Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Tersangka hoaks 7 kontainer surat suara tercoblos, Yoga Herlangga, mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pengajuan praperadilan dilakukan tim kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
ADVERTISEMENT
"Kami dari kuasa hukum Yoga Herlangga, dari LBH Jakarta hendak mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan tersangka Muhamad Yoga Herlangga penyebaran hoaks tujuh kontainer surat suara yang terjadi pada 2 Januari 2019," kata pengacara Oky Wiratama dari LBH Jakarta di PN Jaksel, Jalan Ampera, Jakarta Selatan, Selasa (9/4).
Oky mengatakan gugatan tersebut dilayangkan untuk Bareskrim Polri. Pengacara menilai ada kesalahan dalam penanganan kasus hoaks 7 kontainer yang menjerat Yoga sebagai tersangka.
Sebab, kata dia, penyidik Polres Bogor dan Bareskrim Polri saat menangkap Yoga tidak menunjukan surat perintah. Hal tersebut juga terjadi pada saat penggeledahan dan penyitaan. Bahkan, Oky mengatakan ketua RT setempat tidak mengetahui ada proses penangkapan tersebut.
Dia juga merasa penetapan status tersangka Yoga terlalu cepat dilakukan. Dia menceritakan, Yoga diperiksa pada tanggal 3 sampai 4 Januari dan langsung ditetapkan sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
"Seharusnya ada surat tugas, surat perintah, dan harus disaksikan oleh ketua RT ataupun saksi lainnya. Tapi ini tidak. Akhirnya dia (Yoga) ditangkap. Dia langsung di-BAP dan dibawa ke Bareskrim Polri. Meski dia lepas pada 4 Januari 2019," ujar dia.
Oleh karena itu, menurutnya, permohonan praperadilan perlu dilakukan karena tidak sahnya penangkapan, penggeledahan, penyitaan, dan penetapan tersangka Yoga. Dia mengatakan, prosedur tersebut tidak sesuai dengan Pasal 33 KUHAP dan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang manajemen penyidikan tindak pidana.
"Tanpa didahului surat-surat yang jelas, tanpa didahului dengan penyelidikan, gelar perkara. Kalau mau nangkap ada prosedurnya. Ini tidak sesuai dengan KUHAP dan Perkap no 14 tahun 2012 tentang manajemen penyidikan tidak pidana," jelas Oky.
ADVERTISEMENT
"Penggeledahan tidak sesuai, melanggar Pasal 33 KUHAP dan Peraturan Kapolri. Lalu penyitaan barang tidak sah, melanggar Pasal 38. Penetapan tersangka tidak sah karena tanpa didasari dua alat bukti yang sah. Sprindik tidak sah karena proses penggeledahan, penyitaan, penangkapan tidak sah, maka penyidikan juga tidak sah. Ini krusial, tidak bisa sewenang-wenang seperti itu," lanjutnya.
Yoga ditangkap ditangkap pada 3 Januari di rumahnya, di Cibinong, Bogor, oleh Divisi Unit Siber Bareskrim Polri. Yoga kini ditahan di Rutan Pondok Rajeg, Cibinong.
Oky kemudian menceritakan, awal mula kasus ini bermula dari postingan di akun media sosial Facebook. Dalam postingannya, Yoga mempertanyakan apakah benar info soal 7 kontainer tercoblos.
"Sebelumnya, dia mendapat info di chat WhatsApp tentang tujuh kontainer surat suara di Tanjung Priok. Dia kemudian posting di Facebook dan mempertanyakan kebenaran info tersebut. Apakah benar? Dia bukan membuat onar, tapi mempertanyakan," ucap Oky.
ADVERTISEMENT
Atas Postingan itu, Yoga dituduh telah menyebarkan berita bohong. Kasusnya, saat ini telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Cibinong.
"Tadinya dari Januari sampai awal April tidak ditahan. Tapi kemarin dia (Yoga) telah ditahan," tandas dia.
Sebelumnya, dalam keterangan tertulis milik Kejaksaan Agung pada 29 Januari 2019 lalu, Kejagung telah menerima enam berkas perkara. Keenam berkas tersebut atas nama tersangka BBP, MYH, M, S alias AK, S, dan TS terkait kasus hoaks 7 kontainer.