UU Kementerian Digugat ke MK, Wakil Menteri Diminta Tak Boleh Rangkap Jabatan

9 September 2020 10:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana jalannya sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di ruang sidang pleno Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (10/8). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Suasana jalannya sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di ruang sidang pleno Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (10/8). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan yang didaftarkan pada Selasa (8/9) diajukan seorang advokat bernama Yohanes Mahatma Pambudiatmo.
ADVERTISEMENT
Dalam gugatannya, Yohanes mempersoalkan Pasal 23 UU Kementerian Negara yang tak melarang wakil menteri (wamen) untuk rangkap jabatan, seperti menjadi komisaris BUMN. Pasal tersebut hanya melarang menteri rangkap jabatan. Berikut bunyinya:
Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:
a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau
c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
Presiden Joko Widodo (keempat kiri) didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin (keempat kanan) berfoto bersama calon-calon wakil menteri Kabinet Indonesia Maju. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/ama.
Yohanes menyatakan, MK dalam putusan nomor 80/PUU-XVII/2019 telah berpendapat larangan rangkap jabatan bagi menteri seharusnya berlaku pula untuk wamen. Namun pendapat itu, kata Yohanes, disikapi berbeda oleh pemerintah.
Ia mencontohkan pernyataan yang disampaikan Staf Khusus Presiden bidang hukum, Dini Purwono, yang menyebut pendapat hukum MK itu tak mengikat. Dini menilai, pendapat hukum itu tak mengikat lantaran putusan nomor 80/PUU-XVII/2019 yang mempersoalkan jabatan wamen di Pasal 10 UU Kementerian ditolak MK.
ADVERTISEMENT
Yohanes menganggap sikap pemerintah menunjukkan ketidakpahaman terhadap keberlakuan putusan MK.
"Sifat putusan MK yang final dan mengikat, kendati bunyi amar putusan MK 'tidak mengabulkan', 'menolak', atau 'tidak diterima' bukan berarti bagian pertimbangan hukum putusan MK tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tulis Yohanes dalam gugatannya.
Yohanes perbedaan pandangan tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum. Sehingga mengakibatkan tidak terlaksananya maksud dan tujuan MK agar wakil menteri fokus pada kerjanya.
Untuk itu, Yohanes menyatakan MK perlu menegaskan dalam putusan bahwa jabatan wamen tidak boleh rangkap jabatan dalam Pasal 23 UU Kementerian Negara.
"Menyatakan Pasal 23 UU Kementerian Negara terhadap kata 'menteri' tetap konstitusuonal dan tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai 'termasuk wakil menteri'," bunyi petitum gugatan Yohanes.
ADVERTISEMENT
Diketahui dari 12 wakil menteri di Kabinet Indonesia Maju, 3 di antaranya menjadi komisaris di BUMN. Mereka ialah Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo yang juga Komisaris Utama Bank Mandiri. Lalu, Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin yang juga Wakil Komisaris Utama Pertamina, serta Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara yang juga Wakil Komisaris Utama PLN.