Tommy Soeharto vs Muchdi Pr: Siapa Terdepak, Siapa Mendepak

13 Juli 2020 7:23 WIB
Tommy dan Titek Soeharto, November 2019. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tommy dan Titek Soeharto, November 2019. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Tommy Soeharto memasuki lobi Grandkemang Jakarta dengan langkah cepat. Masker kuning berlogo Partai Berkarya terpasang di wajahnya. Ia tak sendirian. Di kanan-kirinya mengawal rapat orang-orang berkemeja batik dan berkaus hitam-hitam, sementara di belakangnya turut serta para lelaki berpakaian loreng kuning-hitam. Semua berjalan bergegas.
Sampai di satu ruangan, para lelaki berseragam loreng segera mencopot dan merobek spanduk besar bertuliskan “Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Berkarya” yang melekat di dinding. Tommy menyaksikannya sembari duduk di kursi. Ia kemudian berpidato singkat setelah dipersilakan oleh koleganya, Priyo Budi Santoso.
“Alhamdulillah, semua berjalan baik, tapi belum selesai. Masih ada para pesertanya di hotel ini. Hari ini mereka harus keluar hotel,” kata Tommy di podium, sambil berpesan agar kader-kadernya memakai cara-cara persuasif dalam mengusir partisipan Munaslub.
Putra bungsu Soeharto yang bernama lengkap Hutomo Mandala Putra itu juga menyinggung bahwa dia adalah Ketua Umum Partai Berkarya yang sah, yang terpilih dalam Rapat Pimpinan Nasional.
“Tiga puluh satu DPW hadir dan mendukung penuh (saya) secara aklamasi,” ujar Tommy, mengingatkan akan hasil Rapimnas di Solo, 11 Maret 2018, yang mengukuhkan dia sebagai nakhoda Berkarya sampai 2022.
“Rapatkan barisan terus-menerus,” katanya disambut riuh tepuk tangan orang-orang di sekelilingnya. Ia pun turun dari mimbar dan meninggalkan hotel.
Semua adegan Sabtu siang itu, 11 Juli 2020, direkam oleh sejumlah kader Tommy, lalu diunggah ke media-media sosial.
Ketua DPP Partai Berkarya, Badaruddin Andi Picunang. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Tommy pulang, dan Munaslub tetap berlangsung sore harinya—molor enam jam dari jadwal semula—tanpa berlama-lama.
Sebelum hari berakhir, keputusan sudah didapat: menetapkan Mayjen (Purn) Muchdi Pr sebagai Ketua Umum Partai Berkarya, dan Badaruddin Andi Picunang sebagai Sekjen Partai Berkarya.
Tak ada lagi nama Tommy Soeharto dan Priyo Budi Santoso sebagai Ketua Umum dan Sekjen Partai Berkarya. Setidaknya bagi mereka—para peserta Munaslub.
Dalam konferensi pers, pelaksana Munaslub yang menyebut diri Presidium Penyelamat Partai Berkarya mengatakan bahwa acara itu digelar karena adanya sumbatan komunikasi di internal partai.
“Sejak Rapimnas Partai Berkarya tahun 2018, tak ada evaluasi hasil Pemilu 2019, tak ada rapat-rapat pengambilan kebijakan, tak ada petunjuk dan produk pedoman organisasi sebagai turunan AD/ART Partai,” tutur pimpinan sidang Munaslub.
Mereka juga menuding Partai Berkarya dikelola secara diktator dan feodal. “Jauh dari semangat demokrasi yang diamanahkan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Parpol.”
Kader-kader yang hendak mengkritisi malah diintimidasi. “Pengurus-pengurus daerah diancam, dihukum, dan diganti tanpa melalui prosedur yang jelas,” kata Badaruddin Andi Picunang, salah satu pimpinan Munaslub, kepada kumparan, Minggu (12/7).
Nama besar di jajaran pimpinan partai, ujarnya, ternyata tak menjamin partai berjalan baik.
Itulah sebabnya, lanjut Andi, Munaslub digelar. Ia menyebut Munaslub dihadiri oleh perwakilan 30 Dewan Pimpinan Wilayah dan 370 Dewan Pimpinan Daerah, baik secara langsung maupun virtual. Jumlah itu telah memenuhi kuorum, dan karenanya—tegas Andi—Munaslub adalah sah.
Apakah Tommy Soeharto dikudeta kadernya sendiri, termasuk oleh sang wakil—Muchdi Pr— yang kini menggantikannya?
Jawabannya tak terlalu sederhana, meski tak pelik-pelik amat.
Rapimnas Partai Berkarya, Maret 2018. Foto: ANTARA/Mohammad Ayudha

