Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
TNI: Islam di Indonesia Melindungi Kelompok Lainnya
22 Oktober 2017 10:44 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
![Peringatan Hari Santri di Tugu Proklamasi (Foto: Amanaturrosyidah/kumparan)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1508635600/jhfb6lk5u6v2ushq6lrq.jpg)
ADVERTISEMENT
Peringatan Hari Santri Nasional juga diselenggarakan di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat. Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo kali ini berhalangan hadir dan mewakilkan kepada Kasum TNI Laksdya TNI Didit Hendriawan.
ADVERTISEMENT
Melalui Didit, Gatot menyampaikan sambutan dan pandangan tentang Hari Santri dan ajaran Islam di Indonesia.
"Islam Indonesia memiliki ciri khas Indonesia, yang mengalir jiwa ksatria, patriot, dan gotong royong. Islam Indonesia adalah Islam yang melindungi kelompok-kelompok lainnya," ujar Didit membacakan sambutan Panglima TNI di Tugu Proklamasi, Jakarta, Minggu (22/10).
Santri merupakan komponen besar dalam menghadapi penjajah, apalagi setelah keluar fatwa jihad oleh KH Hasyim Asyari pada masa penjajahan. Jiwa ksatria yang ditunjukkan santri dalam melawan penjajah merupakan cermin sifat khas Indonesia.
"Ciri khas orang Indonesia itu ada 3. Mengalir darah ksatria, berjiwa patriot, dan bersifat gotong royong," imbuh Didit.
![Peringatan Hari Santri di Tugu Proklamasi (Foto: Amanaturrosyidah/kumparan)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1508635600/jjrzqvkuotygl5tudbsm.jpg)
Darah ksatria, menurut Didit, tercermin dari berbagai senjata tradisional dan tarian perang yang dimiliki suku-suku di Indonesia. Sementara, jiwa pratriot berarti orang Indonesia percaya pada diri sendiri dan siap untuk berperang membela kebenaran.
ADVERTISEMENT
"Dalam bekerja, rakyat Indonesia biasa melaksanakan kegiatan dengan gotong royong. Masyarakat Indonesia sangat mudah memberikan pertolongan dan gotong royong dan ini diberikan tanpa menginginkan pamrih," tutur dia.
Didit menambahan, sifat ksatria juga dibuktikan dalam pemilihan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia diambil dari Bahasa Melayu yang saat itu merupakan bahasa minoritas.
"Dalam pembentukan sila pertama Pancasila pun tercermin jiwa ksatria dalam umat Islam. Di mana tadinya berbunyi Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menjadi Ketuhanan yang Maha Esa untuk menghargai perbedaan dan keberagaman dalam rangka membangun masyarakat yang kuat dan menunjukkan betapa damainya Islam," ucap dia.