Tidak Ada Negara Singgung Isu Papua pada Sidang Majelis Umum PBB 2023

29 September 2023 15:10 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyampaikan pernyataan nasional Indonesia di Sidang Majelis Umum PBB ke-78 di New York, Amerika Serikat, pada hari Sabtu, (23/9/2023). Foto: Twitter/@Kemlu_RI
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyampaikan pernyataan nasional Indonesia di Sidang Majelis Umum PBB ke-78 di New York, Amerika Serikat, pada hari Sabtu, (23/9/2023). Foto: Twitter/@Kemlu_RI
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sidang Majelis Umum ke-78 PBB (United Nations General Assembly/UNGA) berakhir pada pekan lalu. Tidak ada satu negara pun yang mengangkat isu Papua dalam konferensi tersebut.
ADVERTISEMENT
Padahal pada 2022 lalu Vanuatu masih mengangkat isu dugaan pelanggaran HAM di Papua.
Menurut Dirjen Kerja Sama Multilateral Kemlu RI, Tri Tharyat, apa yang terjadi di UNGA patut disyukuri. Sebab, kedaulatan Indonesia di Papua semakin kokoh di mata internasional.
Tri Tharyat. Foto: Jafri Anto/kumparan
"Sidang Majelis Umum PBB tahun ini tidak menyinggung isu Papua. Jadi NKRI sudah semakin dihormati," kata Tri dalam jumpa pers di gedung Kemlu, Jalan Pejambon, Jakarta Pusat, Jumat (29/9).
"Tentunya NKRI harga mati, itu menjadi bagian penting dari diplomasi kedaulatan sebuah negara," sambung dia.
Tri menjelaskan, saat berdiplomasi dengan negara-negara lain, Indonesia kerap menjelaskan soal pembangunan di Papua. Oleh sebab itu, negara-negara dunia semakin mengerti Papua sebagai bagian tak terpisahkan dari Indonesia.
Sejumlah penari menampilkan tari Isosolo dalam Festival Danau Sentani 2023 di Pantai Khalkote, Kabupaten Jayapura, Papua, Rabu (5/7/2023). Foto: Gusti Tanati/Antara Foto
"Banyak hal yang kita lakukan terkait konteks pengembangan dan pengembangan manusia dan infrastruktur di wilayah Papua, yang kedua saya bicara Papua sebagai kesatuan pulau yang bagaimana berdialog dengan negara-negara," kata Tri.
ADVERTISEMENT
"Kita berdialog menjadi perhatian dan yang kita lakukan biasanya memperoleh tanggapan positif. Kemudian ada beberapa negara mengangkat isu di Papua kita sudah melakukan beberapa hal dan yang peling penting kita berdialog terus di negara-negara untuk (menjelaskan) situasi kemajuan di Papua," sambung dia.

Isu Papua di UNGA

Bendera Vanuatu. Foto: Shutter Stock
Dugaan seputar pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat pertama kali menggema di UNGA ke-71 pada 2016. Vanuatu bersama Kepulauan Solomon, Kepulauan Marshall, Nauru, Tuvalu, dan Tonga mengangkat isu tersebut. Keenam negara itu mendesak PBB agar menyelidiki dugaan pelanggaran HAM di Indonesia.
Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasseh Sogavare, mengaitkannya dengan perjuangan kemerdekaan di kedua provinsi. Sedangkan Vanuatu mendesak Indonesia agar memberikan orang Papua kebebasan untuk menentukan nasib mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Perwakilan Indonesia dalam UNGA ke-71, Nara Masista Rakhmatia, menyebut bahwa kritik mereka memiliki motif politik. Menurut Nara, negara-negara itu sengaja mengalihkan perhatian dunia.
Sehingga, mereka dapat menutupi permasalahan dalam negeri. Dengan demikian, dia menegaskan, mereka telah melanggar kedaulatan dan integritas teritorial Indonesia.
"Sangat disesalkan dan berbahaya bagi negara-negara untuk menyalahgunakan PBB," ujar Nara, dikutip dari ABC, Senin (12/9/2016).
Negara-negara Kepulauan Pasifik mengulangi pernyataan mereka pada 2017. Selama UNGA ke-72, mereka menuduh, PBB sengaja mengabaikan apa yang mereka sebut sebagai 'kolonialisme' di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Perdana Menteri Republik Vanuatu Bob Loughman di sidang umum PBB. Foto: Youtube/United Nation
Ketika kecaman itu muncul untuk ketiga kalinya dalam UNGA ke-73 pada 2018, Indonesia menuding bahwa Vanuatu menantang hubungan antara kedua negara dan mendukung gerakan separatisme.
ADVERTISEMENT
Mantan Wakil Presiden RI, Muhammad Jusuf Kalla, juga menanggapi kritik dari Vanuatu. Dia menegaskan, perlakuan semacam itu melanggar prinsip-prinsip PBB.
"Indonesia tidak akan membiarkan negara mana pun merusak integritas teritorialnya," ujar Jusuf Kalla usai UNGA ke-73 dikutip dari The Guardian.
Vanuatu lalu mengungkapkan harapan tentang penyelidikan terkait dalam UNGA ke-74 pada 2019. Mereka menuntut investigasi langsung dari Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB (OHCHR).
Perdana Menteri Vanuatu, Bob Loughman, lalu mengaku masih mencatat banyak pelanggaran HAM di Indonesia pada 2020. Dia menyinggung laporan tersebut dalam pertemuan UNGA ke-75.
Loughman meminta Indonesia untuk mengizinkan kunjungan Dewan HAM PBB (UNHRC). Dia juga masih meragukan status kedua wilayah itu sebagai bagian dari Indonesia.
Menlu Retno Marsudi menyampaikan pidato dalam Sidang Majelis Umum ke-77 PBB di New York, Amerika Serikat, Senin (26/9). Foto: Kemlu RI
Menanggapi seruan itu, diplomat Indonesia di New York mengungkit prinsip-prinsip dasar Piagam PBB. Sebab, PBB tidak memiliki wewenang untuk campur tangan dalam masalah negara lain.
ADVERTISEMENT
Dia juga membahas konvensi internasional tentang penghapusan diskriminasi rasial yang justru belum ditandatangani Vanuatu.
Loughman kembali membahas persoalan Papua dalam UNGA ke-76 pada 2021. Dia mengatakan, Forum Pasifik telah mengajukan kunjungan OHCHR ke Indonesia.
"Pelanggaran HAM terjadi luas di seluruh dunia, masyarakat Papua Barat terus menderita pelanggaran HAM," ungkap Loughman.
Sekretaris Ketiga Perwakilan Tetap RI di New York, Sindy Nur Fitri, membalas kritik Loughman. Dia mempertanyakan sikap Vanuatu terkait kelompok separatis di Provinsi Papua dan Papua Barat.
"Vanuatu secara sengaja menutup mata ketika kelompok kriminal separatis bersenjata ini membunuh para perawat, tenaga kesehatan, guru, pekerja konstruksi, dan aparat penegak hukum," tegas Sindy.