Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Tuti Tursilawati Dieksekusi di Saudi karena Had Ghilah, Apa Itu?
1 November 2018 10:22 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Tuti dihukum mati had ghillah, bukan kisas. Jadi tidak bisa dimaafkan oleh siapapun kecuali Allah (sesuai dalilnya). Karena itu tidak ada diyat dalam kasus ini," kata Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal, Kamis (1/11).
Iqbal menjelaskan, had ghilah adalah satu dari tiga jenis hukuman mati di Arab Saudi selain yaitu takzir dan kisas. Peluang bebas dari eksekusi mati masih terbuka untuk pelaku pembunuhan dengan hukuman takzir dan kisas. Namun untuk vonis had ghilah, tidak ada yang bisa mencegahnya, bahkan Raja Saudi dan ahli waris korban sekalipun.
Kepada kumparan, Iqbal mengatakan, untuk kasus takzir atau pembunuhan tidak disengaja, pemerintah Indonesia bisa mengupayakan pemaafan dari Raja Saudi melalui diplomasi. Sementara untuk kisas, juga bisa dilakukan pendekatan diplomatik melalui pemerintah Saudi, lembaga pemaafan, dan kabilah. Namun untuk had ghilah, tidak ada peluang itu.
ADVERTISEMENT
"Paling berat adalah had ghilah, pembunuhan terencana. Dalam hal ini, sesuai dalil Al-Quran dan hadits, tidak ada yang bisa memaafkan kecuali Allah," kata Iqbal.
Dalam hukum Islam yang dianut Saudi, pembunuhan ghilah adalah pembunuhan terencana terhadap orang yang seharusnya dilindungi oleh pelaku. Tidak ada lagi campur tangan ahli waris korban dan kerajaan Saudi dalam kasus ini.
"Tidak ada lagi diplomasi, murni proses hukum. Tidak ada peluang pemaafan, sepenuhnya diputuskan oleh hakim," lanjut Iqbal lagi.
Perkara had ghilah ini juga dibahas dalam berbagai kitab-kitab para ulama terdahulu. Dikutip dari buku "Hadis Ahkam: Kajian Hadis-hadis Hukum Pidana Islam" oleh Fuad Thohari (2018), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam bukunya Mulakhkhas Fiqhi merajihkan (membenarkan) hukum ini dengan mengatakan al-ghilah adalah "pembunuhan dengan memperdaya korban"
ADVERTISEMENT
Ulama lainnya, Ibnu al-Qayyim Al-Jauziyyah, tulis Thohari, juga mengatakan hukum ghilah tidak bisa gugur dengan adanya pengampunan dan tidak dilihat kembali kesetaraan (mukafah).
Dalam kasus Tuti, hakim menyatakan wanita asal Majalengka ini melakukan pembunuhan yang telah direncanakan terhadap majikannya, Suud Mulhaq AI-Utaibi, pada 11 Mei 2010. Iqbal mengatakan, dalam kasus ini majikan memang diketahui melakukan pelecehan seksual kepada Tuti.
Namun pembunuhan terhadap Utaibi, kata Iqbal, tidak dilakukan Tuti ketika pelecehan seksual itu terjadi, tapi beberapa hari kemudian. Pembunuhan ini yang kemudian dikategorikan menjadi had ghilah karena Tuti Tursilawati dianggap telah merencanakannya.
"Dianggap pembunuhan berencana karena Tuti membalas dendam, menunggu kakek itu pulang dari salat Subuh," kata Iqbal.
Tuti diketahui memukul korban hingga tewas. Wanita 34 tahun ini lalu kabur membawa sebuah tas yang berisi uang sehingga kasus ini juga dianggap pencurian. Iqbal mengatakan, kasus pencurian disidangkan di pengadilan terpisah dan Tuti dianggap tidak bersalah.
ADVERTISEMENT
"Hal yang memberatkan Tuti, pertama adalah karena korban menjadi tanggung jawab dia, seharusnya dia lindungi. Kedua, Tuti memukul dari belakang, bukan dari depan," kata Iqbal.
"Setelah Tuti memukul, dia lantas memukul korban lagi. Ini semakin menguatkan niatnya untuk membunuh. Berbeda jika dia memukul hanya sekali lalu pergi, itu niatnya hanya melukai," lanjut Iqbal.
Iqbal mengatakan, upaya diplomasi tetap diambil dalam kasus Tuti yaitu dengan mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) yang bisa dipengaruhi oleh Raja Saudi. Pada 2015, Presiden Joko Widodo menyampaikan permohonan PK ini kepada Raja Salman dan dipenuhi, padahal kasus sudah inkracht.
"Akhirnya diputuskan Mahkamah Agung atas perintah Raja untuk pemeriksaan ulang. Seluruh hakimnya diganti, ini adalah proses diplomasi," tutur Iqbal.
ADVERTISEMENT
"Tapi hakim (yang baru) memutuskan hal yang sama (had ghilah)."