Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Unud Bantah Rektor Lakukan Pungli, Siap Kembalikan Rp 1,8 M ke Mahasiswa
17 Maret 2023 6:43 WIB
·
waktu baca 6 menitADVERTISEMENT
Universitas Udayana (Unud ) membantah empat pejabat kampus melakukan pungutan tanpa dasar dalam program Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru jalur mandiri tahun akademik 2018 sampai 2022. Keempatnya sudah menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang diusut oleh Kejati Bali.
ADVERTISEMENT
Keempat tersangka tersebut yakni Rektor Unud I Nyoman Gde Antara, pejabat inisial IKB, IMY dan NPS. Mereka diduga telah merugikan negara hingga Rp 3,9 miliar dalam pungli SPI dari 360 mahasiswa yang menjadi korban.
Tim Kuasa Hukum Unud I Nyoman Sukandia membantah pungutan SPI tersebut adalah pungli. Dia mengeklaim bahwa ada kesalahan dalam sistem aplikasi pendaftaran jalur seleksi mandiri sehingga muncul dugaan pungutan liar hingga Rp 3,9 miliar tersebut.
"Setelah dicheck dan recheck ternyata kesalahan pertama adalah ada pada sistem, ada mekanisme yang dijalankan pada tahun lalu di copy kemudian lupa men-delete, sehingga di aplikasi di sana ternyata semisal mencentang angka Rp 8 juta tetapi di sistem kok sebelumnya ndak mau, (jadi yang tercentang) Rp 10 juta," kata dia dalam konferensi pers hari ini di Unud, Kamis (16/3).
ADVERTISEMENT
Penyebab lainnya, lanjut Sukandia, ada mahasiswa yang telah lolos dalam seleksi penerimaan jalur mandiri, justru sukarela menambahkan uang yang sebelumnya disepakati dalam SPI. Dana SPI tersebut langsung ditransfer ke rekening Unud.
"Kemudian ada lagi contoh yang lebih unik. 'Saya kan lulus dan saya sudah sepakat menyumbangkan Rp 6 juta, saya akan tambahkan jadi Rp 10 juta'. Transfer yang masuk, bukan kami mungutin ke rumah-rumah, tapi transfer yang masuk (ke rekening Unud)," katanya.
Penyebab lainnya yakni keluarga mahasiswa merasa sungkan dan malu jika tak mengeluarkan sumbangan untuk kampus. Sehingga mereka secara sukarela memberikan sumbangan.
"Ada lagi, 'ini ada teman saya katanya nyumbangin, disebut SPI. Kok anak saya enggak nyumbang, malu kita gitu'. Ikut juga (membayar SPI). Masuk ke rekening negara dan diaudit," kata Sukandia.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan perhitungan Unud, ada Rp 1,8 miliar dana SPI yang masuk ke rekening melalui cara-cara tersebut. Bukan Rp 3,9 miliar yang dianggap menjadi nilai pungli oleh Kejati Bali.
"Kami teliti lagi ternyata angka itu tidak sebesar itu, angka itu ada Rp 1,8 miliar," kata dia.
Sukandia mengeklaim telah bertemu Deputi Kemenpolhukam terkait hal ini. Dana SPI masuk dalam pendapatan negara bukan pajak, bukan ke rekening pribadi yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Di samping itu, Unud mengaku siap mengembalikan uang tersebut kepada mahasiswa apabila diperintahkan Kemenpolhukam. Uang tersebut juga masih berada di rekening Unud.
"Dengan angka Rp 1,8 M, kami sampaikan kepada deputi tiga atas perintah Menkopolhukam, Unud bersiap mengembalikan kapan akan diklaim, kapan akan diminta dengan satu pedoman bahwa Unud juga, dalam pengertian hukum administrasi negara, negara tidak boleh memaksa rakyat, menyakiti rakyat, negara hadir sesuai alinea 4 UUD RI," katanya.
ADVERTISEMENT
Kasus di Kejati Bali
Kasus ini bermula saat Kejati Bali menetapkan 4 pejabat di Unud sebagai tersangka. Diduga, ada pungli yang dilakukan berkedok SPI di Unud yang nilainya mencapai Rp 3,9 miliar.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana, mengatakan, nilai tersebut dari hasil perhitungan internal dari pungutan liar tanpa dasar terhadap mahasiswa jalur mandiri.
