERTISEMENT
Fase ini pun dibagi tiga. Pertama terkait peristiwa di rumah Magelang.
”Pada fase pertama kita bisa melihat 3 lokasi. Satu lokasi di rumah Magelang, peristiwa pada tanggal 4 dan 7 Juli. Jadi ada tanggal 4 dan 7 Juli. Ada rangkaian peristiwa lain yang bisa dijelaskan secara detail tapi nanti akan kami sampaikan dalam proses persidangan,” ujar Febri kepada wartawan.
Masih di fase yang sama, Febri menyebut ada peristiwa ketika Putri ditemukan dalam kondisi hampir pingsan tepat di depan kamar mandi yang berada di lantai 2 di Magelang.
”Kedua, ibu putri ditemukan oleh saksi S dalam keadaan tidak berdaya dan setengah pingsan atau nyaris pingsan di depan kamar mandi lantai 2. Jadi di kamar bu putri di depannya ada kamar mandi dan kemudian ada tumpukan kain kotor di dekat kamar mandi tersebut. Saksi KM mendapati tindak tanduk J yang mencurigakan,” ucap Febri.
ADVERTISEMENT
Kedua, berkaitan dengan peristiwa di rumah Saguling, Jakarta Selatan. Selepas mengetahui kejadian apa yang menimpa istrinya di Magelang, Ferdy Sambo disebut tersulut emosinya.
”Pokok-pokok peristiwa di rumah Saguling di Jakarta. FS emosional mendengar laporan dari Putri. Jadi ketika ibu Putri menyampaikan laporan tentang atau informasi terkait apa yang terjadi di Magelang. Itu membuat FS atau suami bu putri menjadi sangat emosional. Kemudian FS memanggil RR dan RE secara terpisah di rumah saguling di lantai 3 tersebut,” ungkap Febri.
”Namun pada saat itu Bu Putri sudah masuk ke dalam kamar. RR dan RE melihat FS dalam kondisi yang sangat emosional dan bahkan menangis pada saat itu,” lanjut dia.
Meski sempat emosi atas dugaan tindakan Yosua kepada Putri, Ferdy Sambo saat itu disebut sudah mereda emosinya. Hal itu terlihat ketika Sambo berpamitan dengan Putri untuk pergi bermain badminton.
ADVERTISEMENT
Ketiga, peristiwa di rumah Duren Tiga, Jakarta Selatan. Febri menyebut bahwa Sambo yang awalnya akan pergi badminton kemudian mengurungkan niatnya ketika lewat di depan rumah Duren Tiga.
Ia kemudian masuk ke rumah itu lalu mengkonfrontasi Yosua mengenai kejadian di Magelang. Ujungnya, terjadi penembakan yang dilakukan Richard Eliezer.
”Kemudian FS melakukan klarifikasi kepada J terhadap kejadian di Magelang dan memang ada perintah FS pada saat itu yang dari berkas yang dari kami dapatkan itu perintahnya 'hajar chad' namun yang terjadi adalah penembakan pada saat itu,” beber Febri.
”FS kemudian panik dan memerintahkan ADC, jadi sempat memerintahkan ADC untuk melakukan memanggil ambulans dan kemudian FS menjemput ibu Putri dari kamar dengan mendekap wajah Bu Putri agar tidak melihat peristiwa dan kemudian memerintahkan RR mengantar ibu putri ke rumah Saguling,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Meski meyakini rentetan peristiwa tersebut, Febri menegaskan bahwa hal-hal yang diyakini tim kuasa hukum itu tentunya butuh dibuktikan kembali dalam proses persidangan.
”Ini adalah fase pertama rangkaian peristiwa, setiap fase ini pokok-pokoknya ya peristiwa pokoknya setiap peristiwa ini tentu saja harus diuji nanti dalam proses persidangan. Kami menuangkan ini berdasarkan berkas yang telah kami dapatkan, berdasarkan bukti-bukti yang diakui secara hukum dalam konteks hukum acara pidana kita yaitu di KUHP," ungkapnya.
Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dikawal petugas Brimob menuju kendaraan taktis saat proses pelimpahan berkas perkara tahap dua di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (5/10/2022). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO

