Tunjukkan Alat Kontrasepsi pada Anak Bisa Didenda Rp 1 Juta

7 Desember 2022 17:04 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Alat kontrasepsi Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Alat kontrasepsi Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Rancangan Undang-undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP) yang disahkan di DPR pada Selasa (6/12) lalu masih menuai sorotan terkait pasal-pasal yang kontroversial.
ADVERTISEMENT
Salah satunya mengenai pasal kontrasepsi. Dalam UU tersebut, setiap orang yang menunjukkan alat kontrasepsi kepada anak terancam pidana denda hingga Rp 1 juta. Ini dimuat dalam Pasal 208 dan Pasal 210.
Penerapan hukuman itu memang dikecualikan bagi petugas yang berwenang dalam rangka pelaksanaan keluarga berencana, pencegahan infeksi menular, atau kepentingan pendidikan/penyuluhan. Termasuk juga oleh relawan yang dianggap kompeten.
Berikut selengkapnya bunyi Pasal 208 dan Pasal 210 tersebut:
Pasal 408
Setiap Orang yang secara terang-terangan mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan kepada Anak, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I.
Pasal 410
(1) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 408 tidak dipidana jika dilakukan oleh petugas yang berwenang dalam rangka pelaksanaan keluarga berencana, pencegahan penyakit infeksi menular seksual, atau untuk kepentingan pendidikan dan penyuluhan kesehatan.
ADVERTISEMENT
(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 409 tidak dipidana jika dilakukan untuk kepentingan ilmu pengetahuan/pendidikan. (3) Petugas yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk relawan yang kompeten yang ditugaskan oleh Pejabat yang berwenang.
Survei yang dilakukan BPS bersama USAID, Kemenkes, dan BKKBN menunjukkan, anak dan remaja kerap berdiskusi soal masalah ini bersama teman-temannya. Sebab itu, pasal ini dikhawatirkan dapat menurunkan edukasi seksual sejak dini.
"Berpotensi menurunkan capaian kesehatan seksual dan reproduksi di Indonesia yang saat ini sudah cukup rendah," kata pendiri lembaga CISDI, Amru Sebayang, Senin (5/12) dikutip dari siaran pers kepada BBC News Indonesia.