Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Turut Disebut Dalam Tuntutan Setnov, Djamal Aziz Bantah Tekan Miryam
10 April 2018 16:15 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
ADVERTISEMENT
Politikus Partai Hanura Djamal Aziz membantah ikut menekan Miryam S. Haryani agar mencabut keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan terkait kasus e-KTP . Nama Djamal turut disebut bersama-sama Setya Novanto menekan Miryam.
ADVERTISEMENT
Djamal mengaku bahwa dia tidak mempunyai kepentingan untuk melakukan tekanan kepada Miryam.
"Kapasitas saya apa? Saya itu tidak ada korelasinya sama mereka. Korelasinya enggak ada relevansinya juga enggak ada sama mereka," ujar Djamal Aziz di Gedung KPK, Selasa (10/4).
Djamal mendatangi KPK untuk meminta penjadwalan ulang terhadap pemeriksaannya. Ia sedianya akan diperiksa untuk tersangka Markus Nari pada hari Jumat (13/4). Namun ia meminta pemeriksaannya diundur hingga Senin (16/4).
Kendati demikian, ia mengaku belum mengetahui akan diperiksa terkait kasus apa. Markus Nari merupakan tersangka dalam dua kasus, yakni dugaan merintangi penyidikan KPK serta dugaan turut serta dalam korupsi proyek e-KTP.
Djamal menyebut bahwa dirinya tidak berada di Komisi II DPR pada saat proyek e-KTP bergulir. Sehingga ia menilai tidak punya kepentingan untuk menekan Miryam.
ADVERTISEMENT
"Saya itu 2010 sudah ndak ada, apapun saya itu 2010 Agustus sudah tidak di komisi II. Padahal e-KTP itu di mana-mana tertera 2011-2013," kata dia.
Ia mengaku memang mengenal Miryam karena berada dalam satu fraksi. Meski demikian, ia membantah pernah membahas soal e-KTP dengan Miryam. "Endak ada, endak ada, kalau urusan duit itu enggak pernah ajak-ajak bicara, siapa yang ajak bicara," ucap Djamal.
Pencabutan BAP membuat Miryam terjerat masalah hukum, yaitu memberikan keterangan tidak benar dalam kasus tindak pidana korupsi. Miryam bahkan telah divonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terkait hal tersebut. Miryam divonis 5 tahun penjara dan wajib membayar denda Rp 200 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai Miryam terbukti memberikan keterangan bohong ketika bersaksi di sidang dugaan korupsi e-KTP untuk terdakwa Irman dan Sugiharto pada 23 Maret lalu. Kala itu, Miryam mencabut seluruh keterangannya dalam berita acara pemeriksaan lantaran mengaku mendapat tekanan saat diperiksa oleh 3 penyidik KPK, yaitu Novel Baswedan, Ambarita Damanik, dan M. Irwan Santoso.
ADVERTISEMENT