Utusan Israel di PBB Sebut Isu Krisis Kelaparan di Gaza Fitnah dan Palsu

13 November 2024 16:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Utusan Israel untuk PBB, Danny Danon, dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York pada Selasa (12/11/2024). Foto: YouTube/ United Nations
zoom-in-whitePerbesar
Utusan Israel untuk PBB, Danny Danon, dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York pada Selasa (12/11/2024). Foto: YouTube/ United Nations
ADVERTISEMENT
Dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York pada Selasa (12/11), Utusan Israel untuk PBB, Danny Danon, menuding peringatan krisis kelaparan di Gaza sebagai informasi palsu. Menurut Danon, laporan dari komite keamanan pangan yang didukung PBB tentang kelaparan di Gaza sarat dengan misinformasi.
ADVERTISEMENT
“Ini adalah contoh kelas atas dalam penyebaran misinformasi, bias, dan pelaporan yang tidak jujur,” kata Danon di hadapan utusan negara-negara lainnya.
Ia menuduh laporan tersebut sebagai bentuk fitnah terhadap Israel yang disamarkan sebagai kepedulian kemanusiaan.
“(Laporan itu) menggemakan salah satu tuduhan fitnah yang paling tidak berdasar terhadap negara Israel selama konflik ini,” tambahnya.
Di sisi lain, Utusan Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, mempertanyakan mengapa Israel melarang akses jurnalis internasional ke Gaza untuk melihat kondisi yang sesungguhnya.
Utusan Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York pada Selasa (12/11/2024). Foto: YouTube/ United Nations
Mansour juga mengkritik kebijakan Israel yang dianggapnya menggunakan kelaparan sebagai senjata perang dengan tujuan pembersihan etnis dan ambisi kolonial.
Menurutnya, situasi di Gaza kini memperlihatkan fase akhir dari rencana Israel untuk mengusir penduduk Palestina dari wilayah tersebut.
ADVERTISEMENT
Dukungan terhadap peringatan kondisi darurat di Gaza juga datang dari duta besar Slovenia dan Guyana.
Duta Besar Slovenia untuk PBB, Samuel Zogbar, menyatakan bahwa suara anak-anak di Gaza yang kelaparan seharusnya memaksa dunia untuk segera bertindak.
Sementara Duta Besar Guyana, Carolyn Rodrigues-Birkett, menggambarkan situasi di Gaza sebagai “apokaliptik” dan mendesak Dewan Keamanan untuk mengambil langkah konkret.
Geram akan situasi krisis di Gaza, Pejabat tinggi kemanusiaan PBB, Joyce Msuya, juga memperingatkan bahwa kini warga Gaza terancam kelaparan akut menyusul terputusnya pasokan makanan, air, dan listrik akibat blokade yang dilakukan Israel.
“Kekejaman yang kita saksikan di Gaza tampaknya tak ada batasnya,” ujarnya.
Pejabat tinggi kemanusiaan PBB, Joyce Msuya, dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York pada Selasa (12/11/2024). Foto: YouTube/ United Nations
Ia juga mengungkap kondisi di mana sejumlah warga sipil Gaza telah dikepung dan ketakutan akan menjadi sasaran jika menerima bantuan.
ADVERTISEMENT
“Saat saya memberi pengarahan, otoritas Israel memblokir bantuan kemanusiaan memasuki Gaza Utara, tempat pertempuran terus berlanjut dan sekitar 75 ribu orang masih hidup dengan persediaan air dan makanan yang menipis,” jelasnya.
Sementara itu, Utusan AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, mengakui adanya krisis kemanusiaan yang mendalam di Gaza.
Menurutnya AS telah meminta Israel untuk mempercepat bantuan ke wilayah tersebut dan menegaskan komitmen AS untuk memastikan adanya penanganan yang lebih manusiawi bagi warga sipil di Gaza.
Utusan AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York pada Selasa (12/11/2024). Foto: YouTube/ United Nations
Dikutip dari Al Jazeera, sebelumnya pemerintahan Biden menyebut Israel tak menghalangi bantuan kemanusiaan ke Gaza, sehingga tak melanggar hukum AS.
Mereka pun menegaskan negaranya tak akan membatasi transfer senjata ke Israel.
Pemerintahan Biden sempat mengeluarkan ultimatum kepada Israel berdasarkan hukum domestik dan internasional, namun lagi-lagi mereka gagal membuat Israel patuh dan menindaklanjuti aksinya.
ADVERTISEMENT