Untung Rugi Jika Indonesia Gabung Jadi Anggota Tetap BRICS

23 Agustus 2023 18:46 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah pemimpin negara berpose di BRICS Summit di Afrika Selatan. Foto: ALET PRETORIUS/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pemimpin negara berpose di BRICS Summit di Afrika Selatan. Foto: ALET PRETORIUS/REUTERS
ADVERTISEMENT
Afrika Selatan menjadi tuan rumah pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi BRICS ke-15 pada Selasa (22/8) hingga Kamis (24/8) di Ibu Kota Johannesburg. Pertemuan internasional yang turut dihadiri oleh Presiden Joko Widodo ini berpotensi menjadi momentum untuk memperluas keanggotaannya.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Reuters, para pejabat Afrika Selatan mengatakan lebih dari 40 negara Global South telah menunjukkan ketertarikan untuk bergabung BRICS. Adapun Global South adalah istilah hubungan internasional yang mengacu pada negara-negara di luar kubu Barat.
Indonesia, yang datang sebagai observer, dikatakan termasuk di antara 40 negara yang mempertimbangkan bergabung dengan organisasi yang disebut-sebut bakal menjadi saingan G7 tersebut.
Seperti halnya anggota inti BRICS itu sendiri — Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, puluhan negara yang berminat ini memiliki sistem politik beragam, kekuatan ekonomi tidak merata, dan posisi diplomatik yang berlawanan.
Presiden China, Xi Jinping di BRICS Summit. Foto: ALET PRETORIUS/REUTERS
Banyak di antaranya yang secara historis adalah negara non-blok, seperti Indonesia dan negara Afrika lain. Namun, terdapat pula negara yang secara terbuka memusuhi Barat seperti Iran dan Venezuela dikabarkan berminat masuk BRICS.
ADVERTISEMENT
Sementara negara anggota inti BRICS juga acap kali menghadapi tantangan internal terkait perbedaan kepentingan.
China, misalnya, secara terbuka menyuarakan agenda yang lebih politis untuk menjadikan BRICS sebagai pesaing G7. Sementara rivalnya — India, lebih berfokus pada pengembangan ekonomi dan melepaskan diri dari ketergantungan dolar Amerika Serikat.
"Beijing memandang BRICS sebagai tempat yang sangat unik untuk memperluas pengaruhnya secara global," peneliti di lembaga think-tank berbasis di Washington Center for Strategic and International Studies, Brian Hart.
Lantas, apakah Indonesia siap untuk mengajukan keanggotaan tetap ke BRICS?
Pakar Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran Bandung, Teuku Rezasyah, memandang kehadiran Indonesia ke BRICS sebagai observer adalah keputusan tepat yang menguntungkan semua pihak.
ADVERTISEMENT
Menurut Rezasyah, penting bagi Indonesia untuk mempertahankan prinsip non-blok sebelum mengambil keputusan untuk bergabung dengan BRICS — yang saat ini, kesannya dikendalikan oleh China sebagai negara anggota dengan perekonomian dan militer terkuat.
Pakar Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran Bandung, Teuku Rezasyah. Foto: Dok: Pribadi
Jangan sampai, kata Rezasyah, Indonesia dipandang memihak kepada salah satu kubu.
"Kalau jadi observer kan nanti akan ada permintaan atau undangan dari negara-negara lain sebagai full member. Nah ini yang bahaya, karena kita tidak mau menjadi bagian dari arsitektur pihak lain," kata Rezasyah kepada kumparan, pada Rabu (23/8).
"Kita ingin benar-benar di tengah, dalam hal ini Indonesia merupakan sahabat dari G7 dan juga bersahabat dengan BRICS. Karena negara kita ini terlalu besar untuk menjadi ekor negara lain," sambung dia.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya, menurut Rezasyah, kedatangan Jokowi ke Johannesburg tidak perlu sekaligus untuk mengajuan aplikasi anggota tetap. "Dengan demikian, Indonesia akan benar-benar menjadi penyeimbang dari semua," jelasnya.
Apa Keuntungan Jika Indonesia Bergabung ke BRICS?
Menurut Rezasyah, posisi Indonesia dalam partisipasinya di G7 maupun BRICS adalah krusial. "G7 butuh agar Indonesia tidak masuk BRICS, tetapi tetap jadi kawan G7 — begitu pula BRICS membutuhkan Indonesia untuk menyaingi G7," jelas Rezasyah.