Fase Kedua

Fase ini ialah pasca-penembakan Yosua. Terkait dengan upaya untuk mengaburkan penyidikan polisi atas pembunuhan tersebut. Tim kuasa hukum sebagai fase skenario.
Merujuk pada keterangan dan pengakuan Sambo dan Putri, Febri menyebut dalam fase ini disebut terdapat banyak kekeliruan yang menurutnya sama sekali tak terjadi dalam perkara pidana yang mereka lakukan.
ADVERTISEMENT
”Ini fase skenario, ada yang menyebutnya fase kegelapan dalam penegakan hukum, ada juga yang menyebutnya fase kebohongan. Secara fair dan secara objektif kami harus sampaikan ada beberapa perbuatan-perbuatan termasuk ada dugaan peran klien kami berada di fase ini,” ujar Febri.
”Ketika kami bicara dengan Bu Putri, ketika kami bicara ke Pak Sambo, mereka mengakui bahwa ada kekeliruan-kekeliruan memang yang terjadi di fase kedua ini. Namun jangan sampai fase kedua ini kemudian membuat kita bias dan mencampuradukan kebenaran yang terungkap pada fase berikutnya,” sambungnya.
Kekeliruan yang dimaksud Febri salah satunya yakni soal adanya skenario baku tembak yang disebut dilakukan Sambo dengan menembaki dinding di rumahnya di bilangan Duren Tiga.
”Jadi peristiwanya itu senjata J yang ada di pinggang, kemudian FS menembak ke arah dinding-dinding di rumah Duren Tiga seolah-olah ada tembak menembak ini lah yang kemudian kita kenal dengan skenario tembak menembak yang tujuannya saat itu adalah untuk menyelamatkan RE yang diduga melakukan penembakan sebelumnya dan juga tujuannya saat itu adalah seolah-olah memang terjadi tembak menembak dan kita tahu itu adalah salah satu fakta dalam fase kedua yang bisa kita sebut sebagai skenario fase kebohongan,” ucap Febri.
ADVERTISEMENT
Ia pun mengakui ada upaya memindahkan adegan yang terjadi di Magelang pada tanggal 7 Juli menjadi di Duren Tiga pada saat kejadian 8 Juli. Kejadian ini yang disebut-sebut sebagai dugaan pelecehan seksual Yosua kepada Putri. Namun, Febri tidak merincinya.
”Kemudian FS meminta ADC ibu putri dan saksi lainnya yang menyebut seolah-olah peristiwa di Magelang, jadi peristiwanya sebenarnya terjadi di Magelang pada 7 Juli 2022 tapi seolah dipindahkan lokasinya ke Duren Tiga demi mendukung skenario tembak menembak tersebut,” lanjut dia.
Upaya skenario juga dilakukan dengan mengambil CCTV di sekitar lokasi. Hal itu guna mendukung skenario tembak menembak yang sudah disiapkan.
”Kemudian ada proses pengambilan CCTV di pos satpam kemudian FS sampaikan cerita versi nomor 3 tadi terkait dengan pemindahan peristiwa dari Magelang ke Duren Tiga kepada penyidik dan rekan-rekan sejawat,” ungkap Febri.
ADVERTISEMENT
Seluruh pengakuan terbuka, menurut Febri telah disampaikan Sambo kepada tim hukum terkait peristiwa mana yang memang benar terjadi atau mana peristiwa yang dinilai mengada-ada dan tak sesuai dengan fakta yang terjadi.
”Jadi secara terbuka, pak FS menjelaskan ada beberapa kekeliruan-kekeliruan, ada beberapa perbuatan-perbuatan yang memang terjadi di fase yang kedua ini. Namun jangan sampai upaya untuk mencari kebenaran upaya untuk menemukan keadilan untuk semua menjadi tereduksi karena kita mencampuradukkan antara fase kedua dengan fase ketiga,” kata Febri.
Tersangka pembunuhan Brigadir Yosua, Ferdy Sambo keluar dari Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (5/10). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

Fase Ketiga

Sedangkan untuk fase terakhir atau yang ketiga, disebut Febri sebagai fase penegakan hukum yang sudah berjalan bahkan sampai saat ini. Dalam tahapan ini berharap tak ada lagi skenario alternatif, rekayasa, apalagi kebohongan terkait rentetan peristiwa yang sebenarnya terjadi dalam perkara.
ADVERTISEMENT
Untuk itu dibuktikan pembuktian sesungguhnya dalam fase ini, di mana nantinya seluruhnya akan berjalan di proses persidangan.
”Kami berharap ada batas yang lebih tegas antara fase skenario atau fase rekayasa atau fase kebohongan tadi, dengan upaya penegakan hukum yang masih berjalan sampai saat ini,” tegas Febri.
Dalam proses pembuktian hukum ini, Febri menyampaikan bahwa Sambo mengakui perbuatannya. Ia pun mengakui bahwa ia sangat emosional kala itu.
”Dalam catatan kami Pokok fase ketiga ini adalah satu FS menyesal sangat emosional dan berkomitmen kooperatif dalam menjalankan seluruh proses hukum,” ujarnya.
Besarnya komitmen Sambo untuk kooperatif dengan penanganan perkaranya, menurut Febri, terlihat dari keinginan Sambo yang berjanji akan menyampaikan informasi sebenarnya terkait hal apa saja yang ia perbuat. Termasuk skenario tembak menembak yang menurut Febri dibuat Sambo untuk melindungi Richard Eliezer.
ADVERTISEMENT
”FS juga mengakui skenario tembak menembak dilakukan di rumah duren tiga untuk menyelamatkan RE dan FS meminta saksi. Dia sudah meminta saksi RR, KM, dan PC untuk menyatakan kejadian yang sebenarnya dia mulai membuka diri menyampaikan keterangan yang sebenarnya ke penyidik. Tidak cukup hanya itu juga meminta pada saksi-saksi lain untuk menyatakan kejadian yang sebenernya,” ucap Febri.
”Ini adalah bentuk komitmen untuk bisa menjalankan proses hukum secara kooperatif namun tentu kita betul harus memisahkan fase kedua tadi dengan fase ketiga upaya penegakan hukum, upaya menggali kebenaran itu bisa dilakukan,” sambungnya.
Untuk itu ia berharap seluruh pihak terkait termasuk persidangan yang nantinya akan memutuskan bersalah atau tidaknya Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dapat bersikap netral dan adil.
ADVERTISEMENT
Salah satunya yakni membuat keputusan dengan didasari fakta, bukti, serta rekomendasi terkait perkara ini yang sebelumnya telah disampaikan Kepolisian hingga Komnas HAM.
”Kita berada pada fase ketiga saat ini, kita berada pada fase di mana kita berupaya mencari kebenaran yang benar bukan hanya klaim, bukan hanya asumsi bukan hanya hipotesis saja apalagi rekayasa-rekayasa hukum berikutnya. Jangan sampai itu terjadi,” kata Febri.
”Proses persidangan yang sangat kita hormati, majelis hakim yang sangat kita hormati, independensi dan imparsialitasnya menjadi hal penting yang harus kita jaga bersama-sama agar yang salah dihukum dan yang tidak salah jangan sampai dihukum seolah dia bersalah,” pungkasnya.