Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Tiga Presiden di Dunia Bisa Rengkuh Kekuasaan Abadi: Putin, Xi Jinping, Erdogan
25 Oktober 2022 15:28 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ketika memimpin enam pria lainnya menaiki panggung merah di Balai Agung Rakyat di Beijing, Xi memperkenalkan sekutu-sekutu terdekatnya dalam lingkaran penguasa baru China. Dia telah memperkuat cengkeramannya atas kekuasaan di negara tersebut.
Masa jabatan ketiganya sudah diprediksi sedari dulu. Tetapi, pengamat senior tercengang dengan betapa menyeluruhnya dia mengguncang tingkat kepemimpinan atas di PKC. Xi menarik loyalisnya ke badan tertinggi partai, Komite Tetap Politbiro PKC.
Xi juga mengangkat para pejabat keamanan domestik, komandan militer, ideolog, insinyur, dan teknokrat untuk mendorong ambisinya dalam mempercepat kebangkitan China sebagai negara adidaya militer dan teknologi di bawah kendali PKC.
"Dia sudah dominan dan bahkan lebih dominan sekarang," ujar seorang profesor di Universitas Chicago yang meneliti politik China, Dali Yang, dikutip dari The New York Times, Selasa (25/10).
ADVERTISEMENT
Perkembangan tersebut mengukuhkan Xi sebagai pemimpin terkuat di China sejak pendiri PKC, Mao Zedong. Xi telah menuntun negaranya kembali ke pemerintahan satu orang setelah para elite politik berbagi kekuasaan selama puluhan tahun terakhir.
Xi merengkuh kekuasaan absolut berkat menghapuskan peraturan batas dua periode jabatan presiden beberapa tahun sebelumnya. Kendati demikian, Xi bukanlah satu-satunya presiden pertahana yang mungkin menjadi pemimpin tertinggi sepanjang hidupnya.
Berikut adalah pemimpin-pemimpin lainnya di dunia yang dapat merenggut kekuasaan abadi sebagaimana Xi:
Recep Tayyip Erdogan
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, berpotensi memimpin Turki hingga 2029 berkat referendum amandemen konstitusi pada 2017. Amandemen itu memperpanjang kekuasaan presiden menjadi lima tahun, serta memperbolehkannya menjabat selama dua periode.
Erdogan mencapai puncak kekuasaan selama menjabat sebagai Perdana Menteri Turki dari 2003 hingga terpilih sebagai Presiden Turki pada 2014. Selama itu, dia mempertahankan posisi sebagai kepala pemerintahan de facto dan mengerdilkan peran PM.
ADVERTISEMENT
Perubahan konstitusi atas 18 pasal yang diajukan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa kemudian memberikan kewenangan yang lebih signifikan lagi bagi Erdogan. Melalui amandemen konstitusi, peran perdana menteri dihapuskan di Turki.
Presiden lantas menjadi kepala eksekutif sekaligus kepala negara. Seorang presiden pun dapat menunjuk kabinet, beberapa wakil presiden, dan memecat pejabat sipil tanpa persetujuan parlemen.
Dia juga bisa memiliki keanggotaan di partai politik, termasuk sebagai pemimpin. Rancangan anggaran negara yang sebelumnya dikelola oleh parlemen menjadi diatur oleh presiden pula. Presiden bahkan berhak menunjuk 12 dari 15 anggota Mahkamah Konstitusi.
Perubahan ini penting mengingat MK adalah satu-satunya yang dapat mengadili presiden bila dituduh melakukan tindak kriminal.
Amandemen turut mengurangi jumlah anggota Mahkamah Agung menjadi 13 orang. Lima di antaranya ditunjuk presiden.
ADVERTISEMENT
Menurut Erdogan, 25 juta orang mendukung perubahan konstitusi Turki. Tetapi, tudingan-tudingan dilayangkan terhadapnya selama proses tersebut. Juru kampanye yang menentang amandemen konstitusi mengaku menghadapi intimidasi dan ancaman kekerasan.
Sementara itu, pemantau independen meyakini adanya manipulasi media. Penentang menganggap amandemen sebagai muslihat pemimpin yang haus kekuasaan, sedangkan pendukung meyakini bahwa masa depan Turki akan lebih aman di tangan Erdogan.
Setelah memimpin negara itu selama hampir 20 tahun terakhir, Erdogan mengumumkan akan mencalonkan dirinya kembali sebagai presiden pada Juni 2022. Turki akan menggelar pemilihan umum presiden dan parlemen selambat-lambatnya pada Juni 2023.
Vladimir Putin
Presiden Rusia, Vladimir Putin, sedang menjalani masa jabatan keempatnya. Pria berusia 70 tahun itu terpilih sebagai presiden pada 2012 sebelum kembali terpilih pada 2018. Sehingga, dia seharusnya tidak bisa mengikuti pemilihan presiden pada 2024.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, Putin membuka jalan untuk mencalonkan diri hingga dua periode kepresidenan tambahan. Dia menandatangani undang-undang terkait pada 2021.
Masa jabatan presiden di negara itu adalah enam tahun dalam satu periode. Alhasil, Putin berpotensi memperpanjang kekuasaannya hingga 2036. UU tersebut meresmikan hasil referendum yang diadakan pada 2020 tentang amandemen konstitusi Rusia.
Kelompok oposisi menuduh Putin menyalahgunakan kekuasaan saat memperkenalkannya. Sejak meluncurkan invasi ke Ukraina pada 24 Februari, oposisi kembali melayangkan kritik terhadap Putin.
Seiring kekalahan dalam perang meningkat selama sebulan terakhir, begitu pula spekulasi tentang kelangsungan hidup Putin dalam puncak pemerintahan Rusia. Berlanjutnya kekuasaan Putin menjadi hambatan kritis bagi negosiasi untuk mengakhiri perang di Ukraina.
Akibat pencaplokan atas empat wilayahnya, Ukraina menolak untuk kembali ke meja negosiasi. Oposisi semacam ini tak hanya datang dari lawan perang, tetapi dari kelompok nasionalis ekstrem pula yang menuntut eskalasi tindakan militer menjadi lebih kejam.
ADVERTISEMENT
Sanksi yang menyusul invasi pun menimbulkan perpecahan dalam kelompok-kelompok bisnis dan politik yang berpengaruh di Rusia.
Putin dapat memperkuat posisinya sebagai penguasa seandainya dia meraih kemenangan cepat dalam 'operasi militer khusus'. Tetapi, para elite kini terpaksa memikirkan kembali masa depan mereka di Rusia.
Xi Jinping
Sejak menjabat pada 2013, Xi merengkuh kekuasaan yang tiada bandingnya dengan penguasa modern China selain penggerak revolusi komunis China, Mao. Xi mendorong peran sentral PKC, serta memperluas kendali negara atas masyarakat dan ekonomi China.
Xi memastikan kebangkitan negaranya sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia, modernisasi pasukannya menjadi militer kelas dunia, dan postur global yang jauh lebih agresif. Xi kemudian mengukuhkan kekuasaannya dengan amandemen konstitusi pada 2018.
ADVERTISEMENT
Melalui amandemen tersebut, dia membatalkan batas dua masa jabatan bagi presiden. Sehingga, pria berusia 69 tahun itu dapat memerintah tanpa batas waktu di tampuk kekuasaan China.
Kritikus meyakini bahwa dia akan mencoba untuk berkuasa seumur hidupnya di China. Proses rancangan usulan amandemen pun dikritik lantaran berjalan dengan diselimuti kerahasiaan.
Konstitusi 1982 melembagakan sistem yang menjamin pergantian pemimpin setiap sepuluh tahun di China. Perubahan terhadap sistem itu lantas menandai berakhirnya era kepemimpinan kolektif dan menyiapkan panggung untuk kebangkitan otokrasi individu.
Komite Pusat PKC kemudian memilih Xi sebagai Sekretaris Jenderal PKC untuk periode lima tahun mendatang pada Minggu (23/10).
Xi lantas diyakini akan menjalani masa jabatan ketiga sebagai presiden China yang akan diumumkan setelah sesi legislatif tahunan pemerintah pada Maret 2023. Media pemerintah mengabarkan, Xi juga diangkat kembali sebagai kepala Komisi Militer Pusat China.
ADVERTISEMENT
"Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh Partai dengan tulus atas kepercayaan yang telah Anda berikan kepada kami," ungkap Xi, dikutip dari AFP.