Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
UNESCO: Taliban Sengaja Rampas Hak Sekolah 1,4 Juta Anak Perempuan Afghanistan
16 Agustus 2024 15:50 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Badan pendidikan dan kebudayaan PBB, UNESCO, menyebut pemerintah Taliban Afghanistan "sengaja merampas" hak sedikitnya 1,4 juta anak perempuan untuk melanjutkan pendidikan.
ADVERTISEMENT
Badan PBB itu memperingatkan bahwa masa depan negara tersebut tengah dalam bahaya, sejak Taliban kembali berkuasa pada Agustus 2021.
Membandingkan jumlah anak perempuan yang tidak bersekolah sebelum Taliban berkuasa, saat ini ada 80 persen anak perempuan Afghanistan (total 2,5 juta jiwa) yang ditolak melanjutkan pendidikan.
"UNESCO khawatir dengan konsekuensi berbahaya dari angka putus sekolah yang semakin besar ini, yang dapat menyebabkan peningkatan pekerja anak dan pernikahan dini," tulis pernyataan tersebut, seperti dikutip dari Al Jazeera.
Afghanistan adalah satu-satunya negara di dunia yang melarang perempuan di atas kelas enam untuk mengenyam pendidikan, dari jenjang menengah pertama hingga universitas.
Alasannya karena tidak sesuai dengan interpretasi Islam menurut mereka. Hal itu menjadi perdebatan karena tidak ada negara Muslim lain yang melarang anak perempuan untuk mengenyam pendidikan.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay, mendesak masyarakat internasional untuk memperjuangkan hak perempuan Afghanistan memperoleh kembali pendidikan yang layak.
Tiga tahun berkuasa, pemerintahan Taliban masih tidak diakui negara lain. Pembatasan terhadap wanita pun disebut PBB sebagai "apartheid gender".
Jumlah murid di tingkat sekolah dasar pun menurun. Pada 2022, UNESCO mencatat jumlah anak SD di Afghanistan hanya 5,7 juta, sementara di 2019 jumlahnya mencapai 6,8 juta.
UNESCO menuduh keputusan Taliban atas larangan guru perempuan mengajar anak laki-laki sebagai penyebabnya. Mereka menambahkan, orang tua di sana juga tidak memiliki insentif untuk menyekolahkan anak-anaknya.
Angka pendaftar universitas juga mengkhawatirkan, jumlahnya menurun hingga 53 persen sejak 2021.
“Akibatnya, negara ini akan segera menghadapi kekurangan lulusan yang terlatih untuk pekerjaan yang paling membutuhkan keterampilan tinggi, yang hanya akan memperburuk masalah pembangunan,” ungkap UNESCO.
ADVERTISEMENT