Terawan: Vaksin Nusantara Tak Butuh Cold Chain Khusus

16 Juni 2021 13:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Calon vaksin COVID-19 berbasis sel dendritik, vaksin Nusantara, sudah menyelesaikan uji klinis fase II. Eks Menkes Terawan Agus Putranto yang menggagas vaksin itu pun mengungkap, proses distribusi vaksin Nusantara yang juga disebut imunoterapi ini sangat simpel dan tak butuh cold chain.
ADVERTISEMENT
"Kami akan memaparkan mengenai bagaimana sih cara membuat vaksin dendritik imunoterapi atau vaksin imunoNusantara atau vaksin Nusantara, mau diberi nama apa saja, yang intinya adalah vaksin sel dendritik imunoterapi, dan dunia mengatakan sebagai dendritic cell vaccine imunoteraphy? Ini wujudnya satu paket begini," kata Terawan dalam RDP bersama Komisi VII, Rabu (16/6).
"Inilah yang nanti kalau di kemudian hari didistribusikan ke mana saja sehingga tidak perlu cold chain, untuk mendistribusikannya cukup semua peralatan ini. Sangat simple. Pada hari pertama kita bisa dilakukan di rumah sakit atau klinik atau di mana saja yang paling tidak punya sentrifus dan punya biological safety cabinet," lanjut dia.
Selengkapnya, Terawan menerangkan hanya dibutuhkan sejumlah tabung, zat kimia, dan darah pasien untuk membuat vaksin Nusantara atau imunoterapi corona ini. Dalam vaksin Nusantara, setiap pasien akan diambil darahnya untuk diproses selama 7 hari hingga menjadi vaksin, kemudian disuntikkan kembali ke pasien.
ADVERTISEMENT
Selama ini vaksin yang biasa digunakan, termasuk vaksin COVID-19, harus disimpan dalam suhu tertentu dari produsen hingga sampai ke konsumen (cold chain). Misalnya 2-8 derajat untuk vaksin Sinovac dan AstraZeneca.
Tetapi karena vaksin Nusantara diproses di fasilitas kesehatan di mana pasien di ambil darah, lalu kemudian akan menerima suntikan, vaksin ini tidak memerlukan cold chain. Vaksin tak perlu didistribusikan jarak jauh hingga sampai ke penerima.
Sementara itu, Terawan juga menolak sejumlah tuduhan bahwa vaksin Nusantara adalah vaksin Amerika karena sejumlah komponen yang diimpor. Ia menekankan bahan impor yang dipakai dalam vaksin Nusantara sangat kecil, dan memang terpaksa digunakan untuk saat ini.
"Memang pertama kali membuat vaksin ini. Tapi isi dari vaksin ini hampir 90 persen lebih bahan produksinya sudah ada di Indonesia, bahkan dibuat di Indonesia. Beberapa memang dibuat di Amerika seperti larutan antigen protein dan media diferensiasi. Dua hal ini yang kami masih harus datangkan [impor] karena memang kita belum sampai research and development untuk membuat itu," terang dia.
ADVERTISEMENT
"Masih impor, tapi di kemudian hari 2 bahan di antara 24 atau 25 lebih bahan yang di pakai vaksin ini, kemudian hari kita bisa buat sendiri karena itu sangat simpel. Baik dalam pembuatan antigen karena itu rekombinan termasuk media diferensiasinya, di sini karena paten sudah mereka miliki harus kita harus bekerja sama," imbuhnya.
Infografik serba-serbi vaksin Nusantara Terawan. Foto: kumparan
Sebelum ini, vaksin Nusantara tak mendapat izin uji klinis fase II dari BPOM karena tak memenuhi syarat, di antaranya terkait kualitas produksi dan sterilitas. Tak lama, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala Staf AD Jenderal TNI Andika Perkasa, dan Kepala BPOM Penny K. Lukito justru menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) terkait penelitian sel dendritik pada 19 April lalu.
ADVERTISEMENT
MoU tersebut menyepakati penelitian berbasis sel dendritik di RSPAD Gatot Subroto. Sehingga kelanjutan pengembangan vaksin Nusantara yang juga dilakukan di RSPAD dan RS Kariadi dipertanyakan.
Namun, nyatanya uji klinis II sudah rampung. Terawan, keluarga, hingga tokoh penting seperti Aburizal Bakrie dan Dahlan Iskan diketahui telah menjadi relawan dalam imunoterapi COVID-19 ini.
"Kebetulan uji klinis dua ini sudah dikerjakan sampai hampir selesai, dan kemudian muncul MoU dari pejabat negara, sehingga kami sudah selesaikan dulu sebelum adanya Mou itu muncul," kata Terawan.
"Jadi saya juga sudah [divaksin Nusantara], masa saya bikin sendiri ndak berani nyuntik sendiri. Termasuk anak dan istri saya juga sama [sudah].
Jadi yang dikatakan bikinan Amerika dan sebagainya, ya selama ini saya diam saja," tambah dia.
ADVERTISEMENT
"Untuk apa dijawab? Karena itu kan mereka berpendapat. Pendapat enggak perlu dijawab tapi dengan saya buktikan,' tandas Terawan.