Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
TKI di Sektor Perikanan Masih Rentan Jadi Korban Kejahatan
27 Maret 2018 11:04 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Data tersebut disampaikan oleh Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri saat membuka Forum Konsultatif Kerja Sama Regional Melawan Perdagangan Manusia, Eksploitasi Kerja dan Perbudakan di Laut bertempat di Padma Resort, Legian, Kuta, Bali, Selasa (27/3).
Hanif mengakui hingga saat ini pemerintah belum optimal untuk menangani kasus tersebut. Ia menyampaikan bahwa kejahatan di sektor perikanan adalah salah satu isu yang sangat kompleks. Tak hanya di dalam negeri, namun juga melibatkan hubungan antarnegara karena lokasi sektor perikanan ada di berbagai daerah perairan.
“Ya, memang harus kita akui, apalagi koordinasi lintas instansi kita saja masih relatif terbatas untuk sektor perikanan ini. Kita tahu bahwa nelayan, ABK, adalah kelompok yang rentan, jauh dari pengawasan kerja, dan banyak standar kerja yang tidak teraplikasikan," jelas Hanif.
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Sujatmiko, menjelaskan kekerasan yang kerap dialami para TKI di sektor perikanan. Mulai dari eksploitasi, perbudakan, kekerasan seksual, hingga pembunuhan.
Namun, ia melanjutkan, untuk mendeteksinya sangat sulit, karena ada TKI bekerja di kapal asing dan kemudian ada di perairan bebas. Ia menyampaikan kasus terbanyak melibatkan TKI perikanan terjadi di perairan Malaysia.
“Paling banyak kasus terjadi di perairan Malaysia, kemudian Thailand, Korea hingga ke Amerika Latin sana,” kata Sujatmiko.
Sujatmiko menuturkan, saat ini penanganan kasus hukum yang dialami TKI atau TKW masih berfokus pada pekerjaan yang di darat. Padahal, para TKI yang bekerja di laut lebih rentan terhadap kejahatan.
ADVERTISEMENT
“Kita lebih banyak berfokus pada TKI dan TKW yang di darat, sementara yang di laut, belum optimal. Padahal mereka juga rentan dengan kejahatan yang tinggi, baik eksploitasi, kekerasan seksual, perdanganan manusia. Ini sulit. Bisa saja nelayannya orang Indonesia, kapten kapalnya atau kapalnya orang asing. Jadi memang kompleks dan butuh koordinasi lintas bidang dan kerja sama antar-negara yang ada,” ujarnya.