Update Kasus Klitih Tewaskan Daffa: Kata Ahli Digital Forensik hingga Komnas HAM

7 Oktober 2022 16:25 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tampang RS (18) pelajar SMK yang sabet gir ke pelajar SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta bernama Daffa Adzin Albasith (17) hingga tewas. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tampang RS (18) pelajar SMK yang sabet gir ke pelajar SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta bernama Daffa Adzin Albasith (17) hingga tewas. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sidang kasus kejahatan jalanan atau klitih yang menewaskan pelajar bernama Daffa Adzin Albasith (17) di Jalan Gedongkuning, Kotagede, Kota Yogyakarta 3 April lalu masih bergulir di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Total ada lima terdakwa dalam kasus itu.
ADVERTISEMENT
Kamis (6/10) kemarin, sejumlah saksi turut dihadirkan termasuk saksi ahli digital forensik yaitu Kepala Pusat Studi Forensik Digital UII Yudi Prayudi.
Ditemui usai sidang, Yudi menjelaskan sulit mengidentifikasi sosok yang terekam dalam kamera pengawas saat kejadian kejahatan jalanan tersebut.
"Kami analisis file yang dalam proses persidangan itu menjadi salah satu berkas yang diajukan oleh JPU. Jadi saya dari pihak PH itu diminta bantuannya untuk melakukan analisis lanjutan. Dari satu sisi memang file ini bukan sifatnya itu adalah dari primary source bukan dari sumber utama, ini adalah file yang didapat dari proses copy. Ini kalau di dalam masalah digital forensik ini termasuk sumber utamanya tidak kita temukan. Jadi kita tidak mengenali dari sumber utama," kata Yudi.
Kepala Pusat Studi Forensik Digital UII Yudi Prayudi. Foto: Arfiansyah Panji/kumparan
Lantaran video tersebut berkualitas rendah, maka yang bisa diketahui hanya jumlah orangnya saja dan berapa jumlah motornya. Menurutnya, kualitas itu dipengaruhi dari kondisi yang saat itu di malam hari. Lalu, dari sisi tipe file juga sudah tereduksi dari aslinya itu. Dari analisisnya ada file mp4, 3gp, sehingga secara kualitas sudah tereduksi.
ADVERTISEMENT
"Dari proses ini kita hanya bisa menganalisis dari segi jumlah saja, tetapi mengenai sosok, mengenai detail orang ini siapa, wajahnya siapa, mengarah kepada siapa, itu tidak bisa kita analisis, apalagi di dalam keseluruhan objek video ini tidak ada segmen yang memang mengarah langsung ke wajah," katanya.
Untuk jenis kendaraan, menurut Yudi juga ada keterbatasan terlebih karena benda bergerak membutuhkan analisis yang panjang dan teknologi yang lebih canggih.
"Itu sudah mencoba menggunakan frame yang paling maksimal dengan kualitas yang paling maksimal, kita tetap tidak bisa mendeteksi dari sisi jenis tipe nomor tidak bisa kita deteksi," katanya.
Yudi menjelaskan total ada 9 file video. Yang dia sampaikan di persidangan pun sama bahwa yang bisa dia deteksi hanya jumlah orang saja.
ADVERTISEMENT
"Tapi orang itu siapa, atas nama siapa itu tidak bisa kita temukan informasinya dari CCTV tersebut. Jadi proses-proses untuk identifikasi wajah itu butuh komputasi, butuh teknik-teknik image processing yang juga cukup panjang. Ya, yang kita lakukan di sini hanya sebatas pengamatan visual dengan segala keterbatasannya," katanya.
Polisi menunjukkan gir yang tewaskan pelajar SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta bernama Daffa Adzin Albasith (17). Selain itu polisi berhasil mengamankan senjata tajam yang disimpan pelaku di tempat rekannya. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Dia tak mau menyebut penyidik kepolisian lemah dalam pembuktian. Hanya saja memang analisis yang dia lakukan hanya bisa menyebut jumlah orang saja.
"Saya tidak mengatakan lemah, tapi memang faktanya bahwa dalam objek yang kita analisis itu kita hanya bisa menyebutkan jumlah orang saja dan jumlah kendaraan tetapi mengenai siapa orangnya, kemudian bagaimana karakteristiknya, posturnya, itu tidak bisa kita lakukan deteksi kalau hanya sebatas dari pengamatan CCTV tadi," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Kata Komnas HAM
Wakil Ketua Komnas HAM Munafrizal Manan pun turut menyoroti kasus ini. Terlebih, ada aduan dari salah satu terdakwa mengenai dugaan tindakan kekerasan dan penyiksaan oleh oknum anggota Polsek.
"Jadi Komnas HAM fokusnya aspek dugaan tindakan kekerasan dan penyiksaan itu dalam perspektif hak asasi manusia," kata Manan.
Wakil Ketua Komnas HAM Munafrizal Manan Foto: Arfiansyah Panji/kumparan
Sementara soal dugaan salah tangkap yang sempat disampaikan kuasa hukum beberapa waktu lalu, Komnas HAM menilai itu menjadi ranah aparat penegak hukum. Pihaknya masih berfokus pada aduan soal adanya tindak kekerasan.
"Jadi dalam perspektif HAM itu kan sesuatu yang tergolong serius. Karena orang tidak boleh disiksa, mengalami kekerasan. Dalam kondisi normal aja tidak boleh, termasuk dalam kondisi proses penyidikan pro justicia itu tidak boleh. Karena hak asasi manusia itu melarang keras orang disiksa. Jadi fokus Komnas HAM di situ," katanya.
ADVERTISEMENT
Soal hal ini, Komnas HAM juga telah menyampaikan surat ke Propam Polda DIY untuk menyampaikan klarifikasi penjelasan mengenai pengaduan yang disampaikan Komnas HAM tersebut tentang dugaan tindakan kekerasan dan penyiksaan.
"Memang ada kondisi keterbatasan atas peristiwa itu ya. Jadi yang kami dapatkan itu baru sebatas apa yang disampaikan oleh pengadu. Nanti pendalaman soal itu kan memang aparat penegak hukum yang lebih berwenang," ujarnya.
"Kita akan monitor bagaimana perkembangannya, ya, tapi kalau soal materi tentang perkara pidananya kan memang ranah kewenangan aparat penegak hukum termasuk hakim di dalamnya," pungkasnya.
Lima terdakwa kasus klitih Gedongkuning yaitu Ryan Nanda Saputra (19), Fernandito Aldrian Saputra (18), M. Musyaffa Affandi (21), Hanif Aqil Amrulloh dan Andi Muhammad Husein Mazhahiri. Mereka semua berstatus pelajar.
Yogi Zul Fadhli kuasa hukum Andi, salah seorang terdakwa kasus kejahatan jalanan yang tewaskan pelajar bernama Daffa Adzin Albasith (17). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Kuasa hukum terdakwa Andi, Yogi Zul Fadhli sebelumnya telah mengadukan ke ORI DIY atas dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh kepolisian saat dan ketika melakukan penangkapan atau menangani perkara ini.
ADVERTISEMENT
Yogi juga mengeklaim bahwa kelima terdakwa dalam kasus ini juga merupakan korban salah tangkap.
"Iya diduga kelima-limanya. Hanya saja hari ini yang kemudian ke ORI ada 3 orang yang kemudian mengadukan ini ke ORI," katanya saat itu.
Soal klaim salah tangkap oleh kuasa hukum ini, Kabid Humas Polda DIY Kombes Yulianto telah memberikan penjelasan. Dijelaskan, kuasa hukum yang merasa kliennya korban salah tangkap, seharusnya pada awal penangkapan sudah mengajukan mekanisme pra peradilan.
"Saya kira kalau ada informasi bahwa tersangka yang diproses salah tangkap salah proses, mestinya pada saat awal-awal penangkapan itu ada mekanisme yang namanya pra peradilan. Itu salah satunya adalah materinya salah tangkap itu ada di situ," kata Yuli di Polda DIY pada Selasa (28/6).
ADVERTISEMENT
"Tapi kalau sekarang sudah bergulir sidang tentu mekanisme pra peradilan untuk penyidik Polri tidak berjalan lagi. Tinggal apakah dalam sidang terbukti betul dia tidak melakukan atau salah tangkap itu dari persidangan," jelasnya.
Yuli menjelaskan ketika perkara sudah masuk persidangan artinya berkas dari kepolisian telah lengkap atau memenuhi syarat persidangan dan telah diserahkan ke kejaksaan.