Ternyata Tidak Ada Riset yang Bilang RI Jadi Negara Fatherless Ketiga di Dunia

8 Juli 2023 13:15 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
18
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Ayah dan Anak Perempuan. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Ayah dan Anak Perempuan. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia katanya jadi negara fatherless ketiga di dunia. Namun klaim itu harus ditinjau ulang. Sebab, hingga saat ini tak ada satu pun publikasi ilmiah tentang hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Fatherless merupakan kondisi ketika seorang anak merasa tak memiliki sosok ayah. Sang ayah mungkin ada secara fisik, tetapi ia tak memberikan waktu dan perhatian yang cukup kepada si anak.

Muasal Klaim Indonesia Negara Fatherless

Berdasarkan penelusuran kumparan, klaim bahwa Indonesia jadi negara fatherless mencuat pada Mei 2023 lalu. Kala itu, sejumlah homeless media hingga media arus utama memainkan isu tersebut.
Nah, media-media tersebut merujuk pada program sosialisasi yang dilakukan mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) yang bertajuk 'Peran Ayah dalam Proses Menurunkan Tingkat Fatherless Country Nomor 3 Terbanyak Di Dunia'. Program tersebut berlangsung pada Oktober hingga Desember 2021 silam.
Ilustrasi anak disuapi ayah. Foto: Nattakorn_Maneerat/Shutterstock
Dikutip dari uns.ac.id, Qori Zuroida selaku perwakilan tim menyebut, proyek itu dilatarbelakangi fakta bahwa Indonesia menempati urutan ketiga di dunia sebagai negara dengan anak-anak ‘tanpa ayah’ atau fatherless country terbanyak per Maret 2021 lalu.
ADVERTISEMENT
“Harapannya makin banyak warga Ketitang dan calon ayah, laki-laki, atau pun ayah di Indonesia yang peduli tentang pentingnya peran ayah. Karena seperti yang dijelaskan di awal, Indonesia menempati posisi sebagai fatherless country ketiga terbanyak di dunia,” kata Qori, Sabtu (2/10/2021).
Tim Qori yang terdiri dari 10 orang itu diketuai oleh Prestiyana Kusuma Wardani, mahasiswi program studi Pendidikan Guru PAUD. Proyek tersebut merupakan proyek Kurikulum Merdeka sebagai pengganti mata kuliah Parenting di semester 5.
Prestiyana Kusuma Wardani mahasiswi UNS ketua proyek edukasi parenting soal fatherless. Foto: Dok. pribadi/Prestiyana Kusuma Wardani
Saat dihubungi kumparan pada Jumat (7/7/2023), Prestiyana mengaku klaim soal peringkat fatherless itu didapatnya dari berita CNN. Dia juga sempat mencari referensi lain dari skripsi yang turut memuat klaim itu.
"Ini karena kepepet deadline pendaftaran proyek, jadinya kita ngambilnya dari web-nya CNN gitu, jadi dari berita CNN aja," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Jauh sebelum acara di UNS, klaim tersebut sebetulnya sudah ada sejak 2012 silam. Hal itu dapat dilihat melalui diskusi warganet di Twitter. Kami memperoleh data percakapan di masa lalu dengan mempersempit pencarian melalui fitur Twitter Search Advance. Kala itu, ada warganet yang mempertanyakan sumber dari klaim tersebut.
"Katanya Indonesia termasuk 'fatherless country' nomor 3 di dunia, cuma waktu 17 menit per hari buat anaknya, ada yang punya referensinyakah?," kata warganet Rakhmita di Twitter pada 4 Januari 2012.
Tangkapan layar diskusi soal fatherles di twitter pada 2012. Foto: kumparan
Klaim itu rupanya muncul dari sebuah acara Kick Andy di Metro TV berjudul 'Ancaman Seks Bebas di Kalangan Remaja' pada 5 Februari 2011 silam. Dalam diskusi itu, seorang psikolog Elly Risman menyebut istilah fatherless untuk menggambarkan minimnya peran ayah dalam memperhatikan pergaulan anaknya.
ADVERTISEMENT
"Indonesia ini a fatherless country, negara tanpa ayah. Ayah hadir secara fisik, ayah tidak hadir secara emosional, dia enggak hadir secara spiritual buat anaknya," kata Elly di Kick Andy.
Kami lalu menghubungi Elly terkait data fatherless yang ia maksud. Kami mengajukan permohonan wawancara terkait hal tersebut kepada manajemennya. Namun, rupanya Elly belum berkenan untuk dimintai keterangan.
"Mohon maaf, saat ini Ibu Elly sedang cukup padat kesibukannya," kata manajemen Elly saat dihubungi kumparan, Jumat (7/7).
Selain menghubungi Elly, kami juga menghubungi pegiat keayahan, Irwan Riwandi. Dalam sejumlah kesempatan, Irwan kerap menyebut Indonesia sebagai negara fatherless ketiga di dunia. Pernyataan Irwan itu pun sering dikutip sejumlah media.
"Sumbernya dari pernyataan Bu Khofifah sewaktu jadi Mensos yang beliau dapatkan beberapa hasil penelitian internasional," kata Irwan saat dihubungi terpisah.
Irwan Rinaldi. Foto: yru.or.id
Khofifah saat menjadi menteri sosial memang sempat menyebut Indonesia sebagai negara fatherless ketiga di dunia. Namun, pernyataan yang diucapkan pada 2017 itu diucap sambil lalu. Kemensos tak pernah merilis detail dari data yang dimaksud.
ADVERTISEMENT

