Ulama Aceh Dukung Usulan Hukuman Potong Tangan Bagi Koruptor

25 Juli 2018 17:24 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemeriksaan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf di Gedung KPK. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pemeriksaan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf di Gedung KPK. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Penangkapan Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf oleh KPK atas dugaan korupsi Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) 2018 membuat daerah berjuluk serambi mekah itu menjadi sorotan publik. Hal itu tidak terlepas dari proses hukum di Aceh yang menggunakan syariat Islam.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, Aceh hingga kini belum memiliki qanun (hukum) yang mengatur soal korupsi. Untuk mencegah tindakan korupsi kembali berulang, sebagian masyarakat Aceh menyuarakan agar ada qanun potong tangan bagi koruptor. Salah satu pihak yang menyuarakan perlu adanya qanun potong tangan bagi koruptor yakni Gerakan Penegak Keadilan (GPK).
Menanggapi usulan tersebut, salah seorang tokoh ulama Aceh, Faisal Ali, ikut angkat suara. Faisal mendukung penuh usulan adanya qanun potong tangan bagi pelaku korupsi di Aceh. Sebab, qanun tersebut diyakini akan berdampak baik pada Aceh, khususnya untuk menciptakan pemerintahan yang bersih.
"Ketika ada upaya atau tuntutan pihak-pihak untuk membuat qanun soal hukum potong tangan bagi koruptor di Aceh itu, kami dukung,” ujar Faisal yang juga Ketua PWNU Aceh saat dihubungi kumparan, Rabu (25/7).
ADVERTISEMENT
Massa yang tergabung dalam Gerakan Penegak Keadilan (GPK) menggelar unjuk rasa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Selasa (24/7). (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Massa yang tergabung dalam Gerakan Penegak Keadilan (GPK) menggelar unjuk rasa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Selasa (24/7). (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
Namun demikian, Faisal menyarankan agar usulan tersebut dikaji terlebih dahulu, khususnya dampak jika qanun tersebut terealisasi. Tidak hanya itu, Faisal juga menilai perlu dilihat lebih jauh apakah tindakan korupsi termasuk dalam kategori pencurian atau tidak. Kajian itu, kata Faisal, juga harus melihat apakah kasus korupsi di Aceh sudah meresahkan masyarakat atau tidak.
“Soal bagaimana prosesnya perlu kajian mendalam untuk mengetahui masuk tidaknya koruptor dalam kategori pencuri, atau orang yang merampas atau merampok. Kita harus lihat secara teliti apakah kasus-kasus korupsi di Aceh sudah benar-benar merajalela, sudah mewabah. Kita belum tahu ini seperti apa," ungkapnya.
Meski pada umumnya para ulama di Aceh mendukung usulan itu, namun untuk substansi hukuman terhadap koruptor terlebih perlu dimusyawarahkan. Sebab usulan qanun potong tangan menurut Faisal belum begitu mendesak. Faisal menilai lebih baik mengoptimalkan terhadap qanun-qanun yang sudah ada, termasuk soal pencegahan korupsi.
ADVERTISEMENT
“Sebenarnya usulan ini belum terlalu mendesak untuk kita terapkan. Alangkah lebih baik optimaliasi saja dulu terhadap pencegahannya, itu sangat penting,” tegasnya.
Sebelumnya, sekelompok ormas yang mengatasnamakan Gerakan Penegak Keadilan (GPK) menggelar unjuk rasa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Selasa (24/7). Massa menuntut dewan agar merancang qanun (hukum) tentang potong tangan bagi koruptor di Aceh.