Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Transportasi Umum di Negara Maju Bisa Redakan Stres, Apa Kabar Indonesia?
14 April 2025 17:24 WIB
·
waktu baca 5 menit
ADVERTISEMENT
Menempuh perjalanan jauh bisa berdampak buruk bagi kesehatan mental, terutama bagi para pekerja. Berdasarkan penelitian oleh XYMAX tahun 2019, waktu perjalanan yang lama berbanding lurus dengan tingkat stres yang dialami oleh para komuter.
ADVERTISEMENT
Komuter adalah seseorang yang melakukan pergerakan harian dengan melewati batas administrasi kabupaten/kota tempat tinggalnya. Seperti halnya orang yang tinggal di Kota Bogor dan bekerja di Jakarta.
Namun, di banyak kota maju di dunia, isu ini mulai teratasi dengan solusi transportasi umum (transum) yang efisien dan nyaman. Laporan Urban Transportation Systems of 25 Global Cities (2023), kota-kota seperti Singapura, Hong Kong, Paris, dan London menempati peringkat tertinggi dalam sistem transportasi publik.
Menariknya, warga kota-kota tersebut turut menunjukkan tingkat kepuasan dan kebahagiaan yang lebih tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Disebutkan bahwa transportasi umum yang efisien dan nyaman membantu para komuter untuk lebih tenang dan mengurangi tingkat stress harian.
Mickey adalah WNI yang merasakan dampak langsung dari keunggulan transportasi umum di Singapura dan Hongkong. Selama bekerja di dua negara tersebut, ia aktif menggunakan transportasi umum.
"Transportasinya sama-sama efisien, sama-sama harganya terjangkau, terus saling terkoneksi, misalnya kalau ke luar MRT langsung ada bus gitu-gitu tuh sampai ke tempat-tempat yang terpencil-terpencil semua pasti bisa dijangkau pakai transportasi umum, " tutur Mickey saat berbincang dengan kumparan, Minggu (13/6).
ADVERTISEMENT
Saat ini Mickey sedang menetap dan bekerja di Singapura. Jarak dari kediamannya ke kantor sekitar 24 kilometer dan dapat ditempuh dalam waktu satu jam. Meski begitu, dirinya mengaku masih merasa nyaman saat menggunakan transportasi umum berbasis rel.
“Jika sudah tidak bisa masuk (ke kereta), tunggu saja berikutnya, apalagi kalau rush hour, biasanya tidak sampai 5 menit kereta berikutnya sudah datang,” tambahnya.
Fasilitas transportasi umum yang memadai menyebabkan minimnya rasa stress Mickey untuk berkomuter dalam jarak jauh. Rasa stres yang rendah tersebut disebabkan oleh ketepatan waktu, kemerataan, hingga keamanan di seluruh moda transportasi umum.
"Sampai bus saja hampir pasti on time, semua map-nya jelas, terus menurut aku sangat menjangkau ke semua area, hampir pasti bisa langsung jalan kaki ke tempat yang kita tuju," ungkapnya
ADVERTISEMENT
“Sangat teratur, dan yang paling penting menurut aku sangat aman,” tambahnya.
Di Indonesia Justru Bikin Stres
Berbeda dengan Singapura dan Hongkong, Mickey menyayangkan transportasi umum di kota asalnya, terutama Jakarta Timur masih sering menimbulkan kekhawatiran.
Ditambah lagi berita-berita mengenai copet dan wanti-wanti dari teman-keluarga soal bahaya transportasi umum Jakarta membuat perempuan berusia 28 tahun ini paranoid.
Di Jabodetabek sendiri ada 4,5 juta orang atau 14,4 persen dari total penduduk yang merupakan komuter. Dalam data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, ada 9,09 persen komuter sering alami kondisi stres akibat perjalanan menuju dan pulang dari tempat berkegiatan. Lalu, 28,36 persen komuter kadang-kadang mengalami gejala stres.
Sementara itu, Keisha adalah salah satu komuter yang mengaku mengalami stres dengan transportasi di Indonesia. Sebagai pekerja asal Bekasi dengan lokasi kantor di Menteng, dirinya harus menempuh jarak 26 kilometer setiap hari kerja.
Bila menggunakan sepeda motor, kata dia, durasi yang diperlukan untuk mencapai kantor adalah 45 menit. Namun, lanjutnya, bila menggunakan transportasi umum butuh waktu 1,5 jam.
ADVERTISEMENT
Pekerja usia 24 tahun ini tak memungkiri bahwa transportasi umum memang lebih nyaman ketimbang harus mengendarai motor. Meski demikian, menggunakan transportasi umum menurutnya lebih memicu stres.
"Lebih tinggi stresnya, harus sabar kalo naik transum, aku tidak sabaran," ceritanya saat dihubungi terpisah, Sabtu (12/4).
Keisha bercerita bahwa rute transportasi umum yang dia tempuh mengharuskan melalui beragam transit. Waktu tunggu saat transit juga cenderung lama. Faktor tersebutlah yang menjadi penguji kesabarannya.
Berdasarkan laporan BPS berjudul 'Statistik Komuter Jabodetabek Hasil Survei Komuter Jabodetabek 2023' yang dirilis Maret 2024, alasan tidak praktis menjadi faktor kedua terbesar para komuter Jabodebek tak ingin menggunakan transportasi umum. Sedangkan, waktu tempuh yang lama saat menggunakan transportasi umum menjadi alasan nomor satu komuter tak pilih moda transportasi ini.
ADVERTISEMENT
PR Pemerintah Indonesia
Kasubdit Pendanaan dan Pengawasan Angkutan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kemenhub, Ghoefron Koerniawan, mengakui bahwa transportasi umum di Indonesia memang masih perlu banyak peningkatan.
"Ini yang menjadi PR kita bagaimana menaikkan level layanan," kata Ghoefron saat wawancara bersama kumparan, Jumat (11/4).
Jaringan transportasi umum di Indonesia terutama Jakarta masih belum seutuhnya terkoneksi. Terlebih lagi sebaran halte atau stasiun masih jauh dari tempat tinggal para komuter.
"Kalau halte stasiun terminalnya jauh dari rumah, dia (komuter) akan berpikir lebih baik buat kendaraan pribadi. Jadi koneksi dari terminal, stasiun, haltenya itu relatif jauh jangkauannya kalau berjalan kaki," tambahnya.
Guna meningkatkan ekspektasi masyarakat dalam menggunakan transportasi umum, pemerintah menggunakan taktik push and pull.
ADVERTISEMENT
Strategi push yaitu mendorong pengguna kendaraan pribadi untuk beralih ke transportasi publik dengan cara memberikan insentif negatif terhadap penggunaan kendaraan pribadi.
Cara yang dipakai oleh pemerintah Indonesia saat ini adalah edukasi mengenai bahwa korban kemacetan di Jakarta sebetulnya adalah pelaku masalah itu sendiri.
"Seringkali banyak pengguna kendaraan pribadi merasa mereka adalah korban macet padahal mereka adalalah pelaku yang berkontribusi dalam kemacetan," kata Goefron.
Sedangkan pull adalah strategi peningkatan kualitas transportasi layanan umum seperti kenyamanan yaitu AC, keamanan dari para pengemudi, hingga kecepatan waktu kedatangan armada.