Temuan Ombudsman: Pungli di Rutan Depok, Beli Kamar Grade A Rp 8 Juta

5 Maret 2019 18:34 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jakarta Raya, Teguh Nugroho. Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jakarta Raya, Teguh Nugroho. Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
ADVERTISEMENT
Ombudsman RI mengungkap adanya praktik pungutan liar (pungli) di Rutan Kelas II B Depok, Jawa Barat. Dari investigasi tertutup, praktik pungli di Rutan Depok sudah terbilang parah. Sebab, pungli hampir ditemui di sejumlah sektor.
ADVERTISEMENT
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jakarta Raya, Teguh Nugroho, menuturkan, investigasi Ombudsman dilakukan setelah menerima laporan dari masyarakat. Penelusuran dilaksanakan secara tertutup, mulai dari Januari hingga Februari 2019.
"Temuan di lapangan seperti pengunjung sering kali memberikan beberapa kebutuhan yang dibutuhkan oleh rutan. Seperti makanan yang dipesan petugas rutan, memberikan perlengkapan salat untuk di musala, memberikan televisi, dispenser, dan lain-lain," kata Teguh saat ditemui di kantornya, Selasa (5/3).
Tamuan berikutnya adalah penempatan kamar tahanan dengan harga yang bervariasi, mulai dari kelas A hingga F. Biaya yang dibayarkan untuk mendapatkan kamar tersebut berkisar Rp 2 juta hingga Rp 8 juta.
"Itu bayar sekali, dan bayar Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu per minggu ke petugas melalui tamping (tahanan pendamping)," tutur Teguh.
ADVERTISEMENT
Ada pula temuan lainnya seperti penerapan biaya bagi pengunjung saat menemui tahanan. Uang sejumlah Rp 25 ribu hingga Rp 150 ribu diberikan kepada kepala kamar.
Napi juga dikenakan uang iuran sebesar Rp 25 ribu sampai Rp 120 ribu per bulan yang disetorkan kepada foreman, dengan sepengetahuan petugas.
Ilustrasi narapidana Foto: Thinkstock
Selain itu, Ombudsman juga menemukan pungli makanan ringan, hingga instruksi agar keluarga mengirimkan uang ke rekening koperasi rutan bernama PT Anugerah Acara Abadi, yang dikenakan potongan 5 persen.
Selain dalam bentuk materi, ada juga praktik tahanan atau narapidana yang melakukan tindakan asusila di ruangan kunjungan. Selain itu, praktik penggunaan telepon genggam juga ditemukan dengan meminta bantuan petugas yang dibanderol dengan sejumlah uang.
ADVERTISEMENT
Napi juga ditawari layanan pembebasan bersyarat dan cuti bersyarat bagi yang sudah menjalani hukuman 2/3 atau 1/2 masa tahanannya. Tawaran tersebut dibahasakan dengan istilah 'tol cepat, jalur semi cepat, non tol'.
"Jalur cepat tol dengan biaya Rp 5 juta atau lebih. Setelah bayar, warga binaan pemasyarakatan punya hak sesuai dengan hitungan Bapas dan Kanwil Kemenkumham Jabar dengan mendapatkan surat keputusan dalam waktu relatif lebih cepat. Jalur semi cepat, dengan biaya 1 juta melalui beberapa tahapan sidang oleh petugas Bapas dengan hadapan mendapatkan pembebasan bersyarat dan cuti bersyarat tapi relatif lama dan bertele-tele," kata Teguh.
"Bagi warga binaan pemasyarakatan yang mengajukan tanpa bayar biaya tertentu biasanya berkas persyaratannya tidak diproses dengan cepat. Seringkali ditahan petugas sampai warga binaan tersebut bayar uang dengan jumlah tertentu," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Teguh, hasil temuan ini sudah disampaikan kepada Kepala Rutan Depok. Ombudsman juga telah merekomendasikan sejumlah terobosan yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan hal tersebut.