Tak ada bukti publikasi ilmiah

Kami lalu mencoba menelusuri riset, survei, hingga publikasi tentang peringkat fatherless di dunia. Hasilnya? Nihil.
Pencarian kami dimulai dengan membuka Google Scholar dengan keyword 'fatherless ketiga di dunia'. Ada 431 hasil publikasi kampus yang mengandung kata kunci tersebut.
Tangkapan layar google scholar soal fatherless. Foto: Dok. Google Scholar
Persoalannya, kata kunci fatherless dalam sejumlah publikasi tersebut bak lingkaran setan. Kutipannya selalu mengacu pada publikasi lain. Sementara publikasi lain yang dimaksud mengacu lagi kepada media-media yang sumbernya saja tidak jelas.
Sementara itu, kami juga mencari publikasi internasional tentang klaim tersebut. Hasil pencarian lalu bermuara pada sebuah laporan berjudul 'The Fatherhood Report: The Fairness in Families Index'. Laporan itu terbit pada 2010 dan 2016.
ADVERTISEMENT
Dalam laporan pada 2010, disebutkan bahwa Finlandia adalah negara terbaik dalam merawat anak. Rasio ayah dan ibu dalam mengasuh anak tak begitu jauh berbeda. Sementara di Austria, rasio ayah mengasuh anak cuma 22,8 menit di tiap satu jam ibu mengasuh anaknya.
Data tentang ayah dan ibu yang memberikan perhatiannya ke anak. Foto: Dok. The Fatherhood Institute
Negara-negara yang ada dalam laporan itu memang terbatas. Yang jelas Indonesia tak ada dalam daftar tersebut. Pada 2016, Portugal didaulat menjadi negara yang ayahnya paling peduli dengan keberadaan anaknya.
Data tentang ayah dan ibu yang memberikan perhatiannya ke anak. Foto: The Fatherhood Institute
Sementara itu, Rutgers Indonesia merilis sebuah laporan berjudul 'State of the World’s Fathers' pada 2015. Publikasi internasional ini menyoroti absennya ayah dalam perkembangan anak di Indonesia. Meski begitu, laporan tersebut bersifat kualitatif. Tidak ada data soal peringkat negara fatherless di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Dalam laporan itu, disebutkan bahwa para ayah di Indonesia terbiasa bekerja ke luar rumah untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan rumah tangga. Sementara, para ibu bertugas mengurus pekerjaan rumah tangga, termasuk anak-anak. Ironisnya, tulis laporan itu, jika ibu memutuskan bekerja untuk menambah pendapatan, sang ibu itu tetap dibebankan untuk mengurus urusan domestik.
“Tidak mengherankan jika mayoritas ayah Indonesia menginternalisasi norma bahwa peran mereka dalam keluarga terbatas pada penyedia kebutuhan dan keuangan keluarga,” tulis Rutgers Indonesia.
State of the Worlds Father. Foto: Dok. Rutger Indonesia
Pemerhati anak sekaligus eks komisoner KPAI 2017-2022, Retno Listyarti, menyebut pihaknya juga sering mendengar soal Indonesia jadi negara ketiga fatherless di dunia. Meski begitu, dirinya tak pernah menemukan data yang pasti soal klaim tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kalau data saya enggak pernah tahu. Dan mungkin enggak ada ya," kata Retno saat dihubungi.
"Mungkin orang itu punya asumsi karena budaya di negeri kita peran ayah kecil. Karena di sini patriarki ya, lelaki itu punya relasi yang dianggap lebih kuat," sambungnya.
Eks komisioner KPAI, Retno Listyarti di SMPN 147 Ciracas. Foto: Reki Febrian/kumparan
Terlepas dari tiadanya data soal peringkat Indonesia, Retno menyebut kondisi fatherless bisa dirasakan. Hal itu, misalnya, dapat dilihat dari fenomena ibu yang mengambil rapor di sekolah.
"Kalau kita ingin punya generasi muda yang oke dan andal, ayah harus punya peran dari ibunya mengandung. Jadi siap mengantar istrinya memeriksa kehamilan, akan siaga dalam detik-detik anaknya lahir. Begitu anaknya lahir dia mengambil cuti besar untuk bisa bersama si anak. Itu adalah hal yang sebenarnya harus dilakuin," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan jajak pendapat yang digelar Populix pada Juni 2023 lalu, sekitar 31,1 persen responden mengaku berada dalam kondisi fatherless. Jajak pendapat dilakukan kepada 2.565 responden.

