Tetangga di Desa Sebut Bomber Gereja Berubah sejak Pindah ke Surabaya

16 Mei 2018 16:26 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keluarga bomber tiga gereja Surabaya. (Foto: Dok. Polda Jatim)
zoom-in-whitePerbesar
Keluarga bomber tiga gereja Surabaya. (Foto: Dok. Polda Jatim)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Puji Kuswati, pelaku utama teror bom bunuh diri di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro, Surabaya, Minggu (13/5), bersama sang suami, Dita Oepriarto dinilai mempunyai kepribadian yang baik di mata tetangganya sebelum hijrah ke Surabaya.
ADVERTISEMENT
Puji Kuswati dilahirkan Desa Tembok Rejo Dusun Krajan RT 03/16, Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar. Banyuwangi, dari pasangan H.Husni (H.Koesni) dan Minarti Isfin.
Ayah dari Puji merupakan seorang pengusaha jamu. Puji tidak tercatat sebagai penduduk Muncar karena sejak usia 1,8 tahun Puji diadopsi oleh saudara orang tuanya di Magetan.
Abdur, nama samaran dari tetangga Puji, menyebutkan saat libur sekolah tiba, Puji selalu menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah orang tuanya.
Puji Kuswati. (Foto: Chandra Dyah Ayuningtyas/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Puji Kuswati. (Foto: Chandra Dyah Ayuningtyas/kumparan)
Menurut Abdur, Puji termasuk sosok yang cantik di kampungnya. DIa pendiam dan tidak mengenakan jilbab. Namun saat Puji memutuskan untuk mengenyam pendidikan di salah satu kampus akademi keperawatan di Surabaya, tampilan dan sikapnya menjadi berubah.
"Setelah lulus SMU di Magetan dia kuliah di Surabaya, nah waktu libur ulang ke Banyuwangi di situ muncul banyak perubahan, baik dari sikapnya yang tertutup dan menjauh dari orang-orang," ujar Abdur.
ADVERTISEMENT
Abdur yang tinggal 150 meter dari rumah Puji sempat mencurigai Puji telah masuk ke dalam kelompok radikal karena perubahan yang mencolok pada Puji. Pasalnya Puji yang sebelumnya tidak mengenakan kerudung tiba-tiba berubah mengenakan pakaian syar'i.
"Perbedaan yang mencolok adalah dibandingkan baik dalam sikap dan penampilan sangat berbeda, karena kedua orang tuanya dan lingkungan adalah tradisi NU. Itulah yang menjadi orang-orang agak heran melihatnya," ungkap Abdur.
Ledakan bom di gereja Surabaya. (Foto: Antara/HO/HUMAS PEMKOT)
zoom-in-whitePerbesar
Ledakan bom di gereja Surabaya. (Foto: Antara/HO/HUMAS PEMKOT)
Menurut Abdur, saat meminta izin untuk menikah dengan Dita, orang tua Puji sebetulnya tidak merestui. Sebab orang tuanya tidak sreg dan khawatir Dita akan memberikan dampak buruk dalam kehidupan Puji ke depannya.
Namun tak dijelaskan apa alasan pasti orang tua Puji tidak merestui hubungan keduanya. Restu yang tidak diberikan orang tua Puji ternyata membenarkan perasaan buruk tersebut. Abdur menyebut, sejak menikah dengan Dita, Puji semakin menjauh dari orang tuanya.
ADVERTISEMENT
"Jika pulang ke Banyuwangi hanya satu tahun sekali, atau kadang yang sering orang tuanya ke sana, ke Surabaya untuk menjenguknya," ujarnya
Abdur menyebutkan terakhir kali Puji pulang ke rumah orang tuanya pada Januari 2018 untuk menghadiri pernikahan kakaknya. Saat kembali ke Surabaya, Puji diminta orang tuanya membawa mobil Avanza karena saat itu Puji dan keluarganya tidak membawa kendaraan.
"Nah mobil itu akhirnya dipakai untuk bunuh diri oleh Dita," ujarnya.
Dita Oerpriarto. (Foto: Chandra Dyah Ayuningtyas/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dita Oerpriarto. (Foto: Chandra Dyah Ayuningtyas/kumparan)
Sementara itu tetangga di Surabaya tak ada yang curiga dengan aktivitas Dita dan Puji serta anak-anak mereka. Dalam kehidupan sehari-hari, keluarga ini bergaul seperti warga pada umumnya.
Para guru anak-anak Dita dan Puji juga tak pernah curiga dengan kehidupan keluarga ini. Sebab anak-anak mereka berprestasi. Puji juga tergolong sebagai ibu yang cerewet menanyakan perkembangan anak-anaknya di sekolah kepada guru. Mereka tak menyangka pasutri yang tampak harmonis ini adalah teroris yang mengajak anak-anaknya meledakkan bom di tiga gereja di Surabaya.
ADVERTISEMENT