Menurut Agus, dalam Surat Keputusan Rektor mengenai dana SPI, ada beberapa mahasiswa yang beberapa fakultas seharusnya tidak dipungut namun tetap dipungut dana SPI.
"Yang Rp 3 miliar itu adalah ada beberapa fakultas yang tidak masuk dalam SK Rektor namun tetap dipungut SPI," ucap Agus. Sehingga, nilai tersebut dihitung sebagai pungli.
ADVERTISEMENT
Sementara, terdapat dugaan kerugian negara mencapai Rp 105 miliar. Kerugian tersebut dihitung dari dana SPI yang diterima sepanjang 2018-2022 berdasarkan SK Rektor, tetapi tidak dipergunakan sesuai dengan peruntukkannya.
Jaksa menilai dana Rp 105 itu seharusnya digunakan untuk pengembangan sarana dan prasarana di Unud. Tetapi itu tidak dilakukan, sehingga menyebabkan kerugian negara.
"Rp 105-an M itu adalah dana SPI yang dipergunakan tidak sesuai dengan peruntukannya," kata Agus.
Dalam kasus tersebut juga, jaksa menemukan adanya potensi kerugian perekonomian negara dalam pungutan SPI. Angkanya fantastis mencapai Rp 334.572.085.691. Jaksa menilai, para mahasiswa Unud ini seharusnya tidak menyerahkan sumbangan yang dipaksakan.
Angka kerugian perekonomian negara ini muncul karena seharusnya, dana yang diserahkan oleh keluarga para mahasiswa itu bisa digunakan untuk keperluan lainnya, bukan dibayarkan dalam SPI. Tidak bisanya uang itu untuk digunakan oleh keluarga, dihitung sebagai potensi kerugian perekonomian negara.
ADVERTISEMENT
"Mereka menyerahkan sumbangan yang seharusnya tidak dipaksa jadikan bisa mereka pergunakan untuk keluarganya, untuk lainnya, begitu model perhitungan. Masyarakat seharusnya bisa mempergunakan dana itu untuk yang lain tapi dengan adanya ini diharuskan dalam jumlah tertentu," kata Agus.
Peran Rektor Unud
Besaran dana SPI dapat dilihat salah satunya dalam Surat Keputusan (SK) Rektor Universitas Udayana Nomor 476/UN14/HK/2022 tentang Sumbangan Pengembangan Institusi Tahun Akademik 2022/2023.
Berdasarkan SK tersebut nilai terendah Rp 6 juta untuk program studi fisioterapi, fakultas pertanian, fakultas peternakan, dan fakultas teknologi pertanian. Sedangkan, nilai tertinggi senilai Rp 1,2 miliar untuk program studi Kedokteran.
I Nyoman Gde Antara merupakan Ketua Panitia Penerimaan Mahasiswa Jalur Mandir tahun 2018 hingga tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hasil perhitungan sementara, perbuatan Gde Antara dkk yang menarik SPI diduga menimbulkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 105.390.206.993 dan Rp 3.945.464.100. Selain itu, menimbulkan potensi kerugian perekonomian negara sebesar Rp 334.572.085.691.
Atas dasar perbuatannya itu, I Nyoman Gde Antara dkk dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 12 huruf e jo. Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat ke-1 KUHP.
Keterangan Kemendikbudristek
Menurut Inspektur IV Itjen Kemendikbudristek, Masrul Latif, pendanaan untuk perguruan tinggi merupakan tanggung jawab dari pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu, menurut Masrul, partisipasi pendanaan dari mahasiswa diperbolehkan.
“Pendanaan pendidikan tinggi hakikatnya merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat termasuk orang tua di dalamnya. Sehingga partisipasi pendanaan dari masyarakat masih diperbolehkan untuk menutupi kekurangan pendanaan dari pemerintah,” jelas Masrul kepada kumparan, Selasa (14/3).
ADVERTISEMENT
"Hal itu sepanjang tata cara pemungutan dan pengelolaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku," sambungnya.
Ketentuan atau aturan yang dimaksud Masrul adalah Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Standar Satuan Biaya Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri. Tepatnya di Pasal 10 ayat 1.
“PTN bisa memungut iuran pengembangan institusi sebagai pungutan dan/atau pungutan lainnya selain UKT dari mahasiswa program diploma dan program sarjana bagi; mahasiswa asing; mahasiswa kelas internasional; mahasiswa melalui jalur kerja sama; mahasiswa yang masuk melalui seleksi mandiri.”