Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Perjalanan panjang AKBP Raden Brotoseno mencapai muaranya. Dia dipecat dari institusi Polri, setelah sempat kembali bekerja di Bareskrim.
ADVERTISEMENT
Setidaknya, perjalanan Brotoseno ini terbagi menjadi tiga babak. Mulai dari dia terlibat kasus korupsi saat masih bertugas di Korps Bhayangkara dan dipenjara; bebas dari penjara dan kembali bergabung dengan kepolisian; hingga akhirnya dipecat dari hasil peninjauan kembali sidang etiknya.
Babak Pertama
Pada 2016, Brotoseno yang berpangkat AKBP bertugas di Bareskrim Polri. Di tahun itu, awal mula Brotoseno terjerat pidana. Tepatnya pada Bulan November 2016, dia terjerat kasus penanganan perkara cetak sawah di Kalimantan periode 2012-2014. Dia diduga menerima suap dalam penanganan kasus tersebut.
Brotoseno saat itu dijerat bersama dengan anak buahnya yang bernama Dedy Setiawan Yunus. Keduanya diduga menerima suap Rp 1,9 miliar dari pengacara salah satu tersangka di kasus cetak sawah tersebut.
ADVERTISEMENT
Kasus Brotoseno ini ditangani oleh pihak kepolisian. Setelah proses penyidikan berjalan beberapa bulan, kasus Brotoseno disidangkan pada 1 Februari 2017.
Dalam sidang perdana dengan agenda dakwaan, Brotoseno bersama Dedy didakwa menerima suap Rp 1,9 miliar dari total commitment fee sebesar Rp 3 miliar dari Harris Arthur Hedar selaku pengacara dan Lexi Mailowa Budiman seorang swasta.
Dalam dakwaan, Brotoseno yang menjadi penyidik di Subdit III Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menerima suap agar menunda pemeriksaan Dahlan Iskan sebagai saksi di kasus tersebut.
Persidangan pun bergulir, hingga memasuki tahap tuntutan. Jaksa meyakini Brotoseno terbukti bersalah. Dalam sidang tuntutan, JPU menuntut Brotoseno 7 tahun penjara.
Dalam sidang vonis, majelis hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara kepada Brotoseno. Dia juga diwajibkan membayar denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan penjara.
ADVERTISEMENT
Brotoseno dinilai terbukti bersalah menerima suap untuk menghindarkan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan dari kasus dugaan korupsi cetak sawah di Ketapang Kalimantan Barat. Vonis ini kemudian inkrah. Brotoseno dijebloskan ke penjara.
Kemudian pada perkara yang sama, majelis hakim juga menjatuhkan vonis kepada tiga orang terdakwa lainnya yakni Dedy Setiawan Yunus, Lexi Mailowa Budiman, dan Harris Arthur Hedar. Dedy Setiawan divonis 5 tahun, sedangkan Lexi dan Harris masing-masing 3 tahun penjara.
Hukuman Brotoseno dan Dedy sudah inkrah. Sementara untuk Lexi dan Harris, keduanya mengajukan banding.
Pengadilan Tinggi DKI mengabulkan banding keduanya. Hukuman Lexi dan Harris dipotong menjadi masing-masing 1,5 tahun penjara.
Keduanya kemudian mengajukan kasasi. Permohonan kasasi Lexi ditolak. Ia mengajukan Peninjauan Kembali pada Februari 2022. Namun pada situs pengadilan belum tercantum putusannya.
ADVERTISEMENT
Untuk Harris, pengajuan kasasinya dikabulkan. Ia dinyatakan bebas oleh Mahkamah Agung. Saat ini, Harris Arthur Hedar menjabat sebagai Komisaris Independen WIKA.
Babak Kedua
Hukuman yang diterima Brotoseno adalah 5 tahun penjara. Namun, ia menjalaninya kurang dari itu. Ia bebas lebih cepat dari vonis seharusnya. Brotoseno bebas bersyarat sejak 15 Februari 2020 yang seharusnya baru bisa menghirup udara bebas pada 18 November 2021.
Ia bisa bebas lebih cepat karena mendapatkan remisi hingga 13 bulan 25 hari. Kabag Humas Ditjen Pemasyarakatan, Rika Aprianti, menyebut Brotoseno sudah memenuhi syarat untuk mendapatkan pembebasan bersyarat.
Salah satu alasan Brotoseno mendapat remisi karena dia dianggap sudah bekerja sama dengan penegak hukum.
"Bersedia kerja sama dengan APH dalam hal menyampaikan keterangan berupa laporan atau data pendukung pada perkaranya/sebagai saksi terdakwa lain, baik dalam proses penyidikan maupun proses persidangan pada perkara Tindak Pidana Korupsi," kata Rika, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Setelah bebas dari penjara, nama Brotoseno tak hilang begitu saja. Belakangan, terungkap fakta bahwa Brotoseno kembali bekerja di Korps Bhayangkara, dengan jabatan penyidik di Bareskrim Polri. Hal itu diungkapkan oleh Peneliti ICW Kurnia Ramadhana.
Hal itu disorot, lantaran Brotoseno sejatinya layak dipecat. Dia merupakan mantan narapidana korupsi.
Saat itu, Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo membeberkan vonis etik terhadap Brotoseno sudah final. Dia hanya disanksi permintaan maaf pada atasan.
"Dijatuhi sanksi berupa perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela, kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri serta direkomendasikan dipindahtugaskan ke jabatan berbeda yang bersifat demosi," kata Ferdy Sambo.
Namun belakangan, karena gencarnya kritik dari masyarakat, sanksi etik Brotoseno ditinjau ulang. Polri membuat terobosan mekanisme hukum agar hal tersebut bisa dilakukan.
Babak Ketiga
ADVERTISEMENT
Atas desakan publik, pada Rabu (8/6), Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyiapkan Peraturan Kepolisian (Perpol) untuk melakukan peninjauan kembali hasil sidang kode etik AKBP Brotoseno.
Sigit menegaskan, saat ini pihak kepolisian sedang merevisi Peraturan Kapolri (Perkap) yang nantinya akan dijadikan satu dengan Perpol.
Adapun aturan yang direvisi yakni Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Perkap Nomor 19 Tahun 2012 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Polri.
“Jadi saat ini kami sedang mengubah Perkap tersebut dengan masukan berbagai ahli yang kita minta sebagai wujud bahwa Polri transparan, Polri memperhatikan apa yang menjadi aspirasi masyarakat,” kata Sigit di Gedung DPR RI, Rabu (8/6).
ADVERTISEMENT
“Salah satunya di dalam perubahan Perkap tersebut kami jadikan satu dengan Peraturan Kepolisian, kami menambahkan klausa mekanisme peninjauan kembali terhadap putusan-putusan yang telah dikeluarkan oleh sidang kode etik,” tambahnya.
Setelah Perkap direvisi, dilakukan sidang peninjauan kembali terkait putusan hasil sidang komisi kode etik Brotoseno.
Hal itu tentunya berdasarkan masukan dari para ahli serta aspirasi dari publik agar Polri berkomitmen dalam memberantas tindak pidana korupsi.
“Jadi selama beberapa hari ini tentunya kami sudah terus mengikuti dan mencermati beberapa pendapat, kemudian aspirasi dari masyarakat terkait dengan komitmen Polri terkait dengan pemberantasan korupsi. Tentunya hal tersebut harus menjadi perhatian kami,” jelas Sigit.
Sebab, di dalam kedua Perkap tersebut tidak ada mekanisme untuk peninjauan kembali.
ADVERTISEMENT
“Kami sudah melaksanakan rapat dengan teman-teman di Kompolnas dengan Menkopolhukam, kami juga mengundang ahli-ahli pidana untuk kemudian berdiskusi, mencarikan masalah tersebut,” jelasnya.
“Karena memang di dalam Perkap yang diatur di Perkap yang lama, Perkap Nomor 14 dan Perkap Nomor 19 itu memang tidak ada mekanisme untuk melakukan hal-hal terhadap sesuatu putusan yang terkait dengan kode etik yang dirasa mencederai rasa keadilan publik. Khususnya terkait dengan masalah tindak pidana korupsi,” tambahnya.
Brotoseno pun akhirnya disidang. Diawali dari lahirnya Peraturan Kapolri terkait peninjauan kembali atas hasil sidang etik dari anggota Polri. Aturan ini diteken 14 Juni 2022.
Dalam aturan lama, keputusan itu tidak bisa ditinjau lagi, tapi dengan aturan baru ini, Kapolri bisa meninjau kembali putusan tersebut. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Kapolri No 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Kode Etik Kepolisian.
ADVERTISEMENT
Peninjauan kembali putusan ini secara gamblang tertuang mulai dari pasal 83. Berikut bunyinya:
(1) Kapolri berwenang melakukan peninjauan kembali atas putusan KKEP atau putusan KKEP Banding yang telah final dan mengikat.
(2) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan apabila:
a. dalam putusan KKEP atau KKEP Banding terdapat suatu kekeliruan; dan/atau
b. ditemukan alat bukti yang belum diperiksa pada saat Sidang KKEP atau KKEP Banding.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan paling lama 3 (tiga) tahun sejak putusan KKEP atau putusan KKEP Banding.
(1) Peninjauan kembali oleh Kapolri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83, dapat dibentuk tim untuk melakukan penelitian terhadap putusan KKEP atau KKEP Banding.
ADVERTISEMENT
(2) Pembentukan tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan surat perintah Kapolri yang melibatkan:
a. Inspektorat Pengawasan Umum Polri;
b. Staf Sumber Daya Manusia Polri;
c. Divisi Profesi dan Pengamanan Polri; dan
d. Divisi Hukum Polri.
(3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2), melaksanakan penelitian dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat perintah diterbitkan.
(4) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melaporkan hasil penelitian dengan memberikan saran dan pertimbangan kepada Kapolri.
(5) Surat Perintah Kapolri dan surat laporan hasil penelitian, dibuat dalam bentuk format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan kepolisian ini.
Kapolri kemudian membentuk Tim Peneliti yang mengkaji peninjauan kembali atas hasil sidang etik dari anggota Polri. Surat perintah itu diterbitkan hari ini, Rabu (22/6).
ADVERTISEMENT
"Tim Peneliti dibentuk melalui Surat Perintah Kapolri No sprin/1426/VI/RES/1.24/2022 tertanggal 22 Juni 2022," kata Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo lewat keterangannya.
Sambo menuturkan, Tim Peneliti itu berisi 12 personel Polri yang dipimpin jenderal bintang satu satu Brigjen. Personel yang ditunjuk berasal dari satuan Propam, Divhukum, hingga Irwasum Polri.
"Tim Peneliti berjumlah 12 personel yang terdiri dari Personel Inspektorat Umum Polri, Personel SDM Polri, Personel DivPropam Polri, Personel Divkum Polri dan diketuai oleh Inspektur Wilayah V Itwasum Polri Brigjen Hotman Simatupang," ujar Sambo.
Tujuan utama Tim Peneliti, lanjut Sambo, yakni memberikan saran dan pertimbangan kepada Kapolri untuk membentuk Komisi Kode Etik Peninjauan Kembali (KKEP PK). Mereka bekerja selama 14 hari.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Kapolri menunjuk Wakapolri, Komjen Pol Gatot Eddy Pramono sebagai pimpinan sidang komisi kode etik profesi (KKEP) peninjauan kembali (PK) AKBP Brotoseno.
“Hari ini sudah disahkan oleh Pak Kapolri dan Bapak Kapolri menunjuk sebagai pimpinan sidang nantinya, sidang KKEP PK terhadap saudara AKBP BS adalah Bapak Wakapolri,” kata Kadiv Humas Polri Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (29/6).
“Bapak Wakapolri nanti beranggotakan Irwasum [Wakil], kemudian dari Kadiv Propam, kemudian dari Kadivkum dan SDM,” tambahnya.
Dedi menjelaskan, nantinya tim tersebut akan bekerja secepatnya sesuai dengan arahan Kapolri.
“Bapak Kapolri juga sudah menyampaikan ke Pak Waka untuk segera mungkin sidang ini digelar. Ini nanti kalau Pak Waka sudah mempersiapkan tim kemudian merapatkan dan akan mulai pelaksanaan gelar terhadap peninjauan kembali terhadap putusan KKEP AKBP BS, nanti akan disampaikan kepada teman-teman,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Dedi memastikan setelah tim ini dibuat, mereka memiliki waktu 14 hari guna mempersiapkan sidang KKEP PK AKBP Brotoseno.
“Tim ini sudah disampaikan oleh Bapak Kapolri akan bekerja secepatnya, karena memberikan keputusan dan memiliki kekuatan hukum tetap,” ucapnya.
Selanjutnya, sidang KKEP PK telah selesai dilakukan terhadap AKBP Raden Brotoseno. Sidang KKEP PK memutuskan Polri memecat Brotoseno.
Hal itu disampaikan oleh Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Nurul Azizah mengatakan hasil dari sidang KKEP PK memutuskan AKBP Brotoseno diberhentikan dengan tidak hormat (PTDH) alias dipecat dari Polri.
“Hasil dari sidang KKEP PK yang dilaksanakan pada hari Jumat 8 Juli 2022 pukul 13.30 WIB memutuskan untuk memberatkan putusan sidang komisi kode etik Polri nomor PIT/72/X/2020 tanggal 13 Oktober 2020 menjadi sanksi administratif berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH),” kata Nurul di Mabes Polri Jakarta Selatan, Kamis (14/7).
ADVERTISEMENT
“Saya ulangi menjadi sanksi administratif berupa PTDH sebagai anggota Polri. Adapun nomor putusan KKEP PK tersebut keputusan KKEP PK/1/VII/2022,” tambahnya.
Nantinya, sekretariat KKEP PK akan ke SDM Polri untuk menindaklanjuti untuk menerbitkan KKEP PDTH.
“Tindak lanjut hasil putusan KKEP PK tersebut maka sekretariat KKEP PK akan kirimkan putusan KKEP PK ke SDM untuk ditindaklanjuti dengan terbitkan keputusan PTDH. Jadi, saat ini untuk keputusan PTDH-nya belum ada,” pungkasnya.