TNI Akan Ubah Nama 'Tes Keperawanan'

24 November 2018 16:06 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi 'Tes Keperawanan' (Foto: kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi 'Tes Keperawanan' (Foto: kumparan)
ADVERTISEMENT
Bagi sebagian orang “tes keperawanan” menjadi perkara yang tak mudah dilupa. Pertiwi - bukan nama sebenarnya- adalah satu dari sebagian orang itu. Pertiwi mengikuti tes tersebut sebagai syarat bisa menikahi kekasihnya yang merupakan anggota TNI.
ADVERTISEMENT
“Kalau saya lebih sakit psikologisnya sih, kaya rasa deg-degannya tuh lebih kuat gitu, cuma kalau dari fisik yang ngilunya lubang itu ya sudah kayak cuma sehari doang. Cuma kalau tes keperawanan ini kan diingat terus,” ujar Pertiwi saat diwawancarai kumparan di Bandung.
Prosedur tersebut memang wajib dilakukan bagi siapa saja yang akan menikahi orang-orang dalam profesi khusus, semisal TNI. Tak hanya itu, bagi calon anggota TNI perempuan, tes tersebut juga wajib dilakukan. Nama “tes keperawanan” di TNI biasa disebut dengan Tes Hymen atau selaput dara.
Pada faktanya, tak hanya TNI yang menerapkan praktik ini. Bahkan, beberapa perusahaan ternama disebut-sebut memberlakukan tes model ini tapi dikemas dengan nama yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Keberadaan “tes keperawanan” sejauh ini masih menimbulkan perdebatan di masyarakat. Tes ini dianggap melanggar hak dan merupakan diskriminasi kepada perempuan. Pun, pada 17 Oktober tahun ini WHO, UN Women, dan UN Human Rights mengecam “tes keperawanan” di 20 negara, termasuk Indonesia karena dianggap tak memiliki dasar ilmiah.
Ilustrasi 'tes keperawanan'. (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi 'tes keperawanan'. (Foto: Shutterstock)
Meski sudah banyak tentangan muncul di permukaan, lantas mengapa “tes keperawanan” masih dilakukan di Indonesia?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut kumparan mewawancarai pihak TNI yang diwakili oleh Wakil Kepala Pusat Kesehatan TNI, Laksamana Pertama Drg. Andriani, Sp. Ort. Berdasarkan penuturannya, “tes keperawanan” atau tes hymen sebenarnya merujuk kepada tes kesehatan reproduksi. Oleh sebab itu, tes ini tidak hanya untuk memeriksa calon anggota masih perawan atau tidak.
ADVERTISEMENT
“Tetapi, ini adalah bagian dari kesehatan yang mana harus sehat jasmani dan rohani, sehat di luar maupun di dalam khusus untuk wanita TNI. TNI itu tugas-tugas itu akan lebih berat dengan kegiatan di perusahaan-perusahaan yang lain,” terang Andriani di kantornya, Markas Besar TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (16/11).
Wakil Kepala Pusat Kesehatan TNI Laksamana Pertama Andriani. (Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Kepala Pusat Kesehatan TNI Laksamana Pertama Andriani. (Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan)
Soal urusan nama ini, pihak TNI sudah berencana untuk mengganti nama tes tersebut meski tes yang dilakukan akan tetap sama. Usulan nama yang diajukan adalah tes reproduksi wanita. TNI telah berkoordinasi dengan bagian personalia tentang rencana ini.
“Sebetulnya sudah mau diinikan (diganti nama). Mungkin itu memang pemeriksaan reproduksi bukan tes perawan atau tidak perawan. Tes keperawanan itu menurut saya juga terlalu vulgar. Itu kan dulu, zaman dulu. Zaman now mungkin akan berubah,” terang Andriani.
ADVERTISEMENT
Menurut Andriani, pemeriksaan kesehatan reproduksi bagi calon anggota perempuan begitu penting karena menjadi penentu kinerja seseorang. Tugas TNI yang berat membuat proses rekrutmen harus dilakukan dengan benar dan serius demi menghindari masalah pada kemudian hari. Andriani mencontohkan, bila seorang calon tak sehat reproduksinya kemungkinan dia tidak akan kuat bekerja di atas empat bulan.
“Apalagi perempuan itu nanti akan ditempatkan di mana ternyata dia sakit ya salah juga kita sebagai pimpinan. Gimana dulunya, akhirnya menyalahkan untuk rekrutmen,” tegas Andriani.
Dengan nama “tes keperawanan” atau tes selaput dara, pemeriksaan ini memang bagi sebagian orang menjadi momok tersendiri. Namun, berdasarkan keterangan Andriani hingga saat ini belum ada di antara calon yang mendaftar, mengelak dari tes ini.
Suasana Apel Bersama wanita TNI Polri di Monas (Foto: Ainul Qalbi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Apel Bersama wanita TNI Polri di Monas (Foto: Ainul Qalbi/kumparan)
Soal tes keperawanan ini, nyatanya tak hanya berlaku bagi calon anggota TNI, tapi juga kepada calon istri TNI. Calon istri TNI diharapkan adalah sosok yang sempurna dan memiliki latar belakang keluarga serta lingkungan yang tidak bermasalah.
