Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Sejumlah lembaga yang tergabung dalam Tim Advokasi Demokrasi mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta atas Surat Presiden (Surpres) Jokowi terkait pengajuan Omnibus Law RUU Cipta Kerja ke DPR.
ADVERTISEMENT
Tim Advokasi Demokrasi tersebut terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) dan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM).
Direktur LBH Jakarta sekaligus Anggota Tim Advokasi Demokrasi, Arif Maulana, mengatakan, ada sejumlah alasan yang mendasari gugatan tersebut. Ia menyebut, kehadiran RUU Cipta Kerja sejak akhir Desember 2019 sudah menuai beragam persoalan, baik pelanggaran secara prosedur maupun substansi.
"Pelanggaran prosedur artinya tahapan pembentukan perundang-undangan yang semestinya diikuti itu tidak dipatuhi oleh pemerintah. Dan yang kedua, ini ternyata substansinya banyak menabrak konstitusi maupun berbagai keputusan Mahkamah Konstitusi yang sudah pernah diputuskan," kata Arief saat konferensi Pers virtual, Minggu (3/5).
Arief menjelaskan, di dalam UU No 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ada tahapan pertama yang mesti dilalui, yakni perencanaan.
ADVERTISEMENT
Perencanaan bisa dilakukan oleh DPR maupun pemerintah. Dalam konteks ini, masyarakat seharusnya dilibatkan dalam RUU Omnibus Law Ciptaker.
"Harus diketahui bahwa masyarakat yang terdampak terhadap rancangan Undang-undang Omnibus Law ini sama sekali tidak didengar bahkan dilibatkan juga tidak, sangat diskriminatif. Pembentukan rancangan Undang-undang ini, hanya melibatkan kelompok kelompok kepentingan tertentu, pengusaha," kata Arif.
Sementara itu, perwakilan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) yang juga salah satu penggugat, Jumisih, menyebut, salah satu substansi RUU Ciptaker juga akan melemahkan posisi serikat buruh.
"Di mana posisi melemahkannya? bahwa jika buruh ada di-PHK maka cukup berbicara dengan buruhnya, enggak perlu bicara dengan serikatnya," tutur Jumisih.
"Ini jelas menegasikan fungsi kami sebagai serikat buruh yang jelas-jelas keberadaan kami dilindungi oleh Undang-undang Nomor 21 tahun 2000 tentang peran dan fungsi untuk membela anggota kami," katanya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi dan DPR sepakat menunda pembahasan klaster Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja. Jokowi sempat menerima pimpinan organisasi lintas buruh yang menyuarakan sikap terkait RUU Cipta Kerja di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (22/4) lalu, dan meminta agar buruh lebih dilibatkan dalam membahas RUU tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kemarin pemerintah telah menyampaikan kepada DPR dan saya juga mendengar Ketua DPR sudah menyampaikan kepada masyarakat bahwa klaster Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja ini pembahasannya ditunda, sesuai dengan keinginan pemerintah," kata Jokowi dalam keterangannya yang diterima kumparan, Jumat (24/5).
---
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona . Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.