Tobas ke Kapolri: Apa Saling Bantu Kejahatan Jadi Kultur?

24 Agustus 2022 12:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Ferdy Sambo usai memenuhi panggilan pemeriksaan di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Ferdy Sambo usai memenuhi panggilan pemeriksaan di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofiansyah Yosua Hutabarat oleh eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo menyeret puluhan personel Polri. Kondisi ini pun disorot Komisi III DPR.
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi III dari Fraksi NasDem Taufik Basari atau yang akrab disapa Tobas mempertanyakan apakah keterlibatan banyaknya personel dalam kejahatan sudah menjadi budaya di institusi Polri? Apalagi dalam kasus Sambo, kata dia, muncul tindakan saling membantu dalam menutupi dan merekayasa kasus.
"Yang terlibat cukup banyak, jadi pertanyaan, apakah sudah jadi kultur saling bantu membantu dalam kejahatan? Juga terjadi menutup-menutup kasus, bekerja sama untuk bahu membahu melakukan rekayasa ini," jelas Tobas dalam rapat bersama Polri yang turut dihadiri langsung Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di DPR, Rabu (24/8).
Anggota komisi III DPR RI Taufik Basari. Foto: Tim Media Taufik Basari
Tobas pun meminta agar Sigit bisa memberi arahan kepada jajarannya untuk menghilangkan kultur ini.
"Ini problem-nya kultur. Oleh karena itu Pak Kapolri kita harus berikan pesan-pesan ini kepada personel," imbaunya.
ADVERTISEMENT
Tobas menyayangkan banyaknya personel Polri yang terlibat dalam kasus Sambo, bahkan mereka yang dinilai sebagai sosok berprestasi. Menurutnya, prestasi itu sia-sia karena jika anggota polisi sudah melanggar hukum maka harus ditindak tegas
"Ini memberikan pesan kepada personel polri bahwa jangan sekali-kali melakukan rekayasa kasus karena pimpinan Polri enggak akan memberikan ampun. ini ada problem terkait dengan kultur," imbuhnya.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat bersiap untuk rapat bersama Komisi III DPR RI, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (24/8/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Tobas juga turut menyoroti budaya anggota polisi yang patuh pada perintah atasannya, meski perintah tersebut berbuat kejahatan. Sehingga, kata dia, bawahan tidak bisa menolak arahan tersebut.
"Menjadi pertanyaan ketika personel-personel yang terlibat tidak menggunakan diskresinya untuk menolak perintah untuk melakukan kejahatan. Padahal doktrinnya personel itu punya diskresi apabila ada perintah yang melawan hukum. Ini harus diperbaiki," paparnya.
Sambo Sang Dalang. Foto: kumparan
Sejauh ini, Inspektorat Khusus (Itsus) Polri telah memeriksa 63 personel terkait kasus tewasnya Brigadir Yosua. Mereka diperiksa terkait kode etik. Menurut Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo, sebanyak 35 personel di antaranya diduga melanggar kode etik dalam penanganan kasus tewasnya Brigadir Yosua.
ADVERTISEMENT
Mereka diduga menghalangi penyidikan dengan menghilangkan barang bukti. Sementara Kapolri sudah memutasi 24 personel terkait dugaan pelanggaran kode etik dalam penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Yosua. Mereka terdiri dari beberapa satuan kerja, mulai dari Divpropam Polri, Bareskrim, hingga Polda Metro Jaya.
Banyaknya, personel Polri yang terlibat dalam kasus ini diduga karena pengaruh Sambo di institusi Polri sebagai Kadiv Propam maupun Kasatgasus.
Dalam kasus ini, sudah 5 orang ditetapkan sebagai tersangka. Selain Sambo, ada ajudan Sambo, Bharada Richard Eliezer; ajudan Sambo lainnya, Bripka Ricky Rizal, sopir sekaligus pengurus rumah tangga keluarga Sambo, Kuat Ma'ruf, serta istri Sambo, Putri Candrawathi.