Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Tim Hukum: Ganjar Kalah di Jateng, Bali hingga NTT Unbelievable, Kami Bawa ke MK
20 Maret 2024 21:02 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Deputi Hukum TPN Todung Mulya Lubis mengaku kaget Paslon 03 Ganjar-Mahfud tidak unggul di sejumlah wilayah yang menjadi basis kekuatan seperti di Jateng, Bali, NTT hingga Sulawesi Utara. Dia mengatakan ada yang salah dengan proses Pemilu 2024 terutama saat proses kampanye berlangsung.
ADVERTISEMENT
"Saya sebagai deputi hukum dari Paslon 03 Ganjar itu, ikut kampanye ke beberapa tempat, saya tidak pernah percaya kenapa Ganjar-Mahfud itu tidak bisa menang di Bali, padahal itu stronghold-nya PDIP, kenapa Ganjar kalah di Jateng. Kenapa Ganjar kalah di Sulawesi Utara, unbelievable. NTT juga," kata Todung di Teuku Umar, Jakarta Pusat, Rabu (20/3).
"Jadi buat saya, there is something wrong with the election. Ada yang salah dengan proses pemilihan umum. Bukan kita menolak pemilu tapi kita ingin memperbaiki dan mengoreksi kesalahan-kesalahan itu," tambah dia.
Karena itu, Todung memastikan pihaknya akan menggugat hasil pemilu yang dianggap tidak masuk akal ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dia memastikan saksi sudah disiapkan.
"Kami dari Paslon 03 pasti akan ke MK. Kami sudah siap dengan permohonan kami, dengan bukti-bukti, dengan saksi-saksi fakta, dengan ahli-ahli yang kami ajukan, mudah-mudahan MK memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada kami, kepada semua pemohon untuk menyampaikan isi permohonannya dengan semua argumentasinya," tutur Todung.
ADVERTISEMENT
Todung berpandangan jika MK hanya mengatasi perselisihan suara, hal itu tidak akan bisa menjawab dugaan kecurangan yang terjadi selama Pemilu 2024. Sebab, ia melanjutkan, dugaan kecurangan paling banyak terjadi saat masa kampanye.
"Persoalan mereka mencoblos tanggal 14 Februari itu ditentukan pada masa kampanye. Apakah itu melalui intervensi kekuasaan, apakah melalui politisasi bansos, kriminalisasi terhadap kepala desa, itu semua mendikte pemilih, menuntun pemilih untuk memilih paslon yang ditentukan," katanya.
"Nah, inilah yang membuat saya cemas dan khawatir kalau melihat proses semacam ini tidak dipersoalkan," tutup Todung.