Saling Jegal, Saling Pecat

Tiga hari sebelum Munaslub, Tommy Soeharto memecat kader-kadernya yang tergabung dalam Presidium Penyelamat Partai Berkarya—pelaksana Munaslub.
“Sungguh disayangkan dinamika yang tidak produktif semakin dipertontonkan dengan membentuk Presidium Penyelamat Partai Berkarya yang ironisnya ingin melaksanakan Munaslub. Padahal Partai Berkarya belum pernah melaksanakan Munas sebelumnya,” kata Tommy dalam Rapat Pleno Dewan Pimpinan Pusat Partai Berkarya di Gedung Granadi, Jakarta Selatan, Rabu (8/12), seperti disiarkan langsung oleh channel YouTube Cendana TV.
Ia merasa dinamika internal partai yang semula positif jadi kebablasan. “Saya masih mengharapkan kesadaran mereka untuk bergabung kembali ke jalan yang benar.”
Namun jika ajakannya diabaikan, Tommy meminta izin dan dukungan Rapat Pleno untuk tak tinggal diam. “Saya akan mengambil tindakan tegas untuk mencabut keanggotaan mereka dan mencopot mereka dari kepengurusan,” ujarnya sambil membaca teks pada lembar-lembar kertas yang ia pegang.
Di akhir rapat, Sekjen Berkarya Priyo Budi Santoso menyatakan bahwa “Kami telah memutuskan secara bulat untuk memberhentikan oknum yang menamakan diri Presidium Penyelamat Partai Berkarya.”
Keputusan pemecatan tersebut dianggap sah karena Rapat Pleno DPP Partai Berkarya disebut dihadiri oleh 33 dari 45 pengurus DPP dan 30 dari 34 DPW.
Para pimpinan teras Partai Berkarya—Tommy Soeharto, Priyo Budi Santoso, Tedjo Edhy Purdijatno, Neneng A. Tutty—dalam Rapat Pleno DPP di Gedung Granadi, Jakarta, 8 Juli 2020. Foto: Youtube/Cendana TV
Dalam Rapat Pleno DPP, Tommy juga menyinggung upaya untuk mendongkelnya. Ia menyesalkan “Tindakan oknum yang mengatasnamakan Majelis Tinggi Partai, yang membekukan kepengurusan DPP Partai Berkarya.”
Terhadap oknum itu, Tommy mengeluarkan mereka dari Majelis Tinggi Partai Berkarya.
Tommy tak menyebut gamblang siapa “oknum” yang ia maksud, namun nama Muchdi Pr dan Badaruddin Andi Picunang ada dalam susunan Majelis Tinggi—bersama nama Tommy sendiri, kemudian Tedjo Edhy Purdijatno, Neneng A. Tutty, dan lain-lain.
Dan kini Muchdi dan Andi—berdasarkan Munaslub gelaran Presidium Penyelamat Partai Berkarya yang dipecat Tommy—adalah Ketua Umum dan Sekjen Partai Berkarya.
Jadi, dalam versi ringkas, beginilah yang terjadi:
Muchdi Pr. Foto: AFP/Adek Berry

Muchdi Pr Petualang Politik

Muchdi Purwoprandjono disebut Presidium Penyelamat sebagai pembawa angin perubahan bagi Partai Berkarya. Muchdi, menurut Andi, punya visi dan program yang jelas, serta sangat komunikatif dengan pengurus-pengurus daerah.
Muchdi bergabung dengan Partai Berkarya pada Maret 2018, setahun sebelum Pemilu 2019. Di dunia politik, eks Danjen Kopassus dan mantan Deputi V BIN yang pernah disidang dalam kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib—namun kemudian bebas dari segala dakwaan—itu bukanlah sosok baru.
Pada 2008, Muchdi pernah membangun Gerindra bersama Prabowo Subianto. Ketika itu, Gerindra baru saja berdiri. Tahun 2011, Muchdi hijrah ke PPP. Pada Pemilu 2014, ia menjadi salah satu relawan Jokowi, mengambil posisi berseberangan dengan Prabowo yang saat itu maju berpasangan dengan Hatta Rajasa.
Sampai kemudian tahun 2018 Muchdi kembali muncul dengan seragam partai baru—Berkarya.
Mendekati Pemilu Presiden 2019, Muchdi kembali mendukung Jokowi seperti lima tahun sebelumnya. Persoalannya, Partai Berkarya mendeklarasikan dukungan untuk Prabowo. Maka, sikap Muchdi terang-terangan berlawanan dengan partainya.
Ucapan Muchdi tersebut ketika itu disebut Priyo sebagai manuver pribadi yang tak ada kaitannya dengan Partai Berkarya. Namun, menurut Andi, Berkarya memang tak pernah menyampaikan dukungan tertulis kepada Prabowo.
“Tidak ada ketegasan bagi anggota harus memberikan dukungan ke mana. Hanya Pak Priyo dan Bu Titiek yang mendukung Pak Prabowo, serta beberapa teman ikut dalam Badan Pemenangan Prabowo. Tapi pengambilan keputusan untuk mendukung Prabowo tidak tertulis dalam rapat resmi,” ujar Andi.
Tommy Soeharto menggenggam tabuh gong dan Muchdi Pr bertepuk tangan di sisi kanan. Mereka membuka Rapimnas Partai Berkarya di Solo pada Maret 2018. Foto: ANTARA/Mohammad Ayudha
Alhasil, Partai Berkarya pecah. Partai yang baru seumur jagung itu kini dilanda perseteruan antara kubu Tommy dan kubu Muchdi.
Neneng A. Tutty, Bendahara Umum Berkarya yang juga anggota Majelis Tinggi partai itu, mengatakan bahwa Munaslub yang menetapkan Muchdi sebagai Ketua Umum merupakan agenda ilegal.
“Menurut dia sah, menurut kami tidak. Tidak ada DPW hadir di situ, karena DPW-nya sudah ada di sini (kubu Tommy),” kata Neneng kepada kumparan.
Neneng adalah salah seorang loyalis Tommy. Ia sudah bersama Tommy sejak mereka—serta Yus Usman Sumanegara dan Mayjen (Purn) Edy Waluyo—mendirikan Partai Nasional Republik pada 2012.
Tudingan Neneng bahwa Munaslub tidak sah dibantah oleh Andi. Ia mengklaim Munaslub absah karena dihadiri oleh 30 DPW dan 370 DPD, lebih dari dua pertiga DPW-DPD se-Indonesia.
Pada akhirnya, cekcok semacam ini bukannya luar biasa. Dalam jagat politik, kawan dan lawan tak pernah jelas benar.
*** Berikut video pembubaran Munaslub oleh Tommy Soeharto di Grandkemang Jakarta seperti diunggah ke media sosial oleh Ketua DPP Partai Berkarya Vasco Ruseimy dari kubu Tommy.