Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Terowongan Silaturahmi Istiqlal-Katedral: Perangkul Dua Iman
18 April 2025 19:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Di jantung Kota Metropolitan, ada terowongan yang tak hanya menyambung dua bangunan, tapi juga dua harapan. Namanya sederhana; Terowongan Silaturahmi. Tapi di dalamnya, tersimpan kisah panjang tentang kasih yang memilih bertaut, bukan berpisah.
ADVERTISEMENT
Hari ini, Jumat (18/4) umat Kristiani datang menyambut Jumat Agung. Dari arah Masjid Istiqlal mereka berjalan, meniti terowongan sedalam tiga meter, dengan lampu-lampu bergelantungan seperti doa yang tak putus-putus dipanjatkan. Di kiri-kanannya, karya seni menghiasi, menyampaikan pesan bahwa keindahan bisa lahir dari perbedaan.
Dan ketika kaki melangkah, terdengar alunan yang merasuk jiwa: dentang lonceng Katedral menyambut dari kejauhan, berpadu dengan gema beduk Istiqlal yang mengantar doa. Musik langit yang tak pernah disusun partitur, tapi mampu menyentuh ruang batin terdalam.
Di tengah arus manusia yang lalu-lalang ada Seto (54), yang hari itu datang sendiri. Dari Kalideres ia bertolak, menyambangi Katedral setelah memarkir kendaraan di Istiqlal. Baginya, terowongan ini bukan sekadar akses fisik. Ia adalah pengingat akan pentingnya silaturahmi.
ADVERTISEMENT
"Kesannya bagus sekali. Memang kita harus bersilaturahmi, memang seperti itu. Cuma jeleknya [terowongannya] pendek, kependekan jaraknya," ujar Seto sambil tertawa.
Datang untuk Ibadat Jumat Agung sesi ketiga pukul enam sore, Seto mengaku sering memarkir kendaraan di Istiqlal, bahkan saat tak beribadah.
"Sering kok saya parkir di Istiqlal. Atau ada kegiatan memang di Istiqlal, parkir juga di Istiqlal," ucap dia.
Bagi Seto, Terowongan Silaturahmi sebagai tahap awal merupakan hal yang baik untuk saling menyambung rasa antarumat beragama. Namun, ada ruang yang jauh lebih luas untuk saling bertoleransi.
"Saya juga sempat aktif bantuin di Dewan Masjid Indonesia Provinsi DKI Jakarta, ini dia. Jadi kalau saya bilang sih oke lah ini dia toleransinya," terang dia.
ADVERTISEMENT
Seto berharap ke depannya antarumat beragama dapat saling bertoleransi lebih dalam bukan hanya sekadar simbol belaka.
"Yang lebih baik kita damai saja. Pengurusan misalnya sebagai minoritas, pengurusan izin-izin rumah ibadah lebih gampang," harap Seto.
Sementara itu, ada wanita paruh baya bernama Rosa (67). Usai beribadah, ia melangkah tenang dari Katedral menuju parkiran Istiqlal.
"Sangat nyaman ya. Tidak kehujanan, tidak macet. Langsung ke tempat ibadah. Ya, adanya kerukunan ya, solidaritas keagamaan," kata Rosa.
Rosa juga menaruh harapan yang sama dengan Seto agar umat beragama saling tenggang rasa, saling toleransi tanpa perlu ada konflik yang tak perlu.
"Ya, semoga di tempat lain juga bisa seperti ini juga. Semakin rukun, dan semakin menghormati satu sama lain," ucap dia.
ADVERTISEMENT
Di terowongan itu, mungkin tak ada doa yang diucap keras-keras, tapi semuanya terasa seperti ibadah. Sebuah pengakuan diam-diam bahwa kerukunan bukanlah hal yang mustahil, selama masing-masing bersedia bertemu di tengah.