UU KPK Digugat ke MK, Pembentukan Pansel Dipermasalahkan

28 November 2024 13:26 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mengajukan permohonan uji materi Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) UU KPK ke MK. Permohonan tersebut terkait dengan pembentukan Pansel Capim dan Dewas KPK.
ADVERTISEMENT
Berikut bunyi pasal yang dimaksud:
Pasal 30
(1) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh Presiden Republik Indonesia.
(2) Untuk melancarkan pemilihan dan penentuan calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Pemerintah membentuk panitia seleksi yang bertugas melaksanakan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Menurutnya, aturan itu justru merugikannya secara konstitusional. Hal itu terkait dengan pembentukan panitia seleksi (Pansel) Capim dan Dewas KPK periode 2024-2029 yang dibentuk Presiden ke-7 RI Joko Widodo tidak sah.
Boyamin menyebut bahwa hanya Presiden ke-8 RI Prabowo Subianto yang berhak membentuk pansel tersebut.
Dia merujuk pada putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 terkait UU KPK. Bahwa seharusnya Presiden RI hanya boleh sekali membentuk Pansel Capim dan Cadewas KPK. Sementara, Jokowi sudah pernah membentuk Pansel pada pemilihan 2019 lalu.
ADVERTISEMENT
Boyamin pun mengungkapkan bahwa dirinya berkeinginan untuk mendaftar Cadewas KPK 2024–2029. Namun, lantaran Pansel yang dibentuk dianggap tidak sah, ia mengurungkan niatnya.
"Bahwa keinginan Pemohon untuk menjadi Dewan Pengawas KPK periode 2024–2029 haruslah melalui sarana yang benar dan sah yaitu akan mendaftar calon Dewan Pengawas KPK terhadap Panitia Seleksi yang dibentuk oleh Presiden Prabowo Subianto," tutur Boyamin membacakan permohonannya dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/11).
Boyamin Saiman membacakan gugatan dalam sidang pendahuluan gugatan Perppu Penanganan COVID-19 di Mahkamah Konstitusi, Selasa (28/4). Foto: Youtube/ Mahkamah Konstitusi RI
"Pemohon tidak mengajukan pendaftaran kepada Panitia Seleksi yang dibentuk Presiden Joko Widodo karena Pansel bentukan Presiden Jokowi tidak sah dan tidak berdasar ketentuan yang berlaku sesuai Undang-Undang KPK dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 112 / PUU-XX/ tahun 2002," paparnya.
Ia pun menegaskan bahwa dirinya sengaja tak mendaftar lantaran hasil Pansel KPK bentukan Jokowi berpotensi bermasalah secara hukum maupun politik.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya, Boyamin pun mengungkapkan bahwa dirinya sempat berkirim surat ke Presiden Prabowo untuk membentuk ulang Pansel Capim dan Cadewas KPK 2024–2029.
"Pemohon pada tanggal 22 Oktober 2024 telah berkirim surat kepada Presiden Prabowo Subianto untuk mengajukan permohonan pembentukan Pansel KPK dengan maksud hendak mengajukan mendaftarkan diri menjadi calon Dewan Pengawas KPK," jelas dia.
Permohonan uji materi itu pun kemudian mengundang pertanyaan oleh Hakim MK Saldi Isra. Hakim Saldi menyebut bahwa proses pemilihan Capim dan Cadewas KPK telah rampung di Komisi III DPR. Lima orang Pimpinan dan Dewas KPK 2024-2029 sudah dipilih.
Sementara, lanjutnya, prinsip putusan yang dikeluarkan oleh MK adalah berlaku untuk masa depan alih-alih pada peristiwa yang sudah terjadi.
ADVERTISEMENT
"Ini, kan, peristiwanya sudah lewat, bahkan sekarang, kan, sudah ada fit and propernya di DPR, sudah ada hasilnya, menunggu tanggal 19 Desember, ya, pokoknya ujung bulan Desember itu nanti akan diangkat sumpahnya sebagai anggota KPK, pimpinan dan sebagai pengawas," ujar Hakim Saldi Isra.
"Nah, kalau mau menjemput lagi peristiwa itu, itu kan nanti akan bertentangan dengan prinsip putusan Mahkamah Konstitusi. Nah ini tolong dipikirkan lagi, apakah permohonan ini akan diteruskan atau tidak, itu harus dipikirkan, karena apa, sifat putusan Mahkamah Konstitusi itu kan berlakunya ke depan, tidak menjemput peristiwa ke belakang itu," jelas dia.
Selain itu, Saldi Isra juga mempertanyakan kedudukan hukum Boyamin dalam permohonan tersebut. Sebab, Boyamin mengaku tidak ikut mendaftar sebagai calon Dewas KPK karena menilai pansel tidak sah.
ADVERTISEMENT
"Bagaimana kita tahu bahwa Bapak tidak mau ikut itu? Sementara proses yang objektifnya itu sudah dibuka kepada umum. Sudah diumumkan, ada pansel dan segala macamnya," ujar Saldi.
"Itu yang harus dijelaskan secara lebih tajam, agar nanti kami yakin bahwa ini pemohon memang memiliki kedudukan hukum. Kecuali misalnya Bapak ditolak begitu kan. Ini Bapak ini karena tidak setuju dengan Presiden yang sekarang mengajukan Bapak ditolak. Nah itu jadi beda ceritanya. Tapi kan ini tidak kelihatan Bapak mendaftar itu. Padahal sudah dibuka untuk umum. Itu yang harus dijelaskan," sambungnya.
Menanggapi itu, Boyamin pun menekankan bahwa permohonan uji materi itu diajukan agar peristiwa serupa tak terulang lagi di periode berikutnya dengan kedudukan hukum yang jelas.
ADVERTISEMENT
"Memang realitasnya demikian, sudah dipilih, tapi kami menguji norma supaya ini peristiwanya tidak terulang lagi periode depan. Jadi saya tidak harus jadi Dewan Pengawas juga, enggak, mungkin belum tentu saya juga akan daftar nanti," terangnya.
Oleh karenanya, ia menekankan akan tetap melanjutkan permohonan uji materi tersebut di MK. Boyamin pun menegaskan dirinya tidak ingin dianggap main-main terkait permohonan tersebut.
"Saya tidak akan mempermasalahkan itu pada konsep yang sekarang. Dan itu saya menghormati proses itu, Yang Mulia. Tapi, ini ke depan untuk kepastiannya siapa nanti yang berwenang membentuk Pansel dan menyerahkan hasilnya pada DPR. Dan DPR mana yang akan mengesahkan. Itu, Yang Mulia," ujar Boyamin.
"Jadi, tetap saya teruskan permohonan ini, pasti, karena nanti kalau dicabut nanti dikira malah main-main, malah enggak enak lagi," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Adapun berikut petitum gugatan Boyamin:
ADVERTISEMENT