Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Umrah Mandiri, Tren atau Malah Jadi Ancaman dan Berisiko?
24 Januari 2025 16:26 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Umrah mandiri atau perjalanan wisata religi tanpa biro perjalanan saat ini lagi marak dan menjadi tren di kalangan anak muda. Mereka merangkai sendiri rencana perjalanan umrah, dari beli tiket, booking hotel, sampai urus visa.
ADVERTISEMENT
Namun, umrah mandiri itu ternyata dianggap Kementerian Agama (Kemenag) nonprosedural. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief, juga mengatakan banyaknya calon jemaah yang gagal berangkat, ditelantarkan di Tanah Suci, yaitu salah satunya karena berangkat umrah nonprosedural.
"Masyarakat memilih umrah nonprosedural," kata Hilman dalam keterangan yang diterima kumparan, Jumat (24/1).
Lebih lanjut, Hilman mengatakan dengan regulasi saat ini, fokus Kementerian Agama adalah perlindungan jemaah. Hilman tak ingin menggunakan istilah backpacker pada orang yang melakukan umrah tanpa biro perjalanan, tapi lebih ke individu atau umrah mandiri.
"Jadi bukan semata-mata boleh dan tidak boleh, karena yang menjalankan (umrah) secara individu itu sudah banyak," ujar dia.
Hilman menyoroti soal kasus penipuan jemaah umrah yang diungkap Polda DIY pada Kamis (23/1/2025) kemarin. Polisi dalam kasus itu menangkap ID (46) atau Indri Dapsari pemilik biro umrah PT Hasanah Magna Safari (HMS).
ADVERTISEMENT
Indri menipu puluhan calon jemaah umrah dengan total kerugian Rp 14 miliar. Salah satu korbannya termasuk menantu Amien Rais, Selmadena Aquilla.
"Nah, yang sudah pakai travel saja, mohon maaf ini, ya Anda cek deh berita saat ini, yang pakai travel saja hotelnya masih belum dapat, bahkan ada yang terusir atau bahkan belum punya tiket, bahkan tiketnya juga, ya, kemudian tidak jalan dan harus telantar ini itu, bagaimana individu? Terus kita harus negur siapa kalau ada masalah, nah itu sebetulnya, ya. Jadi fokusnya bukan boleh dan tidak boleh semata-mata," jelas Hilman.
Hilman mengatakan fenomena umrah mandiri ini juga pernah disampaikan ke pemerintah Arab Saudi. Yang dia sampaikan adalah bahwa saat ini, undang-undang di Indonesia masih mengharuskan bahwa jemaah umrah harus menggunakan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
ADVERTISEMENT
"Saya sampaikan juga ke pemerintah sana ya, bahwa saat ini UU-nya masih harus mengharuskan itu, konteksnya ke perlindungan, kalau sakit gimana, asuransinya seperti apa, yang take care, siapa yang menyelesaikan siapa, mitra dengan perusahaan yang di sana siapa. Nah, itu jadi bahan pertimbangan kita. Saya kira itu, ya, konteksnya," kata dia.
Undang-undang yang dimaksud adalah UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Pasal 86 UU itu menyebut perjalanan ibadah umrah dapat dilakukan secara perseorangan atau berkelompok melalui PPIU.
Pasal 86
(1) Perjalanan Ibadah Umrah dapat dilakukan secara perseorangan atau berkelompok melalui PPIU.
(2) Penyelenggaraan perjalanan Ibadah Umrah dilakukan oleh PPIU.
(3) Selain oleh PPIU, penyelenggaraan perjalanan Ibadah Umrah dapat dilakukan oleh Pemerintah.
ADVERTISEMENT
(4) Penyelenggaraan perjalanan Ibadah Umrah yang dapat dilakukan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan jika terdapat keadaan luar biasa atau kondisi darurat.
(5) Keadaan luar biasa atau kondisi darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Presiden.
Fenomena Umrah Mandiri
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Advokasi, Komunikasi dan Hubungan Sosial Aliansi Pengusaha Haramain Seluruh Indonesia (ASPHIRASI) Syarif Hidayatullah mengatakan munculnya fenomena umrah mandiri itu karena pelaku bisnis travel tidak bisa menjaga persepsi yang baik di masyarakat.
Syarif juga menilai umrah mandiri itu mengandung ancaman.
"Sekarang sudah muncul perilaku masyarakat umrah mandiri. Artinya mereka menanggung risikonya sendiri. Tapi menurut saya itu ancaman, selain ancaman bagi industri, itu juga ancaman bagi keamanan masyarakat sebenarnya," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Syarif menjelaskan, biasanya ada dua pilihan visa untuk ke Tanah Suci. Pertama, visa wisata dan kedua, visa umrah. Visa wisata lebih mahal, visa umrah lebih murah. Tapi, menurut dia, visa umrah hanya bisa dirilis oleh agen travel berizin penyelenggara umrah.
Agen travel berizin ini diperbolehkan merilis visa umrah asalkan memberikan layanan umrah lengkap. Sayangnya, kata dia, dalam kasus umrah mandiri, ada agen-agen travel yang hanya memberikan visa, tanpa layanan penuh.
“Artinya, ada pelanggaran dari penyelenggara, ada pelanggaran dari agen travel, karena memberikan visa umrah lepasan,” ujar Syarif.
Syarif mengatakan, untuk meminimalisasi terjadinya permasalahan kepada calon jemaah seperti merasa terlantar di Tanah Suci untuk para jemaah umrah mandiri ini, dia berharap pemerintah mengeluarkan regulasi yang ketat.
ADVERTISEMENT
"Ya karena asosiasi ini, kan, masyarakat sipil ya, artinya ada di lapisan masyarakat juga. Kita seringkali menemukan penyimpangan dan kita laporkan. Tapi asosiasi hanya bisa melakukan penyuluhan atau pembinaan atau paling tidak edukasi. Namun tindakan itu harus dari regulasi," kata Syarif.