Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Unsika Bukan yang Pertama, di UGM Ada Laboratorium dari Kontainer
18 Desember 2024 19:31 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) memborong 80 peti kemas atau kontainer seharga Rp 6,4 miliar untuk disulap menjadi ruang kelas. Kebijakan ini pun menjadi polemik.
ADVERTISEMENT
Namun, jauh sebelum apa yang dilakukan Unsika, kontainer sudah dimanfaatkan sebagai laboratorium di Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi (DTETI) Universitas Gadjah Mada (UGM).
"Di DTETI ada setidaknya dua lab yang menggunakan kontainer," kata Kepala Lab Teknik Isyarat, Sistem, Kendali, dan Biomedis DTETI UGM Ir. Eka Firmansyah, ST., M.Eng., Ph.D., IPM dikonfirmasi, Rabu (18/12).
Lab yang pertama adalah lab yang dipimpin Eka, yakni IGREEN- Infineon-Gadjah Mada Research-Engineering Facility. Ini lab untuk penelitian elektronika daya yang bekerja sama dengan Infineon.
"Tugas pokoknya mempelajari penerapan elektronika daya di bidang kendaraan (kendaraan listrik-kereta-bus) dan energi terbarukan," kata Eka.
Lalu yang kedua merupakan fasilitas pendukung capstone design dan workshop.
"Di Fakultas Teknik ada tambahan satu lab lagi setahu saya, untuk pengembangan energi terbarukan," beber Eka.
ADVERTISEMENT
Bukan Karena Keterbatasan Lahan
Lab IGREEN adalah yang pertama didirikan dengan kontainer yakni tahun 2017 dengan konsep knowledge container. Mewadahi pengetahuan elektronika daya.
"Tapi juga secara literal wujudnya kontainer. Dari sudut pandang Infineon sebagai pemberi dana, ini sekaligus branding. Ada wujud fisiknya," jelas Eka.
Jadi, pembangunan lab kontainer ini bukan karena keterbatasan lahan di UGM. Berbeda dengan kondisi di Unsika yang menggunakan kontainer karena lahan terbatas.
"Leres (benar bukan karena keterbatasan lahan). Alasannya karena alasan ide. Konsep dasarnya tadi knowledge-container. Branding dari pemberi dana diwujudkan secara literal 'ini lho kontainer yang di dalamnya menyimpan pengetahuan'," jelas Eka.
Keuntungan Lab Kontainer
Eka membeberkan ada beberapa keuntungan memanfaatkan kontainer. Pertama membuat lab dengan kontainer sangat cepat. Ini sesuai untuk pekerjaan-pekerjaan tergesa.
ADVERTISEMENT
"Kedua banyak provider dan kontraktor bisa mengerjakan struktur ini, sehingga proses pengadaannya mudah," katanya.
Selain itu biaya pembangunannya juga murah. Apabila ada kerusakan, perbaikan juga mudah dan cepat.
"Kebetulan mendukung kebutuhan lab elektronika daya yang perlu sebuah struktur yang terkurung dalam sangkar Faraday sehingga terisolasi dari medan listrik," kata Eka.
Bagaimana Soal Kenyamanan?
Soal kenyamanan, Eka menyebut cukup menantang. Sebab ukuran kontainer bukan didesain untuk lingkungan tinggal. Maka, perlu dilakukan pemilihan jenis yang tepat dan modifikasi.
"Sejauh ini, untuk lab pendukung capstone design, cukup nyaman karena luas dan tinggi. Ditambah dengan atap kedua. Tapi fasilitas workshop cukup panas karena berhadapan langsung dengan sinar matahari. Perlu shading. Selain itu, karena fasilitas ini hanya terbuat dari satu kontainer, ukurannya sempit. Yang nyaman yang tersusun dari sepasang kontainer," kata Eka.
ADVERTISEMENT
"Untuk kebutuhan pendingin, selama dindingnya ganda, atap eksternal, shading, dan dilengkapi insulasi yang baik, cukup nyaman dan hemat energi," beber Eka.
Demikian pula jika digunakan untuk perkuliahan. Cukup menantang meski bukan tidak mungkin bisa digunakan.
"Tantangannya terletak pada dimensi dan pekerjaan tambahan yang harus dilakukan. Bila untuk ruang kuliah, baiknya struktur besi saja. Bisa lebih cepat dengan biaya yang bisa disesuaikan. Administrasi bangunan permanennya yang harus diperhatikan," pungkasnya.
Soal polemik kontainer yang akan dijadikan ruang kelas di Unsika, sebuah PTN di Karawang, Jabar, bisa diklik di sini: