Tiga Hari Usai Pemilu, Pembentukan Pemerintahan di Malaysia Masih Buntu

22 November 2022 11:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kotak suara diletakkan di atas meja selama pemilihan umum ke-15 Malaysia di Bera, Pahang, Malaysia, Sabtu (19/11/2022). Foto: Lai Seng Sin/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Kotak suara diletakkan di atas meja selama pemilihan umum ke-15 Malaysia di Bera, Pahang, Malaysia, Sabtu (19/11/2022). Foto: Lai Seng Sin/Reuters
ADVERTISEMENT
Sudah tiga hari berlalu sejak pemilu dini Malaysia digelar. Namun, hasil pembentukan parlemen dan penentuan siapa pemenangnya demi membentuk pemerintahan masih menghadapi kebuntuan.
ADVERTISEMENT
Terkait hal ini, dua kandidat dengan perolehan suara tertinggi — pemimpin oposisi Anwar Ibrahim dan eks PM Muhyiddin Yassin mulai bersaing untuk mengumpulkan dukungan terbanyak dari rakyat Negeri Jiran.
Persaingan untuk menyabet gelar orang nomor satu di Malaysia semakin ketat. Ditambah, Raja Al-Sultan Abdullah memberikan partai-partai politik tenggat waktu hingga Selasa (22/11) pukul 2 siang waktu setempat bagi para kandidat untuk mengumpulkan aliansi — demi memperoleh suara mayoritas.
Sehari sebelumnya, pada Senin (21/11) koalisi Anwar Pakatan Harapan (PH) mulai bernegosiasi dengan koalisi eks PM Ismail Sabri Yaakob, Barisan Nasional (BN), — koalisi petahana dan saingan lama Anwar di pemilu sebelumnya. Kedua pihak membahas potensi aliansi.
BN secara umum didominasi oleh anggota partai United Malays National Organisation (UMNO), yang telah memegang kekuatan politik dominan Malaysia sejak merdeka dari Inggris pada 1957.
ADVERTISEMENT
Partai ini kemudian untuk pertama kalinya kalah dalam pemilu pada 2018 akibat skandal keuangan miliaran dolar 1MDB yang menjerat eks PM Najib Razak.
Sebagian besar PM Malaysia diusungkan oleh UMNO — termasuk Najib, Ismail, dan eks PM terlama Malaysia Mahathir Mohamad. Tetapi, Mahathir memutuskan keluar dari UMNO sejak skandal 1MDB muncul.
Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin. Foto: Mohd Rasfan/AFP
Aliansi Muslim Melayu konservatif yang dinaungi Muhyiddin pada Senin pekan ini kembali menegaskan bahwa ia memiliki dukungan mayoritas, tetapi ia tidak mengidentifikasi secara rinci siapa saja pendukungnya. Blok Muhyiddin mencakup partai Islamis PAS yang menyerukan pemberlakuan syariah.
Berdasarkan hasil pemungutan suara yang digelar pada Sabtu (19/11) akhir pekan lalu, koalisi multietnis Anwar berhasil memenangkan kursi parlemen terbanyak, yakni 82 kursi.
ADVERTISEMENT
Sementara blok konservatif Muhyiddin berada di urutan kedua terbanyak — 73 kursi. Dan BN hanya memenangkan 30 kursi — ini merupakan perolehan kinerja pemilu terburuk bagi koalisi tersebut.
Meski perolehan suara BN rendah, tetapi mereka memainkan peran penting dalam menentukan siapa yang unggul. Sebab, dukungan BN diperlukan bagi Anwar dan Muhyiddin untuk mencapai sedikitnya 112 dari 222 kursi di parlemen untuk akhirnya bisa membentuk kabinet pemerintahan.
Pemimpin oposisi Malaysia Anwar Ibrahim meninggalkan Istana Nasional setelah bertemu dengan Raja Malaysia, di Kuala Lumpur, Malaysia. Foto: Lim Huey Teng/REUTERS
Ini akan menjadi perubahan haluan lain yang belum pernah terjadi dalam politik Malaysia sebelumnya, jika Anwar dan BN membentuk aliansi. Karena, sebagai pemimpin oposisi, Anwar telah menghabiskan sebagian besar kariernya untuk mencoba menggulingkan BN.
Pada pemilu 2018, Anwar beraliansi dengan mentor yang berubah menjadi musuh — Mahathir Mohamad agar dapat menggulingkan pemerintahan koalisi BN. Tetapi, aliansi mereka runtuh hanya dalam 22 bulan. Dan sejak itu, keduanya berselisih lagi.
ADVERTISEMENT
Perolehan elektoralnya telah menimbulkan kekhawatiran di Malaysia yang multietnis. Di negara tetangga Indonesia ini, terdapat kelompok minoritas etnis-China dan etnis-India dalam jumlah signifikan yang mengikuti agama lain.