Unhan Gelar FGD Kerentanan Indo-Pasifik, Bahas Pengungsi Rohingya-Konflik Papua

5 Januari 2024 21:12 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Universitas Pertahanan (Unhan) menggelar Focus Grup Discussion (FGD) bertajuk Kerentanan Kawasan Indo-Pasific Kesiapan Indonesia di Gedung Pascasarjana Unhan, Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Jumat (5/1/2023). Foto: Unhan
zoom-in-whitePerbesar
Universitas Pertahanan (Unhan) menggelar Focus Grup Discussion (FGD) bertajuk Kerentanan Kawasan Indo-Pasific Kesiapan Indonesia di Gedung Pascasarjana Unhan, Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Jumat (5/1/2023). Foto: Unhan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Universitas Pertahanan (Unhan) menggelar Focus Grup Discussion (FGD) bertajuk Kerentanan Kawasan Indo-Pasific Kesiapan Indonesia. FGD digelar bersama dengan Indo-Pasific Strategic Intelligence (IPSI), di Gedung Pascasarjana Unhan, Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Jumat (5/1/2023).
ADVERTISEMENT
Hadir dalam FGD tersebut, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Perencanaan Unhan Laksma TNI Agus Adriyanto, Guru Besar Hubungan Internasional Unhan Prof. Anak Agung Bantu Perwita, dan Executive Management IPSI Aisha Kusumasomantri.
Agus membahas mengenai isu pengungsi Rohingya yang ada di Indonesia. Menurutnya, ada sejumlah tantangan bagi pemerintah Indonesia, yaitu sumber daya.
"Tantangan yang terjadi adalah memang keterbatasan sumber daya, baik itu sumber daya manusia, sumber daya untuk pendukung makanan dan sebagainya, dan penampungan. Juga kebutuhan akan integrasi sosial, dan ketidakpastian status hukum jangka panjang bagi pengungsi. Ini juga menjadi concern yang dipikirkan oleh Indonesia saat ini," ujar Agus.
Petugas IOM mendata sejumlah imigran etnis Rohingya saat beristirahat di Meunasah atau Masjid setelah terdampar di kawasan pesisir Desa Kulee, Kecamatan Batee, Kabupaten Pidie, Aceh, Minggu (19/11/2023). Foto: Ampelsa/ANTARA FOTO
Ia menyebut Indonesia sebenarnya tidak tergabung dalam Konvensi Pengungsi 1951. Namun, dengan alasan kemanusiaan, Indonesia tetap membantu pengungsi Rohingnya untuk bertahan hidup.
ADVERTISEMENT
"Indonesia belum mengaktivasi Konvensi Pengungsi 1951, sehingga kita tidak memiliki kerangka hukum formal yang baik untuk para pengungsi. Namun karena ini sifatnya kemanusiaan, jadi kita harus tetap menyediakan perlindungan sementara dan bantuan kemanusiaan, itu khusus untuk yang sudah telanjur sampai ke Indonesia," ungkapnya.
Sementara itu, Prof. Anak Agung membahas isu mengenai konflik di Papua. Menurutnya, konflik tersebut sudah terjadi selama puluhan tahun, bukan baru-baru saja terjadi.
"Mungkin kita semua belum sadar bahwa konflik Papua ini sudah berlangsung lebih dari 60 tahun. Awalnya mungkin 1 Mei 1963, dan banyak literatur yang saya pikir cukup tidak berimbang, bagaimana mereka melihat Papua, orang-orang asing," kata Prof. Banyu.
Menurut dia, permasalahannya saat ini apakah konflik di Papua hendak diselesaikan atau di-manage. Dia juga mengatakan ada banyak aspek dalam melihat isu konflik di Papua.
ADVERTISEMENT
"Kita juga harus memperhatikan konteks geopolitik dan hubungan internasional. Jadi misalnya saja ketika bicara bicara geopolitik dan hubungan internasional, itu tidak bisa dilepaskan oleh begitu banyak aktor, sektor, yang terlibat di Indonesia. Salah satunya tentu bicara kementerian luar negeri. Tidak bisa kita melihat isu Papua pada satu aspek saja, sehingga kita harus melihatnya secara keseluruhan," pungkas dia.