Ujian di Asmat: Tersesat di Labirin Sungai Sampai Kemunculan Buaya

8 Februari 2018 11:44 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mencari Jalan Menuju Kabupaten Asmat (Foto: Ardhana Pragota/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mencari Jalan Menuju Kabupaten Asmat (Foto: Ardhana Pragota/kumparan)
ADVERTISEMENT
Perjalanan menyalurkan bantuan ke wilayah terdampak campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, Papua, tak lepas dari berbagai persoalan dan tantangan. Tak mudah menghubungkan daerah-daerah pedalaman yang terpisah oleh sungai.
ADVERTISEMENT
Wakil Bupati Asmat Thomas Saponfon mengaku, hingga kini kondisi geografis masih jadi salah satu masalah besar di daerahnya.
"Kondisi geografis kita menjadi tantangan sehingga masyarakat jauh (dari) jangkauan," kata Thomas kepada kumparan saat bertemu di Pelabuhan Feri Agats, Asmat, pada Rabu (7/2). 
Satu distrik ke distrik lainnya dipisahkan oleh perairan. Kapal cepat dan perahu tradisional, menjadi moda transportasi andalan untuk mencari ikan, membawa logistik, dan angkutan masyarakat. 
Namun, menumpang kapal untuk menyebrang distrik bukan hal yang menyenangkan. Jarak terdekat dari Ibu Kota Kabupaten, Agats, menuju distrik lainnya, memakan waktu tempuh paling cepat satu jam. 
Belum lagi kondisi alam yang tak selalu bersahabat. Menurut Thomas, para pelaut di Asmat harus pandai-pandai memperhitungkan waktu pasang surut air. "Kampung di pedalaman tidak bakal bisa dijangkau jika air sedang surut," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pihak pemerintah sendiri tak jarang kesulit menemui masyarakat Asmat. Sebab, sebagian besar dari mereka masih menjalani hidup berpindah-pindah (nomaden) untuk mencari makan.
"Ada kampung yang ketika didatangi kosong karena di bivak pondok (tempat bermalam) sementara di tengah hutan. Masyarakat terpencar ke bivak-bivak atau pedalaman untuk memenuhi kebutuhannya," tutur Thomas.
Menyusuri sungai di Kabupaten Asmat (Foto: Ardhana Pragota/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menyusuri sungai di Kabupaten Asmat (Foto: Ardhana Pragota/kumparan)
Pada Rabu (7/2) siang itu, kumparan ikut dalam rombongan Aksi Cepat Tanggap (ACT) bersama belasan orang wartawan lainnya, menuju pedalaman Asmat untuk melihat fasilitas kesehatan di sana. Kami berangkat sekitar pukul 11.45 WIT dari Pelabuhan Feri Agats menuju distrik Siret, dengan estimasi waktu tempuh 2 jam. 
Distrik Siret termasuk dalam wilayah memiliki catatan campak dan gizi buruk. Mengutip data Puspen Kodam Cendrawasih, ada 101 warga Siret yang terkena campak dan 4 orang menderita gizi buruk, sejak September 2017 hingga 8 Februari 2018. 
ADVERTISEMENT
Kapal yang kami tumpangi berukuran sedang, mampu mengangkut hingga 30 orang. Sepanjang pelayaran, kami disuguhkan dengan pemandangan hutan bakau. Tak jarang kami berpapasan dengan penduduk lokal yang juga berlayar dengan perahu tradisional mereka.
Mencari Jalan Menuju Kabupaten Asmat (Foto: Ardhana Pragota/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mencari Jalan Menuju Kabupaten Asmat (Foto: Ardhana Pragota/kumparan)
Setelah 1,5 jam berlayar, nakhoda kami mendadak kebingungan. Dari balik kemudinya, ia berteriak kepada seorang lelaki yang duduk di moncong kapal. Lelaki yang merupakan asistennya itu, bertugas mengarahkan nakhoda untuk menghindari rintangan seperti kayu atau pukat nelayan. 
