Turki Minta AS Ekstradisi 84 Ulama, Termasuk Fethullah Gulen

21 November 2018 10:57 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fethullah Gulen. (Foto:  REUTERS/Greg Savoy)
zoom-in-whitePerbesar
Fethullah Gulen. (Foto: REUTERS/Greg Savoy)
ADVERTISEMENT
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menyerahkan daftar 84 ulama yang harus diekstradisi oleh Amerika Serikat. Di antara puluhan nama tersebut terdapat Fethullah Gulen.
ADVERTISEMENT
Gulen merupakan ulama berpengaruh di Turki yang telah hidup di pengasingan di AS. Presiden Recep Tayyip Erdogan menuding Gulen sebagai otak kudeta militer yang gagal di Turki 2016 lalu.
Tuduhan tersebut yang mendasari Turki meminta AS memulangkan Gulen. Lobi-lobi membawa Gulen kembali ke Turki telah dimulai saat Cavusoglu berkunjung ke Washington beberapa waktu lalu.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. (Foto: Cem Oksuz/Presidential Press Office/Handout via REUTERS)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. (Foto: Cem Oksuz/Presidential Press Office/Handout via REUTERS)
Sayangnya pertemuannya dengan pejabat tinggi AS seperti Menlu Mike Pompeo dan Penasihat Keamanan John Bolton tak membuahkan hasil.
Namun, Turki tak patah arang. Pada Selasa (21/11) ini Cavusoglu kembali mengirimkan daftar terbaru tersebut ke Washington.
"Presiden (AS) Donald Trump yang meminta Prsiden Erdogan untuk segera mengirimkan daftar dan saya kembali mengirimkan daftar itu ke Pompeo dan Bolton," sebut Cavusoglu, seperti dikutip dari AFP, Selasa (21/11).
ADVERTISEMENT
Pernyataan Cavusoglu mengenai daftar tersebut, bertolak belakang dengan komentar Trump. Pada Sabtu pekan lalu Trump menegaskan AS tak berniat mengekstradisi Gulen.
"Itu tidak kami pertimbangkan, Erdogan teman saya, dia orang kuat dan pintar, jika kami bisa bantu, kami akan bantu tapi untuk (mengekstradisi Gulen) ini tidak akan," ucap Trump.
Hubungan AS-Turki belakangan ini tidak begitu harmonis. Selain Gulen, permintaan Trump agar Turki membebaskan pendeta asal AS Andrew Brunson juga menjadi faktor memburuknya relasi kedua negara.