UU KIA: Suami Bisa Cuti 2-5 Hari Untuk Dampingi Istri Melahirkan dan Keguguran

4 Juni 2024 19:54 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi suami istri berpelukan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi suami istri berpelukan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan tidak hanya mengatur cuti hamil dan melahirkan bagi ibu pekerja saja.
ADVERTISEMENT
Dalam aturan yang baru disahkan oleh DPR pada Selasa (4/6), suami berhak mendapatkan cuti selama 2 hingga 5 hari ketika mendampingi istri yang melahirkan dan keguguran.
Aturan ini tertuang dalam Pasal 6 ayat (2) UU KIA yang berbunyi:
(2) Suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mendapatkan hak cuti pendampingan istri pada:
a. masa persalinan, selama 2 (dua) hari dan dapat diberikan paling lama 3 (tiga) hari berikutnya atau
sesuai dengan kesepakatan; atau
b. saat mengalami keguguran, selama 2 (dua) hari.
Ilustrasi pasangan suami istri dan bayi baru lahir. Foto: Shutter Stock
Dalam aturan selanjutnya diatur suami wajib menggunakan hak cutinya untuk mendampingi istri selama masa pemulihan. Hal ini tertuang pada ayat (3) dan ayat (4).
(3) Selain cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (2), suami diberikan waktu yang cukup untuk mendampingi istri dan/atau Anak dengan alasan:
ADVERTISEMENT
a. istri yang mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi pascapersalinan atau keguguran;
b. Anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi;
c. istri yang melahirkan meninggal dunia; dan/atau
d. Anak yang dilahirkan meninggal dunia.
(4) Selama melaksanakan hak cuti pendampingan istri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), suami berkewajiban:
a. menjaga kesehatan istri dan Anak;
b. memberikan gizi yang cukup dan seimbang bagi istri dan Anak;
c. mendukung istri dalam memberikan air susu ibu eksklusif sejak Anak dilahirkan sampai dengan Anak berusia 6 (enam) bulan; dan
d. mendampingi istri dan Anak dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dan gizi sesuai dengan standar.