Berita acara pleno rekapitulasi verifikasi faktual Pilgub

Timses Dharma Pongrekun: Kami Tak Berniat Catut KTP Dukungan di Pilkada Jakarta

20 Agustus 2024 11:52 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Majunya Dharma Pongrekun-Kun Wardana sebagai bakal pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta menuai polemik usai beredar kabar bahwa banyak warga merasa KTP mereka dicatut untuk mendukung kedua bakal pasangan calon yang diusung melalui jalur perseorangan di Pilkada Jakarta itu.
Dharma Pongrekun menyebut dirinya tak terlibat langsung soal pengumpulan data tersebut, melainkan dibantu relawan. Data tersebut diharapkan akan tersaring dengan sendirinya ketika diverifikasi oleh KPU Jakarta.
Bagaimana sesungguhnya proses pengambilan data KTP dan dukungan dari warga untuk Dharma Pongrekun sehingga berujung pencatutan? Untuk mengetahui hal itu, kumparan mewawancarai Ikhsan Tualeka selaku Tim Sukses Dharma Pongrekun. Berikut petikan wawancaranya:
Ikhsan Tualeka, timses cagub DKI Jakarta Dharma Pongrekun. Foto: Instagram/ @ikhsan_tualeka

Kabarnya Pak Dharma Pongrekun mengumpulkan data KTP dukungan dibantu relawan?

Jadi gini, kita ini kan sebenarnya punya kendala waktu. Waktu kita sangat terbatas untuk mengumpulkan lebih dari 600 ribu KTP ya. Waktunya sangat terbatas karena bulan Mei itu baru kita mulai pengumpulan setelah deklarasi pada tanggal 3 Februari.
Bulan Mei sampai pendaftaran itu kan, bagaimana mungkin kita bisa mengumpulkan 600 ribu itu lalu kemudian kita daftarkan ke KPU? Jadi kami akhirnya bersandar pada relawan ataupun masyarakat yang simpatik, yang mengumpulkan secara sporadis.

Apakah Timses hanya menerima data KTP dan surat dukungan dari yang dikirim relawan?

Iya, betul. Jadi di tim kemenangan itu, kami hanya menerima dari masyarakat, relawan, atau para pendukung yang menyerahkan dukungannya. Nah, lebih banyak yang datang tidak secara individual, misalnya satu orang datang membawa dukungan.
Banyak yang datang itu membawa dukungan secara kolektif, misalnya ada yang bawa 100, bawa 200. Bisa jadi orang yang membawa itu pun tidak betul-betul mengenal secara langsung dengan individu yang mereka kumpulkan KTP-nya, apalagi kami di tingkatan timses. Jadi kami mengumpulkan, kemudian meng-collect-nya, dan kemudian kami upload ke Silon. Sementara Silon itu juga punya keterbatasan, hanya bisa mengupload per 200 ribu KTP.
Setelah di-upload, kami sebagai timses tidak punya akses untuk memantau atau melihat apakah yang sudah di-upload itu ada kekurangan atau misalnya ada yang perlu diverifikasi atau di-upload ulang.
Ketua Timses Ikhsan Tualeka (kiri) bersama Dharma Pongrekun (tengah) dan Kun Wardana (kanan) saat menyerahkan berkas administrasi ke KPU DKI Jakarta, 17 Mei 2024. Foto: Dok. KPU DKI

Sedari kapan Posko Tim Pemenangan Dharma Pongrekun (TP DP88) berdiri untuk menerima KTP dan dukungan warga?

Ini setelah kita deklarasi tanggal 3 Februari, di situ kemudian kita menerima dukungan secara langsung. Deklarasinya itu kita lakukan di Gedung Joang ‘45.

Sejak saat itu sudah ada warga yang kumpulkan?

