Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Terkuaknya Fakta Baru Kasus Ipda Fajri Saat Rapat di DPR
7 Februari 2025 9:09 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Komisi III DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) terkait kasus anggota Polres Bireun Ipda Yohananda Fajri yang diduga memaksa mantan pacarnya melakukan aborsi berakhir damai. Rapat yang digelar pada Kamis (6/2) itu dihadiri oleh Kabid Propam Polda Aceh, Kombes Edwwi Kurniyanto dan Gubernur Akpol, Irjen Krisno H. Siregar.
ADVERTISEMENT
Dalam rapat tersebut anggota Komisi III menanyakan soal rangkaian kasus tersebut hingga penyelesaiannya. Salah satu yang disorot DPR ialah kasus ini tidak dibawa ke ranah pidana.
“Bagi saya, Pak, ini tindak pidana. Ada banyak pasal yang mengatur aborsi, Pak,” ujar anggota Komisi III dari NasDem, Rudianto Lallo, saat rapat bersama Polda Aceh di gedung Parlemen, Jakarta pada Kamis (6/2).
“Makanya saya tergelitik, seakan-akan ini bukan kasus [pidana], Pak,” ucapnya kepada Kabid Propam Polda Aceh.
Berikut fakta-fakta yang terkuak dalam RDP tersebut:
Kasus Berakhir Damai
Kasus dugaan pemaksaan aborsi yang dilakukan oleh Ipda Yohananda Fajri kepada mantan pacarnya, VF, ternyata berakhir damai. Kesepakatan itu diambil kedua pihak usai dipertemukan Bid Propam Polda Aceh di Cafe & Concept, Bali pada Kamis (30/1) lalu.
ADVERTISEMENT
“Dengan hasil sepakat berdamai dan tidak memperpanjang permasalahan kedua belah pihak yang selama ini dipermasalahkan,” ujar Kabid Propam Polda Aceh, Kombes Edwwi Kurniyanto saat RDPU bersama Komisi III DPR RI, di gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (6/2).
Eddwi mengatakan, kedua belah pihak, baik Ipda Yohananda Fajri dan VF, mengaku tak akan memperpanjang masalah ini.
“Dari langkah-langkah yang kami lakukan sampai mitigasi, dari pihak saudari VF sampai saat ini dan sekarang tidak mempermasalahkan lagi dan ini dianggap adalah masalah pribadi dan tidak akan memperpanjang,” sambung Eddwi.
Namun, langkah damai itu menuai kritik dari Komisi III DPR. Langkah ini menurut anggota Komisi III sebagai langkah yang tak masuk akal. Menurut mereka, masalah aborsi bukan soal pribadi, namun pelanggaran pidana.
ADVERTISEMENT
“Bagi saya, Pak, ini tindak pidana. Ada banyak pasal yang mengatur aborsi, Pak,” ujar anggota Komisi III dari NasDem, Rudianto Lallo, saat rapat bersama Polda Aceh di gedung Parlemen, Jakarta pada Kamis (6/2).
“Makanya saya tergelitik, seakan-akan ini bukan kasus [pidana], Pak,” ucapnya kepada Kabid Propam Polda Aceh.
Rudi menilai, langkah mitigasi Bidang Propam Polda Aceh seakan-akan melindungi Ipda Fajri dari hukuman pidana.
“Sedih saya Pak, kalau kemudian ada oknum yang harusnya ditindak sebagai pelayan, pelindung masyarakat lalu kemudian dia melakukan melanggar hukum lalu kemudian dia terkesan dilindungi, ya ini jadi pertanyaan publik,” ujarnya.
Pemeriksaan Sumir, Harus Diproses Pidana
Anggota Komisi III dari Golkar, Mangihut Sinaga, juga meminta kasus ini lebih diusut lagi. Kalau memang terbukti ada aborsi, Polda Aceh harus menyeret Ipda Fajri serta mantan pacarnya, VF, ke ranah hukum pidana.
ADVERTISEMENT
“Penjelasan dari Kabid Propam dan pemeriksaannya kami anggap masih sangat sumir. Lalu disimpulkan kok mau langsung dilakukan mitigasi, perdamaian,” ujarnya.
“Pemeriksaan ini belum terungkap secara menyeluruh, apa benar si VF ini hamil? Apakah sudah diperiksa juga dokternya yang menyatakan hamil? Dan kapan dilakukan aborsinya? Di mana tempatnya?” sambungnya.
