Timses Ahok-Djarot Ragukan Independensi KPU DKI dan Bawaslu

28 Maret 2017 21:17 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ilustrasi pilkada (Foto: Embong Salampessy/Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pilkada (Foto: Embong Salampessy/Antara)
Tim Hukum dan Advokasi Ahok-Djarot, Pantas Nainggolan, meragukan independensi KPU DKI dan Bawaslu sebagai lembaga pelaksana Pilkada DKI. Menurut Pantas, ada beberapa indikator yang membuatnya dan tim mempertanyakan independensi kedua lembaga pelaksana pilkada itu.
ADVERTISEMENT
"Ada beberapa indikator, yaitu perubahan aturan main menjelang masuk ke putaran kedua," tutur Pantas di Jalan Cemara nomor 19, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (28/3).
Menurut Pantas, tim Ahok-Djarot sejak putaran pertama menggunakan Surat Keputusan KPU DKI Nomor 41 untuk melaksanakan tahapan pilkada. Namun kemudian ada SK baru yang membuat aturan berubah.
"Tapi begitu selesai dan Pak Ahok mencapai 43 persen dan paslon 3 mencapai 40 persen, keluarlah SK Nomor 49 yang mengatur masa kampanye di putaran kedua," keluh Pantas. 
Pihaknya telah melaporkan KPU DKI yang mengeluarkan SK Nomor 49 yang mengatur masa kampanye di putaran kedua kepada Bawaslu. Namun, dia dan tim juga meragukan independensi Bawaslu. 
"Sudah dilaporkan ke Bawaslu dan Bawaslu pun diragukan karena salah satu saksi yang diajukan Bawaslu tidak dicantumkan dalam putusan dan sama sekali tidak jadi bahan pertimbangan," jelasnya. 
ADVERTISEMENT
Selain independensi KPU DKI dan Bawaslu, pihaknya juga menyayangkan banyaknya pelanggaran prinsip pemilu, khususnya yang langsung, umum dan bebas. 
"Khususnya intimidasi dalam bentuk, khususnya spanduk, provokatif di rumah ibadah, dan aksi pengerahan massa yang pada hakekatnya sebuah intimidasi kepada masyarakat dan sudah kita lihat cukup banyak," ungkapnya.
Pantas juga menilai, banyak perangkat desa yang digunakan untuk memenangkan paslon lawan. Pihaknya merasa dirugikan dengan cara-cara ini.
"Kita juga melihat penggunaan aparat kelurahan, khususnya RW dan RT secara masif digunakan untuk pemenangan paslon lawan. Ini adalah tidak benar dan tidak baik karena bagaimana pun RW dan RT juga bagian aparatur pemerintahan di tingkat paling bawah," ujarnya. 
Penggunaan aparat yang dimaksud Pantas adalah adanya surat pemberitahuan dari RT 03/RW 10 Kelurahan Pondok Bambu yang mengimbau para warga untuk hadir dalam acara peresmian posko pemenangan paslon lawan. 
ADVERTISEMENT
"Banyak yang sudah kita laporkan tapi sayangnya putusan Bawaslu selalu mengatakan itu putusan administrasi. Putusan Bawaslu tidak memberikan efek jera," ungkapnya.