Iya, karena kandidat kita kan didukung juga oleh…. yang viral di YouTube dan beberapa platform media sosial, sehingga ada orang yang kemudian berpartisipasi, misalnya mereka DM di media sosial, seperti di Instagram, YouTube. Kemudian mereka mengajukan diri untuk mau mendukung. Nah, ketika mereka menyatakan diri mendukung, kami kemudian dengan senang hati menerima mereka. Kami minta mereka untuk bisa mengumpulkan KTP di basis masing-masing mereka.
Mereka kemudian mengumpulkannya dan membawanya ke kami dalam bentuk gelondongan. Setelah sampai ke kami, kami membaginya per kecamatan untuk dipilah-pilah. Misalnya, ini di kecamatan mana, di kecamatan mana, dipilah-pilah, lalu disinkronisasi antara KTP dan surat dukungannya (B1 KWK perseorangan), kemudian di-upload ke Silon.
Tapi terus terang, kami nggak punya waktu yang cukup untuk melakukan verifikasi internal, karena kami juga tahu bahwa verifikasi itu juga akan dilakukan oleh KPU. KPU punya waktu, KPU punya biaya, KPU punya personel.
Dharma-Kun di Kantor KPU Jakarta. Foto: Luthfi Humam/kumparan

Apakah Timses bersandar pada KPU untuk memverifikasi data tersebut?

Iya, kami berharap di KPU itulah semua data yang sudah kami upload itu kemudian akan diverifikasi. Manakala ada yang tidak sesuai atau tidak memenuhi syarat, akan dipinggirkan atau kemudian tidak dimasukkan dalam akumulasi dukungan. Nah, sekarang kita lihat dulu, yang protes itu, apakah data mereka itu saat sebelum verifikasi faktual ataukah setelah verifikasi administrasi, atau masuk ke verifikasi faktual?
Karena begini, kita juga nggak menyamaratakan semua yang protes. Kalau dia itu masih di proses verifikasi faktual [administrasi, -pen], karena ada juga orang yang menyampaikan mereka itu kok dicatut. Nah, kami sendiri harus menjelaskan bahwa kami tidak pernah ada niat atau sengaja mencatut siapapun. Karena kami tidak mau, data-data yang kami serahkan itu bermasalah, apalagi kita tahu KPU punya proses verifikasi faktual, semacam sensus, yang mereka akan mendatangi orang secara langsung.
Dari awal kami sudah menghindari atau mencegah jangan sampai ada data yang tidak valid masuk karena akan mempengaruhi hasil verifikasinya nanti. Hanya saja, kita juga tidak bisa melakukan verifikasi internal secara menyeluruh, karena waktu yang sangat terbatas. Jadi, situasi seperti ini sudah kita duga akan terjadi bahwa akan ada data yang tidak memenuhi syarat atau ada orang yang merasa dicatut. Karena memang proses pengumpulannya itu sporadis.
Jadi, di posko ini, ada yang datang bawa sekian ratus, sekian ribu. Nah, kami tidak punya cukup waktu untuk memverifikasi lagi misalnya menelepon langsung orang itu, "Eh, apakah Bapak pernah mengisi formulir kita? Atau Bapak pernah mengumpulkan KTP?"
Kami tidak bisa melakukan itu, karena waktu yang terbatas dan ratusan ribu KTP yang harus kita kumpulkan dalam waktu yang sangat terbatas. Sementara, target kami adalah mengumpulkan KTP sesuai dengan kuota minimal yang ditentukan oleh KPU, yaitu sekitar 600 ribu lebih. Kami berkejaran dengan waktu, di satu sisi ingin memenuhi kuota, tapi akhirnya, kami tidak punya cukup waktu untuk melakukan verifikasi itu. Kami meyakini bahwa KPU akan melakukan verifikasi yang lebih mendalam.
Ilustrasi KTP: ANTARA/Didik Suhartono

Ada sumber kami yang menyebut bahwa data gelondongan yang dikirim ke Timses bisa jadi berasal dari dokumen kependudukan, SKCK, atau beli di forum hacker. Bagaimana tanggapan Timses?

Tentu saja orang boleh saja berpendapat dan berspekulasi ya. Tapi kami sendiri sebagai tim, tentunya ingin calon kami sukses, sukses dalam proses verifikasi, sukses dalam proses pencalonan, dan sukses dalam proses pemilihan.
Kami tidak mungkin membuat sesuatu yang kemudian akan berdampak kontraproduktif bagi kami. Kami tidak mungkin dong, sengaja melakukan sesuatu yang akan berdampak kontraproduktif. Artinya, kalau kami sudah tahu bahwa itu data tidak valid atau data yang tidak memenuhi syarat, dan tetap dipaksa untuk dimasukkan ke Silon misalnya, sama saja kami bunuh diri, karena kami tahu akan ada proses verifikasi faktual dari KPU, apalagi KPU melakukan verifikasi secara sensus.

