Venezuela dan Guyana Memanas Gara-gara Rebutan Wilayah Kaya Minyak

6 Desember 2023 18:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sungai Esequibo di Guyana. Foto: Paolo Costa/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Sungai Esequibo di Guyana. Foto: Paolo Costa/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Dua negara di Amerika Selatan, Venezuela dan Guyana, bertikai gara-gara perebutan wilayah kaya minyak di dekat Sungai Esequibo yang sampai sekarang disengketakan. Padahal, perbatasan maritim antara kedua negara ini pun masih dalam sengketa.
ADVERTISEMENT
Venezuela membangkitkan kembali klaimnya atas wilayah seluas 160 ribu km persegi di sekitar Sungai Esequibo, setelah menemukan gas dan minyak lepas pantai berlimpah di sana.
Dikutip dari AFP, pertikaian kian memanas usai Presiden Venezuela Nicolas Maduro pada Selasa (5/12) menyetujui eksplorasi minyak dan gas di dekat Esequibo, serta mengusulkan dibentuknya negara bagian baru di sana.
Maduro mengusulkan RUU tentang Pembentukan Provinsi 'Guyana Esequibo' di wilayah yang disengketakan diserahkan kepada Majelis Nasional untuk ditinjau. Wilayah Esequibo sebenarnya sudah dikelola Guyana selama lebih dari satu abad, terlebih minyak merupakan salah satu sumber devisa negara mereka.
Melalui pidato yang disiarkan di televisi, Maduro mengumumkan agar eksplorasi minyak, gas, dan sumber daya alam lain di Esequibo segera dimulai.
ADVERTISEMENT
"Perusahaan minyak negara PDVSA dan perusahaan besi dan baja negara CVG akan membuat divisi-divisi untuk wilayah yang disengketakan," kata Maduro.
Presiden Venezuela Nicolas Maduro berbicara selama kampanye penutupan menjelang referendum pertahanan wilayah Essequibo di Caracas, pada 1 Desember 2023. Foto: Pedro Rances Mattey / AFP
Dia menambahkan, perizinan atas eksplorasi sumber daya alam di 'Provinsi Guyana Esequibo' sedang dalam proses untuk disahkan.
"Perusahaan-perusahaan negara tersebut akan segera membuat divisi PDVSA Esequibo dan CVG Esequibo dan segera kami akan memberikan izin operasi untuk eksplorasi dan eksploitasi minyak, gas, dan tambang di Guayana Esequiba," jelas Maduro.
Maduro memberikan batas waktu kepada perusahaan-perusahaan yang saat ini telah beroperasi di bawah konsensi dari Guyana untuk hengkang dari Esequibo dalam tiga bulan.
Tak hanya itu, Maduro bahkan menegaskan sebuah kota yang terletak di wilayah sengketa, Tumeremo, bakal diambil alih sebagai markas besar kepentingan Venezuela.
ADVERTISEMENT
Tanpa memberikan rincian lebih lanjut, Maduro mengatakan pihak berwenang bakal mulai melakukan sensus penduduk dan menerbitkan kartu identitas di Esequibo.
Di sisi lain, Esequibo mencakup lebih dari dua pertiga total wilayah negara miskin itu dan merupakan rumah bagi 125 ribu dari total 800 ribu populasi Guyana.
Negara jajahan Inggris dan Belanda ini bersikeras, wilayah Esequibo telah ditetapkan menjadi miliknya berdasarkan pengadilan arbitrase pada 1899. Namun, Venezuela mengeklaim Sungai Esequibo yang berada di sebelah timur wilayah itu merupakan perbatasan miliknya dan telah diakui secara historis.
Presiden Guyana, Mohamed Irfaan Ali. Foto: Simon MAINA/AFP
Adapun sengketa atas Esequibo semakin memanas sejak produsen minyak asal Amerika Serikat, Exxon Mobil, menemukan kekayaan alam itu pada 2015.
Menanggapi tindakan Maduro, Presiden Guyana Irfaan Ali pada Selasa (5/12) mengatakan, akan mendekati Dewan Keamanan PBB terkait perkara sengketa ini.
ADVERTISEMENT
Pihaknya pun mengajukan permohonan ke International Court of Justice (ICJ) yang berbasis di Den Haag, Belanda, mengenai kasus Esequibo — meski yurisdiksi ICJ tak diakui oleh Venezuela.
Jaksa Agung Guyana, Anil Nandlall, mengatakan negaranya bakal menggunakan Pasal 41 dan 42 dalam Piagam PBB yang memiliki wewenang mengesahkan sanksi atau bahkan tindakan militer guna mempertahankan perdamaian dan keamanan internasional.
"Dalam hal militer, Dewan Keamanan PBB dapat mengesahkan penggunaan angkatan bersenjata oleh negara-negara anggota untuk membantu penegakan perintah ICJ," kata Nandlall.
Sementara pada Minggu (3/12) Ali mengancam Venezuela akan ada ketidakadilan bagi warganya sendiri apabila perintah dari ICJ tidak diakui. "Jika Venezuela mengabaikan perintah pengadilan, itu akan menjadi ketidakadilan besar bagi rakyat Venezuela karena pada akhirnya jalan itu akan mengarah pada penderitaan rakyat Venezuela," jelas Ali.
ADVERTISEMENT