Terungkapnya Borok PPDS di Indonesia lewat Kajian KPK

21 Desember 2024 9:21 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KPK. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
KPK merilis kajian mereka terkait Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Pada kajian yang berjudul Identifikasi Risiko Korupsi pada Program Pendidikan Dokter Spesialis di Indonesia, itu KPK mengungkap beberapa borok dari praktek PPDS ini.
ADVERTISEMENT
Apa saja? Berikut kumparan rangkum:
Bullying-Senioritas PPDS Munculkan Pungli Hingga Rp 25 juta
Dalam hasil laporannya, ditemukan sejumlah permasalahan terkait pembiayaan hingga praktik bullying dan senioritas di PPDS. Bahkan, muncul temuan adanya biaya tambahan hingga lebih dari Rp 25 juta terkait perilaku senioritas tersebut.
"Perilaku favoritisme, senioritas, dan diskriminasi memberi dampak sistemik dalam memunculkan biaya tambahan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya mulai dari Rp 1 juta hingga lebih dari Rp 25 juta," demikian dikutip dalam laporan kajian KPK tersebut, Jumat (20/12).
Data itu didapat dari sejumlah informasi pengaduan masyarakat di KPK, yang mengindikasikan ada biaya tak resmi dan tak jelas akuntabilitasnya. Biaya itu harus dikeluarkan peserta PPDS selama mengikuti proses pendidikan.
ADVERTISEMENT
Ada Calon Peserta PPDS Diminta Tunjukkan Saldo Tabungan saat Seleksi
Tak hanya pungli, beberapa calon peserta PPDS juga ada yang diminta menunjukkan saldo tabungannya. Permintaan itu terjadi saat tahapan wawancara dalam proses seleksi PPDS.
Hal itu diungkapkan Direktorat Monitoring KPK dalam kajiannya berjudul Identifikasi Risiko Korupsi pada Program Pendidikan Dokter Spesialis di Indonesia.
"Terdapat peserta seleksi yang ditanya jumlah saldo rekening tabungan, namun ada juga yang tidak ditanyakan," demikian salah satu poin kajian tersebut, dikutip Jumat (20/12).
Ilustrasi dokter memeriksa gambar rontgen thorax paru-paru pasien. Foto: Shutterstock
Berdasarkan hasil survei, tercatat ada 58 responden yang mengaku diminta untuk menunjukkan saldo tabungannya.
Sebanyak 6 responden di antaranya menunjukkan saldo tabungan dengan nominal lebih dari Rp 500 juta, 4 responden dengan saldo Rp 250-500 juta, 11 responden dengan saldo Rp 100-250 juta, dan 19 responden dengan saldo kurang dari Rp 100 juta. Sementara 18 responden lainnya tak berkenan mengungkap nominal saldo tabungannya.
ADVERTISEMENT
Kajian KPK Ungkap Senioritas PPDS: Biayai Touring hingga Iuran Uang untuk Dosen
Pungutan yang didapat dari peserta PPDS itu digunakan untuk beragam hal. Misalnya, kebutuhan dosen untuk touring motor dan sepeda.
Temuan KPK mengungkapkan bahwa peserta PPDS umumnya bekerja sama dengan rekan seangkatannya untuk memenuhi kebutuhan dosen atau senior itu.
"Ketika didalami lewat wawancara, peserta PPDS menyebutkan memenuhi kebutuhan pribadi senior/dosen masih ada yang pada taraf wajar namun ada juga yang tidak wajar, misalnya mengantar dosen ke bandara masih dianggap wajar, namun membiayai kebutuhan hobi dosen seperti touring motor dan sepeda dianggap sudah tidak wajar," bunyi kajian.
"PPDS umumnya bekerja sama dengan rekan seangkatannya untuk memenuhi kebutuhan pribadi senior/dosen ini. Misalnya, dengan mengumpulkan sejumlah uang secara periodik dengan jumlah yang sangat variatif mulai dari Rp 50.000 per bulan hingga jutaan rupiah per semester," masih dalam laporan tersebut.
Ilustrasi dokter. Foto: Shutterstock
Peserta PPDS yang Berkerabat dengan Dosen Dapat Perlakuan Istimewa
ADVERTISEMENT
Selain soal duit, KPK juga menemukan perlakuan istimewa dari peserta PPDS yang masih berkerabat dengan dosen. Dalam survei yang dilakukan KPK, ada 37,09 persen responden peserta PPDS di wilayah Sumatera yang pernah melihat atau mengalami perlakuan istimewa tersebut.
Kemudian, 27,24 persen responden PPDS di Bali-Nusa Tenggara; 22,08 persen di Jawa, dan 13,07 persen di Sulawesi; menyatakan hal yang serupa.
Dari pendalaman dengan wawancara, terungkap bahwa penyebab perlakuan istimewa cukup kompleks dan sarat akan konflik kepentingan.
"Peserta PPDS tingkat akhir menceritakan, perlakuan sedikit berbeda kepada junior yang memiliki hubungan kekerabatan dengan dosen karena untuk membantu mereka berhubungan dengan dosen dalam mengatur jadwal PPDS secara keseluruhan dan juga melancarkan kelulusan mereka pada akhirnya," demikian kajian tersebut, dikutip Jumat (20/12).
ADVERTISEMENT
Meski begitu, peserta PPDS itu mengungkapkan perlakuan istimewa itu bukan berarti dosen memberikan beban lebih ringan.
"Tetapi lebih kepada memberikan perhatian lebih kepada peserta PPDS yang memiliki hubungan kekerabatan dengan dosen," tulis kajian itu.
Perlakuan istimewa ini dinilai akan berdampak negatif bagi pelaksanaan PPDS. Sebab, berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
"Perlakuan istimewa tersebut sangat berpotensi menimbulkan hal yang tidak objektif dalam pendidikan, bahkan praktik yang koruptif," ungkap kajian tersebut.