Bagaimana pendapat Anda tentang anggapan bahwa calon independen ini dianggap mencatut dan ada memanipulasi data?

Tentu saja, kita akan menyerahkan pada proses yang ada, baik yang dilakukan di KPU maupun proses hukum. Tapi yang ingin kami tegaskan kembali adalah bahwa dari tim kami tidak ada keinginan atau kemauan untuk melakukan manipulasi data. Posisi kami adalah mengumpulkan setiap dukungan yang datang secara sporadis dari masyarakat.
Datanya datang secara sporadis itu dengan waktu yang terbatas, karena memang waktu yang diberikan oleh KPU atau mekanisme yang ada sangat terbatas. Kami harus mengumpulkan KTP yang jumlahnya tidak main-main, sekitar 619 ribu lebih. Jadi, dengan waktu yang terbatas itu, tentu saja kami tidak punya cukup waktu dan energi untuk melakukan verifikasi internal.
Proses verifikasi faktual pendukung Dharma-Kun oleh KPU Jakarta. Foto: Dok. KPU Jakarta
Kami tidak punya niat untuk melakukan manipulasi atau pencatutan. Karena kami sendiri tidak melakukan proses penggalangan dengan cara door-to-door, tim pemenangan kami lebih pada menyambut dukungan yang diantarkan oleh relawan atau tim pendukung secara sporadis.

Bagaimana metode Timses dalam mengorganisir data dukungan yang sporadis dari masyarakat? Apakah ada SOP khusus dalam penggalangan dukungan?

Cara kami menggalang dukungan itu, ya begini, kita ini kan juga viral di media sosial, di YouTube, dan beberapa kanal media sosial lainnya. Karena sejumlah isu yang disampaikan oleh kandidat kita itu juga disukai atau disepakati sebagian masyarakat. Nah, mereka yang suka itu, kemudian mengakses kandidat dari berbagai media sosial. Mereka ini yang kemudian menghubungi kami secara langsung lewat DM, atau ada yang komentar positif di YouTube, misalnya.
Mereka bilang, "Kami dukung Bapak ini," terus kami ada tim yang menghubungi mereka. Misalnya, "Pak Ridwan, dukung Pak Dharma? Mau nggak Pak Ridwan bantu kami untuk kumpulkan KTP?" "Oke, mau." Kalau mau, kita kirimkan formulirnya, dan Bapak bisa kumpulkan, kemudian datanya dikirim ke kantor kami atau tempat pemenangan.

Apakah cara seperti itu dari medsos Instagram?

Iya, Instagram, YouTube, banyak juga di grup WA. Mereka ini kan secara sukarela menghubungi kita. Dan kita minta mereka untuk mendukung. Ketika mereka memberikan dukungan, kita langsung menindaklanjuti. Misalnya, si Anwar datang bawa 50 KTP, 500 KTP, 1000 KTP, itu kemudian tim kami di kantor memilah-milah sesuai dengan domisili mereka, dari kelurahan mana, kecamatan mana, lalu Apakah tim sukses ofisial dari Dharma Pongrekun adalah Anda, para koordinator wilayah per kota administratif, dan admin posko saja?
Iya, kita di tim pemenangan itu lebih kerjanya adalah mengoleksi setiap dokumen yang dikumpulkan, lalu kemudian kami meng-upload itu ke Silon.

Dari mana sumber pendanaan pengumpulan dukungan Dharma Pongrekun? Apakah dari sumber pribadi?

Iya, dana pribadi dan juga sumbangan dari sejumlah pihak. Ada beberapa donatur yang secara visi mereka sepakat, dan akhirnya mereka memberikan dukungan.kemudian setelah itu baru kami meng-upload ke Silon.