Indonesia, pada gilirannya, menganggap kerja sama dengan kedua organisasi sangat penting dan tidak ingin terjebak dalam skenario BRICS untuk menyaingi G7.
Presiden Joko Widodo di KTT G7 Hiroshima. Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden
Sebab, Indonesia secara rutin diundang ke KTT G7 sebagai observer seperti yang dilakukan Jokowi tahun lalu di Jepang.
ADVERTISEMENT
"Ini juga memberikan posisi Indonesia lebih tinggi di kalangan anggota BRICS — bahwa mereka baru bisa menjadi pesaing G7 kalau ada Indonesia," ungkap Rezasyah.
"Jadi rasanya taman bunga dari BRICS, taman bunga dari G7, taman bunga G20 itu tidak akan berseri kalau enggak ada Indonesia. Kira-kira begitu," sambung dia, mengacu pada kelompok-kelompok regional di mana Indonesia turut bergabung.
Apa Ada Kerugian?
Ada kekurangan yang bakal mengikuti Indonesia jika pemerintah memutuskan untuk bergabung sebagai anggota tetap BRICS.
"Sebagai observer boleh. Menjadi full member itu di saat Indonesia benar-benar siap," ungkap Rezasyah.
"Karena ada kekurangan dari kita kalau masuk BRICS, karena kita bukan negara dari awal. Karena kita bukan bagian dari arsitektur dari awal," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Jadi kalau bukan anggota sejak awal, sambung Rezasyah, akan sulit bagi Indonesia untuk mengendalikan BRICS ketika tiba gilirannya untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan.
Sejumlah pemimpin negara berpose di BRICS Summit di Afrika Selatan. Foto: ALET PRETORIUS/REUTERS
"Jadi kalau kita bukan dari awal, kita akan sangat sulit untuk mengendalikan organisasi tersebut, maka akan lebih mengutamakan anggota asli BRICS," jelas Rezasyah.
"Jadi dan juga bagi Indonesia akan sulit karena harus menyeimbangan kepentingan nasional dengan visi misi BRICS yang sudah terbentuk itu," tutup dia.
Adapun BRICS adalah blok ekonomi yang dibentuk oleh Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan pada 2010. Blok ini menjadi wadah bagi negara-negara yang tidak ingin menggantungkan pertumbuhan perekonomiannya kepada Barat semata.
Sejumlah pemimpin negara berpose di BRICS Summit di Afrika Selatan. Foto: ALET PRETORIUS/REUTERS
BRICS mewakili 40 persen dari total populasi dunia dan seperempat ekonomi dunia. Menurut laporan terbaru, produk domestik bruto BRICS berada di angka 33,6 persen dari PDB global — yang lebih besar daripada PDB global G7 di angka 27 persen.
ADVERTISEMENT
Dalam pertemuan di Johannesburg, seluruh kepala negara anggota BRICS dilaporkan hadir secara langsung kecuali Presiden Rusia Vladimir Putin. Itu disebabkan perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh International Criminal Court (ICC) atas dugaan deportasi belasan ribu anak Ukraina imbas perang. Afrika Selatan adalah anggota dari ICC.
Kabar Indonesia mempertimbangkan gabung BRICS sudah pernah direspons oleh Presiden Jokowi. Namun, ketika memberikan keterangan pada awal Agustus lalu Jokowi tidak mengungkap detail apakah akan bergabung atau tidak.
"Nanti diputuskan," kata Jokowi usai peresmian Indonesia Arena di kawasan GBK, Jakarta, Senin (7/8).
Sementara itu, jelang pertemuan BRICS pekan ini pihak Istana yang diwakili Deputi Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, mengatakan kunjungan Jokowi ke KTT BRICS di Afsel adalah untuk memenuhi undangan sebagai tamu.
ADVERTISEMENT
"Yakni dalam kapasitas Indonesia yang sedang memegang keketuaan ASEAN," kata Bey dalam keterangannya, Rabu (23/8).
"Jadi kehadiran Bapak Presiden di KTT BRICS tidak ada kaitan sama sekali dengan status keanggotaan Indonesia di BRICS," pungkasnya.