Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
TKW Overstay di Hong Kong Rawan "Salah Jalan"
9 November 2017 15:46 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB

ADVERTISEMENT
Tenaga kerja overstayer atau yang telah kedaluwarsa visanya di Hong Kong bekerja keras untuk menghidupi diri dan keluarga di tanah air. Namun tidak jarang, mereka "salah jalan" dengan melakoni pekerjaan di kehidupan malam.
ADVERTISEMENT
Menurut tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia yang telah bekerja selama 19 tahun di Hong Kong, Muntamah Sekar, keadaan overstayer membuat para pekerja migran tidak bisa lagi mencari uang lantaran tidak berizin. Kepepet menyambung hidup, kata dia, ada yang kemudian terjun ke dunia prostitusi.
"Kalau sudah overstay, tidak ada kerjaan, banyak yang larinya ke situ (prostitusi). Mau apalagi mereka, kerja tidak boleh, dunia malam lebih menjanjikan uang," kata Sekar dalam wawancara dengan kumparan, Kamis (9/11).
Menurut Sekar, para TKW overstayer rawan "salah jalan", apalagi jika pergaulannya terlalu bebas. "Tergantung kita bergaulnya sama siapa," ucap Sekar.
"Kita istilahnya 'ngampus', ada beberapa yang pas libur sukanya kaya kalangan high-class gitu, main ke diskotik. Lama-lama yang tidak ngerem ya bablas," lanjut dia lagi.

Kehidupan malam juga sangat berisiko, berbahaya bagi wanita. Sekar menyinggung soal pembunuhan sadis dua WNI oleh seorang pria Inggris tahun 2014 lalu.
ADVERTISEMENT
"Dulu ada yang sampai dibunuh karena pekerjaan ini, saya rasa memang risiko pekerjaan. Di Indonesia kan juga seperti itu, setelah melayani dibunuh juga banyak," tutur Sekar.
Sekar telah bekerja di Hong Kong sejak tahun 1998. Wanita berusia 40 tahun ini merasa beruntung karena pernah bekerja dengan tiga majikan tanpa ada masalah.
Namun sebagian TKW Indonesia tidak seberuntung Sekar, terlunta karena overstay. Beberapa penyebab WNI overstayer adalah pemecatan oleh majikan. Ketika dipecat, TKI punya waktu 14 hari untuk cari majikan baru, jika tidak maka visanya tidak bisa diperpanjang dan dia dianggap pendatang gelap.
Pemecatan bisa beragam alasannya, salah satunya yang mengemuka adalah PHK karena hamil, seperti yang terjadi pada Anisa -bukan nama sebenarnya- yang diberitakan Reuters.
ADVERTISEMENT
Menurut Konsul Jenderal RI di Hong Kong, Tri Tharyat, pemecatan saat hamil adalah pelanggaran hukum di kota otonomi khusus China itu. Saat ini, Anisa overstay di Hong Kong dan ditampung di LSM mitra KJRI, Pathfinder.

Tri mengatakan bahwa para WNI overstay tahu betul konsekuensi jika mereka tetap tinggal di negara itu. KJRI dalam hal ini hanya mengimbau para WNI agar mematuhi hukum Hong Kong.
"Mereka paham betul jika overstay akan ditangkap dan dipenjara. Tapi sulit mengubah keputusan mereka, kami hanya bisa mengimbau," ujar Tri kepada kumparan.
Menurut Ketua Aliansi Buruh Migran Internasional di Hong Kong, Eni Lestari, WNI overstay yang tidak bisa mendapatkan pekerjaan penuh waktu terpaksa kerja paruh waktu.
ADVERTISEMENT
"Biasanya mereka part-time bersih-bersih rumah atau di restoran, tapi tidak pasti," kata Eni saat dihubungi kumparan.
Kehidupan mereka penuh rasa waswas. Eni mengatakan, para WNI overstay bekerja secara sembunyi-sembunyi karena secara hukum Hong Kong keberadaan mereka ilegal di kota itu.
"Secara hukum juga ilegal jadi harus sembunyi-sembunyi. (Jika ketahuan) pasti ditangkap dan dipenjara, lalu dipulangkan," lanjut Eni.

Menurut data KJRI ada sekitar 157 ribu pekerja domestik asal Indonesia dari total 174 ribu WNI di Hong Kong. Tahun 2016 KJRI menangani sekitar 560 kasus yang dilaporkan oleh tenaga kerja Indonesia.
Pemerintah Indonesia melalui KJRI telah memberikan pelatihan dan edukasi soal hukum di Hong Kong kepada para TKI, baik di tanah air dan setelah menjejakkan kaki ke Hong Kong.
ADVERTISEMENT
"Sebelum mereka pergi (ke Hong Kong) mereka dapat pelatihan. Di Hong Kong kemudian ada welcoming program untuk TKI yang baru datang, seminggu dua kali," jelas Tri.
"Kami beritahu hak dan kewajiban mereka, jadi mereka tahu persis konsekuensinya (jika overstay)."
Secara umum, terang Tri, kesejahteraan dan peraturan soal pekerja migran di Hong Kong adalah yang terbaik di antara negara-negara asia lainnya. Upah minimum regional (UMR) Hong Kong saat ini juga cukup besar, yaitu sekitar Rp 7,7 juta per bulan.
"UMR ditentukan dalam kontrak, dan dibuat oleh pemerintah Hong Kong template-nya," ujar Tri.