Apakah tim sukses ofisial dari Dharma Pongrekun adalah Anda, para koordinator wilayah per kota administratif, dan admin posko saja?

Iya, kita di tim pemenangan itu lebih kerjanya adalah mengoleksi setiap dokumen yang dikumpulkan, lalu kemudian kami meng-upload itu ke Silon.

Dari mana sumber pendanaan pengumpulan dukungan Dharma Pongrekun? Apakah dari sumber pribadi?

Iya, dana pribadi dan juga sumbangan dari sejumlah pihak. Ada beberapa donatur yang secara visi mereka sepakat, dan akhirnya mereka memberikan dukungan.

Bagaimana Anda secara pribadi tertarik jadi pendukung Dharma-Kun?

Kalau saya sebenarnya lebih pada alasan demokratis. Saya berharap akan ada calon dari independen. Sebenarnya bukan hanya Bang Dharma, kalau ada calon lain yang mau maju serius, saya akan dukung. Karena saya ingin memberikan otokritik terhadap dominasi partai politik. Jadi masyarakat itu juga harus diberikan alternatif pilihan. Partai politik jangan jumawa seakan-akan hanya mereka yang bisa mencalonkan atau mengajukan calon sebagai kepala daerah.
Jadi, saya mendukung Bang Dharma-Kun lebih pada alasan demokratis. Saya ingin agar calon independen dalam sejarah politik nasional, terutama di Jakarta, bisa ikut berkompetisi. Ini akan menjadi catatan penting bagi evaluasi partai politik di satu sisi, dan juga memastikan bahwa tidak hanya partai politik yang memiliki kewenangan dalam sistem politik ini.
Dharma Pongrekun dan Kun Wardana Abyoto di kantor KPU DKI Jakarta. Foto: Fadlan Nuril Fahmi/kumparan

Tak sedikit orang yang memandang miring pencalonan Dharma-Kun, menyebutnya calon boneka agar Ridwan Kamil tak melawan kotak kosong. Bagaimana Anda menanggapinya?

Kalau calon boneka ini kan baru muncul belakangan, setelah misalnya partai politik melakukan kompromi dan kemudian mendukung calon tertentu, sehingga ada calon yang tidak bisa berkontestasi. Ini baru muncul belakangan. Tapi proses deklarasi calon independen ini sudah berlangsung beberapa bulan yang lalu.
Kita kan semua tidak pernah menyangka kalau di ujung ini ternyata ada kompromi di elite politik yang bisa mendorong agar calon-calon potensial gagal berkandidasi. Kami sebenarnya fokus aja untuk memastikan calon kita lolos. Kalau pun calon kita ini kemudian "dimanfaatkan" untuk diloloskan agar tak ada kotak kosong atau skenario apapun itu, ya itu di luar kuasa kita. Kita kan tidak bermain dalam skenario itu, kita fokus calon kami bisa lolos.

Seberapa banyak pihak yang membantu mengumpulkan KTP sehingga Dharma-Kun punya cukup dukungan untuk melaju jadi bapaslon DKI 1?

Tentu kita punya database siapa-siapa saja yang berpartisipasi dalam mengumpulkan KTP. Kita punya data itu, tapi saya mau sampaikan lagi bahwa sebagian besar orang-orang yang terlibat itu kan aktifnya lewat media sosial atau online. Karena memang kandidat yang kita dukung ini juga memang viralnya di media sosial ya.
Jadi mereka itu kemudian secara sukarela menghubungi kami atau kami yang menghubungi mereka. Misalnya dari YouTube ada 300 orang yang komen, lalu orang-orang itu kita hubungi secara langsung via DM. Kita approach, lalu ketika mereka balas, kita memindahkan diskusi itu ke ruang virtual lain, ke WA grup, untuk meminta mereka membantu memobilisasi atau menghimpun dukungan lewat KTP atau surat dukungan itu.

Apakah para relawan itu jumlahnya mencapai ribuan?

Tentu ya, bisa segitu. Karena kita benar-benar mau memanfaatkan media sosial untuk menggalang dukungan.
Cafe Pelangi, markas relawan dan timses Dharma Pongrekun di Lebak Bulus, Jaksel. Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten