Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Tiga Tuntutan Ahmadiyah Pasca Penyerangan di Lombok Timur
21 Mei 2018 17:18 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Juru bicara pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), Yendra Budiana, mewakili para korban menyampaikan tiga tuntutan mereka usai penyerangan tersebut. Pertama, menuntut aparat hukum bersikap adil dan bijak terkait proses hukum para pelaku.
"Langkah penegakan hukum dari Kapolri melalui Kapolda Nusa Tenggara Barat dan Kapores Lombok Timur agar pelaku kriminal penyerangan diproses hukum secara adil, untuk menunjukkan hukum ditegakkan dan memberi kepastian pada masyarakat," kata Yendra di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin (21/5).
Tuntutan yang kedua, JAI meminta pemerintah bertanggung jawab untuk membangun kembali rumah para korban seperti sedia kala. Akibat penyerangan itu, para korban kehilangan harta benda dan tempat tinggal, bahkan tidak bisa mencari nafkah.
"Saat ini mereka para korban masih berada di kantor Polres Lombok Timur tanpa kepastian kapan bisa kembali ke rumah masing-masing dengan aman dan rumahnya bisa normal kembali dihuni seperti sedia kala," beber Yendra.
ADVERTISEMENT
Kemudian tuntutan yang teakhir, JAI berharap Gubernur Nusa Tenggara Barat TGB Muhammad Zainul Majdi , segara menunaikan janji yang kerap diutarakannya di media sosial. Yaitu menjamin kebebasan beribadah para anggota Ahmadiyah tanpa gangguan.
"Langkah cepat dari Bapak TGB seperti pernyataan beliau langsung di media sosial, bahwa semua korban akan dikembalikan ke rumahnya masing masing tanpa gangguan, merehabilitasi rumahnya dan jaminan tanpa paksaan untuk melaksanakan ibadah sesuai keyakinan masing masing yang di jamin olsh negara," papar Yendra.
JAI mengingatkan Pemprov setempat, bahwa aksi kekerasan tersebut akan berdampak buruk pada kondisi pariwisata di NTB. Bahkan bisa berdampak pula terhadap aspek sosial, ekonomi hingga politik di NTB.
"Aksi kebencian dan kekerasan terhadap kelompok yang berbeda akan merusak pariwisata NTB yang sedang berkembang khususnya, serta Indonesia pada umumnya yang tentunya merugikan rakyat Indonesia sendiri," ucap Yendra.
Di lokasi yang sama, Wakil Ketua Setara Isntitute Bonar Tigor Naipospos juga menilai kejadian tersebut adalah raport merah kerukunan umat beragama di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Betul-betul mencoreng muka Indonesia sebagai negara yang dikenal ramah terhadap kerukunan umat beragama," ujar Bonar.