“Ini tidak boleh dimitigasi, ini ngeri lho,” tambahnya.
Maka itu, Komisi III DPR meminta Kadiv Propam Mabes Polri untuk mengusut kasus tersebut. Permintaan itu tertuang dalam kesimpulan RDP.
“Komisi III DPR RI meminta Kadiv Propam Mabes Polri untuk mengusut dugaan tindak pidana pemaksaan aborsi yang dilakukan oleh Ipda YF secara profesional sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” begitu bunyi poin 2 kesimpulan rapat.
ADVERTISEMENT
Ipda Fajri Tetap Jalani Sidang Etik
Meski Ipda Fajri telah berdamai dengan mantan pacarnya tersebut, ia tetap dipriksa secara etik karena perbuatannya dianggap mencoreng citra institusi Polri.
“Dalam pelaksanaan gelar penyelidikan Paminal terhadap Ipda YF, ini dikategorikan memang menurunkan citra Polri,” ujar Kombes Edwwi di RDPU bersama Komisi III DPR RI, di gedung Parlemen, Jakarta pada Kamis (6/2).
“Sehingga untuk proses lanjutannya akan dilanjutkan ke pihak Wabprof dan dilanjutkan ke pemeriksaan kode etik,” sambungnya.
Kasus Terjadi saat Masih Akpol, tapi Tidak Ada Laporan
Kasus Ipda Fajri terjadi pada 2022 saat ia masih menjadi taruna Akpol tingkat III. Saat itu Fajri tak ketahuan melakukan tindakan asusila.
Kasus baru mencuat di awal tahun 2025 usai sang mantan pacar membagikan curhatannya itu di media sosial. Fajri lulus Akpol pada 2023.
ADVERTISEMENT
Irjen Krisno H. Siregar yang baru menjabat Gubernur Akpol di tahun 2024 mengatakan Ipda Fajri bisa langsung dipecat dari Akpol bila kasus itu terungkap di 2022.
“Ketika saya ngikutin penjelasan Kabid Propam Aceh, kalau ini kami ketahui di awal, ya bisa kami pecat Pak,” ujarnya saat rapat bersama Komisi III DPR RI, di gedung Parlemen, Jakarta pada Kamis (6/2).
Menurutnya, antara mahasiswa biasa dan taruna Akpol itu berbeda. Taruna Akpol bisa langsung dikeluarkan bila ketahuan melakukan tindakan asusila.
Ia mengatakan aturan di Akpol memang keras. Tidak hanya terbukti asusila, berduan dengan bukan muhrim di tempat tertutup seperti hotel saja bisa langsung dipecat.
“Kalau kasus ini dilaporkan ke kami, tanpa perlu kami buktikan terjadi perbuatan asusila di dalam, ini bisa kami pecat. Kan sangat tinggi pak standarnya, hanya dia boleh (di hotel bersama) adalah saudara kandungnya, apakah ibunya atau saudara kandungnya,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Pernah Aniaya Junior hingga Asusila
Gubernur Akpol, Irjen Krisno H. Siregar, membeberkan pelanggaran yang pernah dilakukan Fajri selama menjadi taruna Akpol. Menurutnya, ada dua pelanggaran menonjol.
“Yang pertama, tahun 2021, 10 Mei ketika itu Covid, nah pembelajaran, dia menggunakan pakaian sipil dan sudah dihukum sidang Wanak. Pelanggaran disiplin berat,” kata Krisno saat rapat bersama Komisi III DPR RI, di Gedung Parlemen, Jakarta pada Kamis (6/2).
“Jadi pada saat itu COVID sehingga taruna juga belajarnya out of campus. Tapi tetap diawasi dengan cara virtual oleh para pengasuh. Sehingga ia harus menghadapi hukuman berdasarkan keputusan Gubernur Akpol nomor Kep/63/V/2021 yakni turun pangkat. Jadi turun pangkat pak bukan turun tingkat,” tambah dia.
Pelanggaran kedua yang dilakukan oleh Fajri adalah tindak kekerasan. Sayangnya, Krisno tak menjelaskan kekerasan terhadap siapa yang dilakukan.
ADVERTISEMENT
“Untuk kasus ini dia harus turun tingkat dan pangkat,” sambungnya.
Saat kejadian pemaksaan aborsi, Fajri merupakan taruna Akpol tingkat III. Krisno belum menjabat gubernur Akpol ketika hal itu terjadi.