"Coba tanya ke mana arah Sirets," teriak nakhoda itu, seraya mengarahkan jarinya, menunjuk ke sebuah perahu berisi penduduk lokal yang mengarah ke kapal. 
Perahu itu lalu mendekat ke arah kapal kami. Salah satu pemuda di dalam kapal, berbicara dengan nakhoda sambil tangan kanannya menunjuk sebuah arah. "Kau ketemu pulau di depan, belok kiri!" ujar pemuda itu.  
ADVERTISEMENT
Kapal kami tersesat. Tak ada alat komunikasi yang bisa diandalkan dalam keadaan mendesak seperti ini. Sinyal telepon genggam menghilang sejak bertolak dari pelabuhan. Nakhoda bilang, tidak perlu khawatir sebab kapal tidak akan tersesat jauh sebab posisinya sudah berada di tengah-tengah belantara daratan Asmat.
Perairan Asmat yang menyerupai labirin, memang mengharuskan nakhoda memahami rute yang tepat untuk mencapai lokasi. Jika tidak, kapal akan terus memutari daratan yang sama seperti yang terjadi pada kami.
Sekitar 1,5 jam kemudian, sebuah dermaga akhirnya tampak dari kejauhan. Kapal kami merapat ke sisi dermaga itu. Nasib nyasar di tengah sungai labirin Asmat, membuat perjalanan kami memakan waktu 3,5 jam, meleset jauh dari prediksi awal. 
Distrik Siret, Kabupaten Asmat (Foto: Ardhana Pragota/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Distrik Siret, Kabupaten Asmat (Foto: Ardhana Pragota/kumparan)
Kami lalu berkeliling melihat-lihat kondisi kampung Yausakor, yang jadi pusat administrasi Distrik Sirets. Masih ada delapan kampung lain yang tersebar di seberang sungai.
ADVERTISEMENT
Sirets adalah wajah sebuah wilayah pedalaman yang minim fasilitas. Air disana sangat minim karena mengandalkan tampungan air hujan. Tidak ada sinyal, dan listrik baru menyala pukul 18.00 WIT sampai pukul 00.00 WIT. 
Kami tak berencana menginap di Sirets. Seluruh perbekalan dan pakaian kami tinggal di Agats. Ketika waktu menunjukkan pukul 18.30 WIT, rombongan melangkah menuju dermaga untuk pulang. 
Mencari jalan menuju Kabupaten Asmat. (Foto: Dok Kodam Cendrawasih)
zoom-in-whitePerbesar
Mencari jalan menuju Kabupaten Asmat. (Foto: Dok Kodam Cendrawasih)
Namun dalam perjalanan menuju dermaga, tim kesehatan TNI serta anggota Polri meminta kami untuk bermalam. Keamanan menjadi alasan kenapa kami diminta tetap tinggal di Siret. 
"Di pertigaan sana, sering muncul buaya. Banyak penduduk sini yang sudah pernah digigit," ujar salah satu petugas. Saya tidak dapat melihat namanya karena kami berbincang di jalan yang tak memiliki lampu penerangan. 
ADVERTISEMENT
Kemunculan buaya di perairan Asmat sudah menjadi cerita yang sering terdengar sejak kami menginjakkan kaki di Asmat. Belum lagi, ular Papua yang terkenal mematikan menambah bayang-bayang seram tentang pedalaman Papua.
Kami akhirnya mengiyakan permintaan petugas untuk menginap. Di sebuah rumah panggung yang memiliki 3 kamar, kami berdesakan dengan tetap mengenakan pakaian yang kami pakai sejak pagi. 
Pukul 00.00 WIT, listrik mati sesuai jadwal. Langit malam itu cerah membuat rasi bintang tampak begitu jelas. Kami harus segera tidur. Esok pagi pukul 05.00 WIT, rombongan akan kembali menyusuri sungai selama 3 jam untuk kembali ke Agats.