Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Staf ahli Wali Kota sekaligus Pelaksana Harian Kepala Dinas PU Kota Pasuruan nonaktif Dwi Fitri Nurcahyo divonis lima tahun penjara. Dwi dinilai terlibat perkara suap pengadaan jasa dan barang yang menjerat Wali Kota Pasuruan nonaktif Setiyono.
ADVERTISEMENT
Putusan tersebut dibacakan majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya pada Jumat (17/5). Selain Dwi, seorang staf kelurahan Purutrejo bernama Wahyu Tri Hardianto juga dinyatakan bersalah karena terlibat di kasus yang sama. Wahyu divonis 4 tahun penjara.
"Mengadili terdakwa satu dan dua terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata ketua majelis hakim I Wayan Sosiawan di persidangan.
Dalam putusannya, hakim menyatakan kedua terdakwa terbukti melanggar Pasal 12 b Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain hukuman penjara, Dwi juga diwajibkan membayar denda Rp300 juta subsider 2 bulan. Sedangkan, Wahyu dikenai denda Rp 200 juta rupiah subsider 1 bulan.
ADVERTISEMENT
Dwi juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp 80 juta. Namun, jika tidak bisa membayar uang tersebut dalam kurun waktu satu bulan, maka harta benda terdakwa akan disita oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Dengan ketentuan apabila terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi maka pidana penjara selama tiga bulan," ujar hakim.
Kedua terdakwa mengatakan menerima putusan hakim. Sementara, jaksa KPK menyatakan pikir-pikir atas vonis tersebut.
"Makanya hasil putusan ini kami laporkan kepada pimpinan (terlebih dahulu). Karena dalam putusan tadi kan ada pihak-pihak lain yang juga menerima. Tinggal bagaimana putusan dari pimpinan kami mengikuti," jelas Taufiq usai persidangan.
Ditemui terpisah, kuasa hukum Wahyu Tri Hardianto bernama Sutomo menilai putusan hakim sangat adil. Sebab, hakim sudah mempertimbangkan peran Wahyu dalam perkara ini. Di antaranya, Wahyu sebagai tenaga honorer, hanya menerima uang paling sedikit dan sudah dikembalikan, serta bersikap sopan di hadapan majelis hakim.
ADVERTISEMENT
"Coba tidak jadi satu (pasal) mungkin Wahyu lebih rendah untuk penyerapan hukumannya. Saya salut hakim sebenarnya, coba jaksa (jika) akan menuntut lebih rendah, mungkin hakim akan memutus lebih rendah," terang Sutomo.
Kendati demikian, Sutomo menyayangkan pasal yang dijeratkan kepada kliennya. Sebab dia menilai ancaman hukuman pasal tersebut terlalu tinggi untuk Wahyu.
"Cuma karena jaksa dengan aturan Pasal 12 harus empat tahun (minimal ancaman bui), jadi ancaman minimal 4 tahun jadi enggak iso opo-opo (udah enggak bisa apa-apa)," imbuhnya.
Sebelumnya, Dwi Fitri Nurcahyo dituntut jaksa KPK 5 tahun penjara dengan denda Rp300 juta, subsider 6 bulan. Sedangkan, Wahyu Tri Hardianto dituntut dengan 4 tahun penjara dengan denda Rp200 juta, subsider 6 bulan.
ADVERTISEMENT
Dalam perkara tersebut, Dwi dan Wahyu terlibat dugaan korupsi belanja modal gedung dan bangunan pengembangan Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Pemkot Pasuruan. Tepatnya pada Layanan Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM).
Terdakwa Dwi dalam kasus itu diduga menerima suap sebesar Rp 139,3 juta. Sedangkan, terdakwa Wahyu menerima uang sebesar Rp 36,4 juta.