Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Kabar tersebut disampaikan Basar Daniel, koordinator peluncuran buku karya SAE Nababan berjudul 'Selagi Masih Siang' pada tahun lalu.
Basar menyebut Pendeta SAE Nababan meninggal setelah menjalani perawatan intensif di RS Medistra, Jakarta, pukul 16.18 WIB. Pendeta SAE meninggal menjelang usianya ke-88 tahun.
"Jenazah pendeta senior dari gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) ini disemayamkan di Rumah Duka RSPAD, lantai 2 ruang N, Jakarta dan pemakaman akan dilakukan di kampung halaman, Siborongborong, Tapanuli Utara," ujar Basar dalam keterangannya.
Basar menyebut, Pdt. SAE Nababan lahir pada 24 Mei 1933 di Tarutung, Tapanuli Utara. Pdt. SAE Nababan merupakan lulusan Sekolah Tinggi Teologi Jakarta (kini STFT Jakarta) tahun 1956 dan pada tahun yang sama ditahbiskan menjadi pendeta.
ADVERTISEMENT
"Setelah menjalani pelayanan sebagai pendeta pemuda di HKBP Medan, beliau kemudian menempuh studi di Universitas Ruperto Carola, Heidelberg, Jerman-lulus Doctor Theologiae pada Februari 1963," ucapnya.
"Sejak muda, Pdt. SAE telah aktif dalam pelayanan ekumenis dan sosial kemasyarakatan. Ia pun cukup dikenal di gerakan ekumenis baik tingkat nasional, Asia maupun dunia," lanjutnya.
Basar menyebut, Pdt. SAE Nababan sempat menjabat Sekretaris Umum Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) (kini Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) periode 1967-1984. Selanjutnya, Pdt. SAE Nababan menjadi ketua umum di lembaga tersebut pada 1984-1987.
"SAE juga mengemban sejumlah jabatan di berbagai forum ekumenis dunia seperti Lutheran World Federation (LWF), Christian Conference of Asia (CCA), United Evangelical Mission (UEM) dan Dewan Gereja Dunia (World Council of Churches, WCC). Bagi masyarakat Indonesia, namanya lebih dikenal saat menjadi pimpinan (Ephorus) HKBP selama 1987-1998," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Basar bercerita, saat periode kedua kepemimpinan di HKBP pada 1992-1998, SAE Nababan sempat diintervensi rezim Orde Baru dalam proses pemilihan pimpinan HKBP. Sebab SAE diniliai cukup kritis menyerukan penghargaan atas kemanusiaan dan prinsip demokrasi. Sehingga memunculkan dualisme kepemimpinan di HKBP yang baru selesai setelah pemerintahan Soeharto berganti.
"SAE termasuk salah satu inisiator untuk mempertemukan tokoh dan kelompok reformasi yang akhirnya melahirkan Deklarasi Ciganjur dan mengamanatkan agenda reformasi Indonesia," kata Basar.
"Sumbangsih pemikiran SAE Nababan bagi gereja dan masyarakat Indonesia terangkum dalam sejumlah khotbah dan tulisannya. Salah satunya dalam buku catatan perjalanan beliau bertajuk Selagi Masih Siang yang telah terbit tahun lalu," tutupnya.