ADVERTISEMENT
Bila sang calon telah memenuhi persyaratan, maka akan diberi lampu hijau untuk menikah. Namun, bila hasil yang ada sebaliknya, maka sebisa mungkin sang prajurit akan diminta untuk mencari calon yang lain.
“Kita kan sudah ngasih tahu tetapi memang untuk istri prajurit terus kalau apa namanya wanita TNI dan sebagainya. Memang harus sempurna memang. Utuh, dari atas sampai ini itu utuh,” tutur Andriani.
Menurut Andriani kesehatan reproduksi adalah faktor utama yang berpengaruh kuat terhadap kinerja perempuan. Walaupun begitu, tes terhadap kesehatan organ lain juga tetap dilakukan dan akan dikombinasikan dengan status kesehatan reproduksi seseorang.
“Dia hymennya mungkin bagus. Tetapi ada kista dan sebagainya. Itu enggak lama kemudian saja dia sudah tidak bisa mengikuti kegiatan yang di sini. Apakah itu wanita TNI? Kan tidak bisa seperti itu,” tegas Andriani.
ADVERTISEMENT
Bila Selaput Dara Robek karena Faktor Lain
Tim kesehatan TNI mampu menganalisis penyebab robeknya hymen atau selaput dara. Jika robeknya tidak beraturan kemungkinan disebabkan karena kegiatan lain. Semisal, sebelum mendaftar TNI sang calon aktif adalah seorang atlet balap sepeda atau balap kuda sehingga potensial hymennya robek. Sementara, bila karena hubungan seks kemungkinan robeknya beraturan.
Oleh karena itu, dalam rentetan tes kesehatan reproduksi ini juga dilakukan pemeriksaan mental ideologi. Kegiatan ini berfungsi mendapatkan keterangan peserta tes tentang aktivitasnya sebelumnya.
“Jadi kalau memang dia itu apa itu namanya, olahragawati dan sebagainya atau yang hymennya sudah rusak cuma di dalamnya bersih, tidak ada penyakit apa-apa why not, enggak masalah gitu,” papar Andriani.
Ilustrasi perempuan berlatih beladiri. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan berlatih beladiri. (Foto: Pixabay)
Selain menyinggung soal aktivitas, mental ideologi juga untuk menggali latar belakang calon. Informasi tentang latar belakang besar menentukan diterima tidaknya seorang calon. Latar belakang yang dimaksud adalah kondisi keluarga dan di mana seorang tinggal.
ADVERTISEMENT
Andriani menyebut dalam sebuah tes yang dilakukan oleh calon anggota TNI, ada beberapa yang “terjegal” karena memiliki latar belakang keluarga yang bermasalah.
“Jadi, bukan dengan adanya tidak gadis atau gadis itu tidak diterima, itu tidak. Itu akan berkaitan dengan mental ideologi dan sebagainya sehingga yang menentukan bukan dari kesehatan saja,” kata Andriani.
Dilema Diperiksa Dokter Laki-laki
Kekhawatiran lain yang muncul dalam proses “tes keperawanan” ini adalah dokter yang melakukan tes. Dokter yang melakukan tes tidak semua perempuan, tetapi ada juga laki-laki.
Tentang hal ini, Andriani menyebut sudah sewajarnya tes dilakukan oleh dokter perempuan. Namun, kondisi saat inilah yang kurang mendukung. Dokter perempuan yang mengambil spesialis kandungan (obgyn)--yang memeriksa kesehatan reproduksi--tidak banyak. Berbeda dengan laki-laki yang banyak mengambil spesialis ini.
ADVERTISEMENT
“Karena obgyn perempuan itu jarang sekali. Coba dilihat obgyn yang perempuan bisa dihitung jari. Minat mereka mungkin susah ya, ” Andriani menekankan.
Kendati diperiksa oleh dokter laki-laki, selama tes tetap akan ada bidan yang mendampingi. Oleh karena itu, kekhawatiran tersebut seharusnya bisa diredakan.
Ilustrasi dokter. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dokter. (Foto: Pixabay)
Dari keterangan Andriani, tes kesehatan reproduksi ini dilakukan dengan beberapa alat termasuk kebidanan. Praktiknya memang obgyn sehingga harus dibuka selayaknya orang melahirkan.
Selaras dengan hal itu, anggapan tentang praktik ini melanggar hak asasi, Andriani tidak sepakat. Hal tersebut kembali merujuk kepada urgensi dari tes ini.
“Sebetulnya tidak melanggar hak atau apa. Kalau itu memang sakit (bagian reproduksi) gimana?,” tutur Andriani.
Sebagai pasukan negara sudah sepatutnya para anggota TNI sehat jasmani dan rohani. Mereka dituntut untuk sempurna karena tugas yang diemban cukup berat karena keamanan dan kestabilan negara adalah taruhannya.
ADVERTISEMENT
“Memang harus sempurna memang. Utuh, dari atas sampai ini itu utuh. Tidak ada yang kecuil sedikit pun. Iya memang harus perfect gitu. Kalau perfect kan berarti sehat, sehat jasmani dan rohaninya,” pungkas Andriani.