Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
UU MD3 Harus Direvisi untuk Mengatur Keanggotaan DPD dari Parpol
5 April 2017 16:36 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Pelantikan Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang alias OSO sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menjadi polemik baru dalam tubuh DPD. Banyak pihak menilai posisi OSO sebagai ketua umum parpol hanya akan memberikan banyak mudarat bagi lembaga DPD.
ADVERTISEMENT
Merujuk pada Pasal 247 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3), anggota DPD terdiri atas wakil daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum. UU MD3 memang tidak memuat larangan anggota DPD diisi oleh unsur politik. Namun, banyak pihak menilai DPD seharusnya tetap bebas dari unsur parpol demi menjaga marwah DPD sebagai lembaga perwakilan daerah.
Ketua SETARA Institute, Hendardi, mengatakan presiden dan DPR seharusnya mengusulkan revisi UU MD3 dengan menambahkan syarat soal keanggotaan DPD. Di dalam pasal ini, nantinya diatur soal unsur parpol yang masuk menjadi anggota DPD.
"Presiden dan DPR harus segera merancang pembaruan UU MD3 yang mengatur kedudukan DPD secara lebih detail, termasuk pengaturan perihal keanggotaan DPD yang aktif di partai politik," ujar Hendardi dalam keterangan tertulis yang diterima kumparan (kumparan.com), Rabu (5/4).
ADVERTISEMENT
OSO resmi dilantik MA menggantikan posisi Mohammad Saleh yang belum genap setahun sejak 11 Oktober 2016. Kericuhan di sidang paripurna pada Selasa (4/4) lalu itu bersumber dari dua aturan, yaitu Peraturan DPD RI Nomor 1 Tahun 2017 tentang Tata Tertib DPD mengatur tentang jabatan masa pimpinan selama 2,5 tahun. Serta, putusan Mahkamah Agung bernomor 20 P/HUM/2017 yang membatalkan Tatib 2016 dan 20107 tersebut.
Hendardi menuturkan, pelantikan OSO dianggap telah mengingkari putusan MA dalam mengatur masa jabatan kepemimpinan.
"Ketua Mahkamah Agung harus memberikan penjelasan kepada publik tentang sikapnya yang mendua dalam konflik antar faksi di DPD, untuk mencegah menguatnya ketidakpercayaan publik pada MA. Cara ini ditujukan untuk menyelamatkan DPD di masa depan sebagai institusi representasi daerah dan memperkuat check and balances pada lembaga perwakilan," ujar Hendardi.
ADVERTISEMENT