Proporsi Pola Asuh Anak Menurut Survei KPAI

ADVERTISEMENT
Pada 2015, KPAI merilis sebuah laporan berjudul 'Kualitas Pengasuhan Anak di Indonesia: Survei Nasional dan Telaah Kebijakan Pemenuhan Hak Pengasuhan Anak di Indonesia'.
Jumlah sampel atau responden dalam survei ini adalah 800 keluarga dengan total 2.400 responden. Mereka adalah 800 responden ayah, 800 responden ibu, dan 800 responden anak yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Survei tersebut dilakukan untuk merepresentasi opini ayah, ibu, dan anak terkait pola asuh.
Ilustrasi ayah main lempar anak ke udara. Foto: leungchopan/Shutterstock
Penelitian ini menemukan fakta bahwa kualitas pendidikan dan pengetahuan orang tua terkait pengasuhan anak masih lemah. Disebutkan baru sebesar 27,9 persen ayah dan 36,9 persen ibu mencari informasi merawat dan mengasuh anak sebelum menikah.
ADVERTISEMENT
Sementara 38,9 persen ayah dan 56,2 persen ibu mencari informasi merawat dan mengasuh anak setelah menikah. Nah, pada praktik pengasuhan anak pada fase awal, proporsi ibu juga lebih besar yaitu 89,9 persen, sementara ayah 69,9 persen.
Praktik pengasuhan pada fase awal. Foto: KPAI
Keterlibatan orang tua secara langsung dalam proses pengasuhan anak disebutkan masih rendah, baru 26,2 persen ayah dan 25,8 persen ibu menyatakan proses pengasuhan anak tidak dibantu dan tidak dialihkan kepada orang lain.
Kuantitas dan kualitas waktu berkomunikasi orang tua dengan anak juga masih sangat minim, secara kuantitas rata-rata waktu berkomunikasi dengan anak hanya 1 jam per hari yakni sebesar 47,1 persen untuk Ayah dan 40,6 persen untuk Ibu.
Kuantitas waktu orang tua berkomunikasi dengan anak. Foto: KPAI
"Minimnya waktu orang tua berkomunikasi dengan anak, berpotensi pada hilangnya keakraban, kehanggatan dan keharmonisan hubungan antara orang tua dan anak dalam keluarga," tulis laporan tersebut.
ADVERTISEMENT
Kebiasaan orang tua mendampingi anak dalam memilih permainan sudah cukup baik dimana 74,1 persen ayah dan 76,6 pesen ibu menyatakan mendampingi anak dalam memilih permainan sesuai dengan tumbuh kembangnya.
Kebiasaan berinisatif aktif untuk berdiskusi dengan anak. Foto: KPAI
Selain itu, penelitian ini menemukan data bahwa 56,5 pesen ayah dan 55,8 persen ibu memberikan fasilitas handphone dan smartphone yang memiliki jaringan internet. Namun 44,4 persen ayah dan 42,8 pesen ibu menyatakan tidak melakukan pengawasan dan pendampingan terhadap anak dalam mengakses media.