Tidak Semua Penumpang KM Lestari Maju Dapat Jaket Pelampung

4 Juli 2018 10:35 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah penumpang berusaha menyelamatkan diri dari KM Lestari Maju yang tenggelam. (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah penumpang berusaha menyelamatkan diri dari KM Lestari Maju yang tenggelam. (Foto: Istimewa)
ADVERTISEMENT
Bocornya lambung Kapal Motor (KM) Lestari Maju di perairan Selayar, Sulawesi Selatan pada Selasa (3/7), membuat kapal tersebut harus dikandaskan 300 meter dari Pantai Pabadilang, Selayar. Meski evakuasi penumpang sudah selesai dilakukan pada Rabu (4/7) dini hari, namun, insiden tersebut mengakibatkan 29 penumpang meninggal dunia dan 41 lainnya masih dalam pencarian.
ADVERTISEMENT
"Pencarian masih dilakukan. Tidak semua penumpang memperoleh jaket pelampung," ujar Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho.
Menjadi pertanyaan, mengapa di kapal yang digunakan untuk menyeberangkan penumpang ini, jaket pelampung yang disediakan tak mencukupi? Bukankah ini sebuah tindak pidana?
Merujuk pada Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor 25 Tahun 2015 tentang Standar Keselamatan Transportasi, Sungai, Danau dan Penyeberangan jelas-jelas mengatur persoalan jaket pelampung atau baju penolong (life jacket) yang harus disediakan sesuai --atau melebihi-- kapasitas penumpang.
Korban KM Maju Lestari yang mengapung di Selayar. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Korban KM Maju Lestari yang mengapung di Selayar. (Foto: Dok. Istimewa)
"Sebagai contoh, baju penolong. Jumlahnya pun telah ditentukan agar memadai saat digunakan pada kondisi darurat oleh penumpang maupun awak kapal penyeberangan, yakni sebanyak 125% dari keseluruhan pelayar," tulis akun instagram resmi @kemenhub151, yang mengutip Permenhub tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam aturan itu, aspek keselamatan pelayaran pada kapal penyeberangan (secara tertulis) semestinya menjadi prioritas. Maka, perangkat penunjang keselamatan, termasuk jaket pelampung dan sekoci (untuk kapal besar), sejatinya disediakan pada tempat yang mudah dijangkau.
Menyoal jaket pelampung, insiden kecelakaan kapal sebelumnya, KM Sinar Bangun, memiliki masalah sama. Saat diselidiki, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi hanya menemukan 45 jaket pelampung dari perkiraan 200 penumpang yang memenuhi kapal tersebut.
Tentu, kata Budi, keberangkatan KM Sinar Bangun yang tenggelam di perairan Danau Toba, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu, amat menyalahi prosedur keselamatan penumpang.
Sejumlah penumpang berusaha menyelamatkan diri dari KM Lestari Maju yang tenggelam. (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah penumpang berusaha menyelamatkan diri dari KM Lestari Maju yang tenggelam. (Foto: Istimewa)
Sementara insiden setelahnya, yakni KM Lestari Maju, membawa 139 penumpang, dengan 18 unit kendaraan roda dua, 14 unit kendaraan roda empat, 8 unit kendaraan golongan 5, dan 8 unit kendaraan golongan 6 dengan jumlah total seluruhnya 48 unit kendaraan. Kapal itu sedang berlayar dari Tanjung Bira, Bulukumba, menuju Pulau Selayar.
ADVERTISEMENT
KM Lestari Maju merupakan kapal jenis Ro-Ro yang melayani lintas penyeberangan Bira-Pamatata. Cuaca hujan, angin kencang dan gelombang tinggi yang terjadi, membuat tim SAR gabungan mengalami kendala untuk mengevakuasi para korban. Pukul 00.05 WITA, nakhoda dan pemilik kapal menjadi orang paling terakhir yang dievakuasi.
Berikut beberapa aturan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor 25 Tahun 2015
Baju penolong (life jacket) sebagai tambahan dari baju penolong yang harus dibawa kapal, harus disediakan untuk setiap orang yang ditugaskan mengawaki sekoci penyelamat.
(1) Perlengkapan keselamatan harus memenuhi
persyaratan:
a. harus ditandai dengan jelas dan bertuliskan ‘BAJU PENOLONG’ dengan tinggi huruf tidak kurang dari 25 mm dan tidak mudah terhapus.
b. harus dilengkapi dengan petunjuk pemakaian yang jelas.
ADVERTISEMENT
c. Petunjuk tertulis dan bargambar tentang pemakaian baju penolong harus disertakan pada masing-masing baju penolong atau dipamerkan dalam setiap kompartemen dimana baju penolong tersebut disimpan dalam jumlah yang memadai.
d. harus diberi saku atau sarana penyimpanan penerangan dan peluit yang dipasang secara permanen pada baju penolong di posisi yang gampang dicapai oleh pemakai di air.
Alat penolong harus memiliki jumlah dan kapasitas untuk menampung sebanyak 125% dari pelayar sesuai kapasitas yang tercantum dalam sertifikat yang terdiri atas:
a. Sekoci sebanyak 10% dari pelayar;
b. ILR sebanyak 90% dari pelayar;
c. Rakit penolong sebanyak 25% dari pelayar; dan
d. Baju penolong sebanyak 125% dari pelayar.
Pasal 124 ayat (1), Setiap pengadaan, pembangunan, dan pengerjaan kapal termasuk perlengkapannya serta pengoperasian kapal diperairan Indonesia harus memenuhi persyaratan keselamatan kapal.
ADVERTISEMENT
Sedangkan, ancaman pidana kepada nakhoda yang mengabaikan keselamatan kapal tercantum dalam Pasal 302 dan Pasal 303 UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran:
Pasal 302
(1) Nakhoda yang melayarkan kapalnya sedangkan yang bersangkutan mengetahui bahwa kapal tersebut tidak laik laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian seseorang dan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
ADVERTISEMENT
Pasal 303
(1) Setiap orang yang mengoperasikan kapal dan pelabuhan tanpa memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim sebagaimana dimaksud dalam pasal 122 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).